Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 5

Cavero berusaha keras menahan amarahnya. "Rhea, aku bisa membiarkanmu berbuat sesuka hatimu perihal yang lain, tapi kamu nggak punya pilihan selain tetap bersamaku." "Temui aku kalau kamu sudah memikirkannya baik-baik, aku akan memaafkanmu atas kejadian hari ini." Rhea terdiam menatap pria itu, merasa bahwa situasinya konyol. Bagaimana bisa Rhea yang dimaafkan, padahal Cavero yang selingkuh? Rhea menarik lengannya, dengan nada dingin ia pun berbicara, "Terserah kamu mau berpikir apa, nggak ada lagi yang perlu dibicarakan antara kita berdua." Rhea berbalik dan pergi tanpa menoleh. Cavero menatap punggung Rhea. Kini, tersirat sekilas kesedihan di tengah kedalaman mata gelapnya. … Usai mondar-mandir di kantornya sampai lebih dari sepuluh kali, Steve baru menemukan cara untuk menangani Rhea. Dia tidak berani menyinggung Direktur Utama Hanson, apalagi CEO Grup Latif. Namun, dia juga enggan terus-menerus untuk membawa beban berat ini. Jadi, dia berencana membuat Rhea menyerah sendiri. Kebetulan Rhea sudah datang ketika dia sibuk memikirkannya. Dengan perut buncitnya, kedatangan Rhea disambut hangat olehnya dan mempersilakan gadis itu untuk duduk. "Rhea, seluruh perusahaan tahu betapa cakap pekerjaanmu. Selama bekerja dengan Cavero, kamu banyak menghasilkan prestasi sekaligus melalui banyak kesulitan. Aku senang kamu menjadi bawahanku." Rhea hanya tersenyum sopan, menunggu pria itu melanjutkan. "Aku sudah mengatur dua artis baru untuk kamu tangani, bagaimana menurutmu?" Dia agak mengernyit. "Aku belum pernah ambil posisi sebagai manajer artis, takutnya aku nggak bisa melakukan dengan baik." "Ah, jangan meremehkan diri begitu. Siapa yang nggak tahu kalau Cavero bisa sebesar sekarang karenamu? Dia adalah kebanggaanmu. Jadi, aku percaya kamu pasti bisa!" Steve mencoba menggunakan pendekatan yang mendukung. "Tapi, aku lebih ahli untuk menjadi sutradara dan fotografer." Menyutradarai memang keahlian Rhea ketika fotografi adalah hobinya. Keduanya merupakan hal yang dia cintai. Selama ini, dia memang selalu sibuk mengurus Cavero dan jarang terlibat di bidang itu, tetapi keahliannya tidak hilang total. Apalagi, sejak dia berhenti menjadi manajer Cavero selama dua tahun terakhir, dia terlibat dalam pembuatan beberapa drama kecil dan tanggapannya cukup baik. "Nah, kebetulan banget," kata Steve, ekspresinya penuh pengertian. "Aku baru mengatur kru untuk dua pendatang baru ini. Mereka nggak punya banyak adegan, tapi sutradaranya adalah Heru Nadim yang terkenal. Ini adalah kesempatan langka untuk belajar." "Aku bisa atur kamu menjadi asisten sutradara, bagaimana?" Rhea masih diam. Dia ingin bilang kalau Steve terlalu naif. Steve mungkin menyadari bahwa ini agak berlebihan, sehingga dia segera memperbaiki ucapannya. "Ini mungkin agak sulit, tapi kalau magang dulu tentu nggak masalah. Sekarang, yang penting bagimu adalah belajar." Magang yang dimaksud adalah melakukan semua pekerjaan kasar dengan bayaran minim, menerima semua kesalahan, dan dimarahi habis-habisan. Namun, andai dia bisa menjalin hubungan baik dengan Heru melalui kesempatan ini, mungkin pekerjaan itu bukan hal yang buruk. Dia sedang mempertimbangkan, tetapi Steve mengira dia bersikap ragu-ragu. Melihat wajah Rhea yang sangat lelah, Steve pun berkata, "Jangan buru-buru menolak, mulai syutingnya masih lama. Bagaimana kalau aku kasih kamu cuti berbayar setengah bulan?" Rhea langsung memijat dahinya. Dia memang butuh istirahat. Setelah memikirkan situasinya saat ini, dia pun mengangguk. "Oke, aku akan memikirkannya beres berlibur …" Mungkin termasuk soal melatih pendatang baru. Namun, belum sempat selesai bicara, Steve lebih dulu menyela, "Bagus! Aku anggap kamu sudah setuju menjadi manajer dua artis baru ini. Rhea, kamu memang pengertian. Nggak heran Cavero bisa bekerja sama denganmu selama bertahun-tahun. Kamu …" Belum menyelesaikan bicaranya, Steve lebih dulu menyadari kesalahannya. "Ya ampun, mulutku! Ya sudah, kamu pulang dulu dan istirahat yang cukup. Setelah itu, kita buat fim yang lebih keren lagi!" Dengan terpaksa, Rhea menerima pekerjaan ini. Kalau dipikir lagi, sebenarnya tidak terlalu sulit. Dulu, saat Cavero baru debut, manajer yang ditugaskan padanya justru sibuk mengurus artis lain yang lebih terkenal. Jadi, hampir semua urusan Cavero ditangani Rhea sendiri. Meskipun Rhea bukan manajer resmi, dia telah menyelesaikan lebih banyak pekerjaan dari seorang manajer. Setelah Cavero mulai terkenal, dia pun memiliki alasan untuk meminta perusahaan mengangkat Rhea sebagai manajernya. Saat hendak melangkah keluar, dia samar-samar mendengar Steve bergumam, mestinya Yasa tidak akan marah lagi padanya. Rhea tidak terlalu jelas mendengarnya. Jadi, dia tidak terlalu memikirkannya. Sambil bersiap pulang menggunakan taksi, dia keluar dari gedung perusahaan dan mendapati Maybach hitam yang sering dikendarai Yasa. Sandi turun dari mobil, lalu melambaikan tangan padanya. Rhea pun membatalkan pesanan taksinya. "Eh, Pak Sandi. Kenapa kamu ada di sini?" "Pak Yasa mau mengajakmu makan malam, tapi dia mendadak ada rapat. Jadi, dia menyuruhku jemput kamu dulu." Dia mengangguk sebelum masuk ke mobil. Di kursi belakang, jas Yasa tampak terlipat rapi. Dia meraih jas itu, sontak teringat pada tatapan mata Yasa semalam yang penuh gairah. Rhea menarik tangannya bak sudah tersengat listrik. "Pak Sandi, apa Omku akhir-akhir ini sedang jatuh cinta?" "Apa?" Sandi benar-benar terkejut. Dia sampai terlonjak kaget. "Maaf, Non," balasnya usai jeda sebentar. "Nggak mungkin! Kalau matahari terbit dari barat, mungkin Pak Yasa baru jatuh cinta. Dari mana kamu dengar gosip itu?" Rhea mengerjapkan matanya sejenak. Dia tidak mungkin menceritakan kejadian semalam. "Rasanya, ada yang aneh sama Om Yasa. Kalau kamu yang tiap hari bersamanya saja nggak tahu, berarti firasatku salah." Sandi berpikir keras, coba mencari tahu apakah ada sesuatu yang terlewat olehnya. Dia pun tidak menyadari raut wajah Rhea yang sempat terlihat canggung. Rhea takut ditanya terlalu banyak, sehingga dia segera mengalihkan topik pembicaraan. Dia memutuskan untuk menyelidiki tentang ini seorang diri ketika dia punya waktu nanti. Mulut omnya seperti disegel dengan besi. Jadi, Rhea tidak berharap bisa mendapat jawaban darinya. Yasa menemaninya makan malam. Keduanya tampak akrab, seolah-olah kejadian ciuman paksa itu tidak pernah terjadi. Tentu saja, Rhea masih merasakan bingung di hatinya. Meskipun dia dan Yasa tidak punya hubungan darah. Rhea selalu menganggapnya seperti keluarga. Yasa menyadari suasana hati Rhea yang buruk. "Kalau capek banget, istirahat dulu beberapa hari. Baru pikirkan soal kerja lagi." Suaranya jernih dan tempo bicaranya pelan, sehingga terdengar begitu lembut dan menenangkan. Rhea mendongak. Terlepas dari yang sedang dia pikirkan, dia memaksakan senyum kecil. "Aku dikasih perusahaan supaya cuti setengah bulan. Jadi, aku berencana mengunjungi guruku dan istrinya besok." Gurunya adalah Galih Zulkarnain, seorang sutradara terkenal di kancah internasional. Dengan pengalaman bertahun-tahun di industri film, setiap karya yang dia hasilkan selalu meraih banyak penghargaan. Banyak sutradara ternama di industri ini berstatus sebagai muridnya, bahkan tidak terhitung lagi artis yang namanya melambung berkat bimbingannya. Galih sudah berusia 60-an tahn. Meskipun kehadirannya jarang terlihat di lokasi syuting dua tahun terakhir, pengaruhnya di industri film tetap begitu besar. Rhea adalah murid kesayangannya, sementara Cavero memulai debut sebagai pemeran pendukung di film Galih. Galih sangat menyukai semangat juang yang dimiliki keduanya. Rhea dan Cavero bertemu pertama kali di rumahnya. Dalam arti tertentu, dia dan istrinya dapat dianggap sebagai makcomblang mereka. Galih dan istrinya tidak memiliki anak. Setelah mengetahui Rhea dan Cavero adalah yatim piatu, mereka memperlakukan keduanya sebagaimana anak kandung. Saat Rhea dan Cavero menjalin cinta, Galih dan Ratna adalah dua sosok yang paling bahagia. Bagaimanapun juga, mereka merupakan saksi utama perjalanan cinta dan tumbuh kembang pasangan itu. Kini, setelah hubungan mereka berakhir, Galih dan Ratna pasti akan sangat kecewa. Namun, Rhea memilih untuk tidak menyembunyikan apa pun dari mereka. Keesokan paginya, Rhea pergi ke rumah Galih. "Rhea, sudah lama kamu nggak mengunjungi gurumu ini. Ratna membicarakanmu dan Cavero tiap hari, lho." Galih tersenyum lebar ketika membuka pintu dan melihat kehadiran Rhea, sehingga kerutan di wajahnya makin terlihat. Hari ini, dia mengenakan rompi wol, tampaknya dirajut sendiri oleh Ratna. Pria itu kelihatan penuh semangat. Kakek gemuk itu tersenyum ramah. Penampilannya sangat berbeda dengan dirinya yang serius dan tegas sewaktu bekerja di lokasi syuting. Rhea sangat menghormatinya. Dia tidak bisa menahan diri untuk ikut tersenyum ketika menangkap senyumannya. Lalu, dia merapatkan bibirnya, seperti sedang memikirkan sesuatu. "Apa Bu Ratna sedang ada di rumah? Selain berkunjung, ada sesuatu yang ingin aku sampaikan pada kalian." Senyum Galih memudar begitu mendengarnya. "Apa ini tentang kamu dan Cavero?"

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.