Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 9

Saat mendengar kata "Nyonya Muda Keenam Keluarga Hisno", tatapan mata Mela saat melihat Teresa penuh keirian. Awalnya, dia ingin membela Teresa lagi. Sekarang, Mela melempar diri ke pelukan Karen dan menangis tersedu-sedu. Diko yang marah makin emosi ketika mendengar tangisan Mela dan mendengar Teresa menyebut Arvin. "Kamu mengancamku dengan Tuan Arvin? Dia menantuku, apa yang bisa dia lakukan padaku?" "Mengancammu? Memangnya kenapa?" Terdengar suara yang rendah dari arah pintu. Arvin, Irvan, dan Illias melangkah masuk dengan agresif. Kemarahan Diko yang sudah memuncak langsung terhenti. Wajahnya sangat masam, berusaha keras untuk menahan amarah. Teresa terbengong ketika melihat Arvin. Setelah itu, Teresa bergegas berlari ke depan. "Sayang, kenapa kamu ke sini?" Dari ekspresi Irvan dan Illias tadi, Teresa mengira rapat malam ini sangat rumit. Alhasil, sekarang bahkan belum satu jam! Arvin melirik Teresa sekilas dan merangkulnya. Kemudian, ekspresi Arvin menjadi sangat suram saat menoleh pada Diko. "Apa yang mau Pak Diko lakukan pada istriku?" Baru pada saat itu, Diko tersadarkan dan langsung membuang ikat pinggang di tangannya. Dia melangkah ke depan dengan ekspresi canggung. "Tuan Arvin, Sasa pukul Mela. Aku sedang tanyakan kejadiannya." Nada bicara Diko waswas, padahal Arvin adalah menantunya. Arvin memang adalah menantunya, tetapi Diko selalu pesimis setiap kali bertemu dengannya. Perasaan itu tidak nyaman, tetapi apa boleh buat? Untungnya, Teresa mengotot ingin cerai dan Tuan Arvin sudah jengkel sekarang. Setelah mereka bercerai, setelah Mela menikah dengan Tuan Arvin, kehidupannya akan menjadi lebih baik. Tatapan mata Arvin yang cuek menyapu Mela dan Karen yang sedang berpelukan. Aura agresifnya menjadi lebih kuat. "Pegang ikat pinggang, Pak Diko mau tanya bagaimana?" Tanya bagaimana? Mengapa sepertinya Tuan Arvin tidak jengkel terhadap Teresa, malah membelanya? Keringat dingin bercucuran di dahi Diko. Dia memberi isyarat mata pada Teresa agar Teresa menjadi kambing hitam. Kali ini, reaksi Teresa bertolak belakang dengan di kehidupan sebelumnya. Di kehidupan sebelumnya, Teresa terlalu menginginkan cinta mereka. Teresa selalu membela mereka. Akan tetapi, sekarang Teresa tetap diam di dalam pelukan Arvin, seperti tidak melihat isyarat mata Diko. "Sayang, pipiku sakit." Karen ingin menamparnya barusan, bukan? Meskipun Karen gagal. Suasana yang tegang menjadi dingin karena omongan Teresa. Semua orang terdiam. Selain rombongan Arvin, semua orang menatap Teresa dengan galak. Karen sangat antipati terhadap Teresa. Akan tetapi, Karen sangat puas terhadap Arvin si menantunya. Setiap kali pergi ke toko eksklusif, dia bisa membeli barang secara gratis dengan menyebut nama Arvin. Karen juga memperhatikan sikap Arvin terhadap Teresa. Dia buru-buru bangun dan berjalan ke arah mereka. "Arvin, masalahnya bukan seperti yang kamu lihat." "Kamu juga tahu bagaimana sifat Sasa. Kami takut dia terlalu nakal di depanmu, jadi mau ...." Mau apa? Karen menelan kembali apa yang hendak dia katakan karena melihat ekspresi mata Arvin yang dingin. Ekspresinya langsung menjadi masam. Mela dengan lemas beranjak dari sofa. "Arvin, semua ini salah paham." Mela sengaja maju agar Arvin melihat luka di wajahnya, ingin melemparkan semua kesalahan pada Teresa. Teresa memelototi Mela. Mela sudah begitu munafik di kehidupan sebelumnya, mengapa dia tidak menyadari hal itu? Ketika Mela ingin memegang Arvin dan menjelaskan lebih lanjut, Teresa menepis tangannya. "Nggak ada salah paham!" Teresa berdiri di depan Arvin, tidak membiarkan siapa pun untuk menyentuhnya. Seketika, ekspresi Arvin menjadi lebih baik. Diko dan Karen makin marah ketika melihat Teresa melarang Mela menyentuh Arvin. Karen berpura-pura bersikap lembut saat maju ke depan. "Sasa, sini. Ada yang ingin Ibu bicarakan denganmu." Karen ingin membawa Teresa pergi agar Mela dan Arvin bisa berbicara secara pribadi. Mata Teresa yang penuh kesinisan menyapu mereka. Mereka jelas ingin mencabik-cabik dirinya, tetapi justru berpura-pura ramah. Sekalipun mereka adalah orang tua kandungnya, Teresa merasa sangat jijik. Teresa langsung menepis tangan Karen yang terulur ke arahnya. Tangan Karen membeku di udara. Dia menatap Teresa dengan tidak percaya. Dulu ... Teresa akan datang dengan patuh setiap kali dia bersikap baik padanya. Ada apa dengan hari ini? Pada saat ini, semua orang merasakan kejanggalan Teresa. Teresa menyeringai seraya menatap orang-orang di depannya. "Kalau kalian berani mendekatiku dan suamiku lagi, nggak akan kuampuni kalian!" Arvin terdiam. Irvan dan Illias juga terdiam. Ekspresi mereka bertiga berbeda-beda. Arvin tersenyum tanpa sadar, sedangkan kecurigaan di mata Irvan dan Illias makin kuat. Mereka takut Tuan Arvin akan diculik. Apa yang terjadi? Ekspresi Mela dan Karen sangat masam. "Sasa, semua ini salah paham. Kamu jangan salah paham dengan Ibu. Ibu nggak bermaksud untuk menyakiti Arvin. Kamu ...!" "Plak!" Sebelum Mela selesai berbicara, Teresa langsung menamparnya. Menyakiti Arvin? Kemunafikan ini melebihi batas! Mela terbengong. Karen membentak, "Teresa, kamu keterlaluan!" Ya sudah jika Teresa menampar Mela di tempat lain. Sekarang Teresa bahkan berani menampar Mela di depan mereka! Ekspresi Diko juga menjadi masam. Jika Arvin tidak di sana, Teresa pasti akan dicambuk dengan ikat pinggang. Justru karena Arvin di sana, Teresa berani lebih galak dibanding sebelumnya. "Sayang, ayo kita pergi!" Teresa tidak ingin melihat orang-orang munafik itu lagi. Lagi pula, keluarga ini telah membuangnya. Tidak penting dia pulang atau tidak. Melihat Teresa ingin pergi, Diko pasti akan menegurnya jika itu dulu. Akan tetapi, dia tidak berani menegur Teresa di depan Arvin. "Irvan." Saat berbalik badan sambil merangkul Teresa, Arvin memanggil dengan suara yang rendah. Irvan menyahut, "Tuan Arvin, silakan perintahkan!" "Hentikan dulu semua kerja sama dengan Grup Wisra." "Baik." Irvan mengangguk. Dia berpikir dalam hati, besar sekali pengaruh Teresa terhadap Tuan Arvin. Semoga perubahan sikap Teresa terhadap Tuan Arvin saat ini adalah nyata. Jika tidak, mereka para anak buah Tuan Arvin tidak akan mengampuni Teresa. Mendengar itu, wajah Diko dan Karen menjadi pucat! "Tuan Arvin, ini nggak baik, bukan?" Diko buru-buru menyusul mereka ke luar sampai ke samping mobil, menahan pintu mobil yang hendak ditutup. Arvin menoleh padanya dengan tatapan mata yang dingin. "Aku nggak tahu Sasa anakmu atau bukan, tapi dia adalah Nyonya Muda Keenam Keluarga Hisno." "Pak Diko, kamu sudah melebihi batas!" Diko dibasahi keringat dingin. Bukankah Mela mengatakan Tuan Arvin sangat membenci Teresa? Mengapa Tuan Arvin selalu membelanya malam ini? Sebelum Diko sempat berbicara, mobil sudah melaju dengan cepat di depan matanya. Sama sekali tidak ada penghormatan sang menantu terhadap ayah mertua.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.