Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 10

Siena merasa sangat putus asa. Dia berusaha tersenyum sopan pada kepala pelayan, lalu berkata, "Tolong bilang saja kalau aku sedang tidur." Kepala pelayan itu menatapnya dengan ramah seraya berkata, "Saya sudah mengaktifkan pengeras suara di telepon ini, jadi Pak Zane bisa mendengarnya." Wajah Siena langsung berubah muram dan dengan berat hati, dia pun mengangkat telepon tersebut. "Ha ... halo?" "Bukannya kamu sedang tidur?" Suara pria di seberang terdengar dingin dan mencekam, seperti badai yang siap menerjang. Jantung Siena berdebar kencang, tetapi dia berusaha tetap tenang saat menjawab, "Aku baru saja bangun." "Huhu! Aku sudah di depan Kantor Catatan Sipil. Kamu di mana?" "Aku ... " "Aku beri waktu sepuluh menit. Kalau kamu nggak muncul juga, aku akan membunuhmu!" Pria itu berkata dengan nada santai, tetapi ancamannya terasa sangat nyata. Siena menggertakkan giginya, lalu berkata dengan susah payah, "Maaf, aku ... aku nggak bisa pergi ke sana." "Nggak bisa ke sini? Huh! Hanya orang yang nggak punya kaki yang nggak bisa datang ke sini!" Artinya, jika Siena tidak datang, dia harus siap kehilangan kakinya! Suara pria itu terdengar sangat menakutkan dan aura dinginnya pun bahkan terasa melalui telepon. Telapak tangan Siena berkeringat dan dia pun kembali berkata, "Sebenarnya ada sesuatu yang terjadi. Bagaimana kalau kamu pulang dulu dan kita bicarakan semuanya dengan kepala dingin?" "Katakan saja apa yang mau kamu katakan!" seru Zane. "Untuk saat ini, aku nggak bisa bercerai denganmu," ujar Siena dengan tegas. "Apa katamu?" teriak Zane dengan penuh amarah. Siena menatap surat perjanjian di tangannya, lalu memejamkan matanya sambil berkata, "Aku bilang, untuk saat ini aku nggak bisa bercerai denganmu!" "Sialan! Siena, tunggu aku di rumah dan jangan berani kabur!" Seketika itu juga, sambungan telepon itu langsung terputus. Siena pun terkulai lemas di sofa. Zane pasti berpikir bahwa dirinya memang sengaja mempermainkannya. Sekarang, pria itu pasti tidak akan melepaskannya! Bruk! Pintu kamar Siena didobrak dengan sangat keras. Sebelum Siena sempat bereaksi, Zane sudah berjalan menghampirinya dengan aura kemarahan yang sangat kuat. "Berani-beraninya kamu mempermainkanku!" Pria itu berteriak sambil meraih kerah baju Siena dengan kasar. Wajah tampannya menunjukkan senyuman sinis, tetapi sorot matanya tiba-tiba berubah menjadi sangat menakutkan. Siena menggelengkan kepalanya, lalu berusaha untuk menjelaskan. "Aku nggak bermaksud mempermainkanmu. Lihat ini dulu!" Namun, Zane menepis surat perjanjian yang disodorkan oleh Siena. "Jangan coba-coba menipuku! Sejak tadi aku sudah bertanya-tanya kenapa kamu ingin sekali bercerai denganku. Ternyata, semua itu hanya gertakan semata!" "Siena, kamu memang sangat hina!" Pria itu menatap Siena dengan penuh penghinaan, seakan-akan sedang melihat sampah. "Dengar baik-baik! Kamu tetap harus bercerai dariku meskipun kamu nggak mau melakukannya!" "Cukup!" Karena Siena merasa bahwa usahanya akan sia-sia, dia pun akhirnya menyerah dan berkata, "Siapa bilang aku nggak mau bercerai darimu? Aku sangat ingin bercerai darimu lebih dari siapa pun!" Namun, Zane hanya menyeringai sinis saat mendengar ucapan itu. Siena berusaha melepaskan tangan pria itu dari kerah bajunya, lalu mengambil surat perjanjian itu dan membentangkannya di depan Zane. "Kalau kamu berani menyelesaikan perjanjian ini, aku bisa langsung menceraikanmu sekarang juga!" Pandangan Zane pun akhirnya tertuju pada isi surat perjanjian tersebut. Seketika itu juga, dia langsung mengernyitkan dahinya dalam-dalam. Tatapan matanya yang tajam pun memancarkan kecurigaan dan ejekan. "Huh! Itu cuma surat perjanjian belaka! Apa kamu pikir surat itu benar-benar bisa mengikatku?" Setelah mengatakan hal tersebut, Zane langsung merobek surat perjanjian itu tepat di depan mata Siena. "Aku sudah meremehkan kelicikanmu. Kamu pikir kamu bisa punya anak dariku? Mustahil!" Siena menatapnya dengan tajam. Dalam hatinya, dia yakin dirinya tidak akan pernah mencintai pria ini! Pada saat itu, Nenek Safira tiba-tiba muncul di depan ruangan. Saat melihat potongan-potongan kertas yang berserakan di lantai, dia pun berkata dengan tenang, "Surat yang kamu sobek barusan cuma salinannya. Surat yang asli sudah ditandatangani dan disimpan oleh pengacaraku. Selain itu, surat itu berlaku selamanya." "Dalam surat perjanjian itu tertulis dengan jelas kalau kamu bisa bercerai dengan Siena setelah Siena melahirkan anakmu." "Jadi, kalau kalian berdua ingin bercerai, kalian harus memberiku cicit terlebih dahulu!" Zane tampak sangat marah mendengar ucapan Neneknya. Dia pun kembali menatap Siena dan berkata dengan nada penuh kebencian "Dasar licik! Beraninya kamu memanfaatkan Nenekku!" "Siena nggak bersalah! Sejak awal, semua ini adalah ideku!" ujar Nenek Safira dengan tegas. "Nenek, apa Nenek nggak tahu seberapa jahatnya orang-orang di dunia ini? Mungkin saja dia punya maksud buruk saat menyelamatkan Nenek waktu itu." Saat mendengar kata-kata Zane, Siena diam-diam mengepalkan tangannya. Hati kecilnya dipenuhi kekecewaan dan amarah, hingga tubuhnya yang kurus gemetar. Kemudian, Zane mengalihkan pandangannya ke arah Siena sambil tersenyum menyeringai. "Apa kamu pikir kamu bisa melahirkan anakku dan menggunakan anak itu untuk mengendalikan aku? Mimpi!" Setelah mengatakan hal tersebut, dia pun langsung pergi dengan penuh kemarahan. Mata Siena memerah, tetapi dia tidak menangis. Bibirnya mengerucut dan dia berdiri kaku di tempatnya seperti patung. Nenek Safira berjalan mendekat dan mengelus punggungnya dengan lembut. "Kalian berdua belum saling mengenal, makanya jadi seperti ini. Sejak kecil Zane memang keras kepala. Kalau sudah sayang sama seseorang, dia akan sangat menyayangi orang itu. Siena, kamu gadis yang baik. Aku yakin Zane pasti akan menyukaimu." Siena tetap diam dan merasa bahwa harapan Nenek Safira terlalu tinggi. Dari segi mana pun, Zane tidak akan pernah menyukainya. Malam harinya. Seorang pembantu keluarga Lucian mengantarnya ke sebuah paviliun kecil dua lantai. "Nona Siena, mulai sekarang Anda akan tinggal di sini." Paviliun kecil itu terpisah dari rumah utama dan pemandangan di sekitar cukup indah. Yang terpenting, tempat itu sangat tenang. Pembantu tersebut juga menjelaskan jika tidak ada perintah khusus, para pelayan tidak akan datang ke sana. Tempat tersebut persis seperti yang diinginkan Siena. Dia sangat menyukai ketenangan. Dia pun juga merasa sangat senang tinggal di paviliun kecil itu. Paling tidak, dia tidak perlu tinggal satu atap dengan Zane, si Raja Neraka! Kamar tidur utama tempat tersebut memiliki gaya minimalis dengan perpaduan warna hitam, putih, dan abu-abu, yang sesuai dengan selera Siena. Lemarinya pun sudah penuh dengan pakaian dan kamar mandinya telah dilengkapi dengan perlengkapan mandi baru. Nenek Safira membelikan semua barang-barang itu untuknya. Dia berpikir bahwa mulai sekarang, dia akan tinggal di tempat tersebut dengan tenang. Mungkin suatu saat nanti Nenek Safira akan berubah pikiran dan membatalkan perjanjian pernikahannya. Saat memikirkan kemungkinan tersebut, suasana hati Siena pun mulai membaik. Malam harinya, di Bar Moonshine. Finn merangkul dua wanita cantik, lalu menatap Zane dengan senyum mengejek. "Kudengar kamu sudah menikah." Zane langsung menatap tajam ke arah Alan yang duduk di sampingnya. Alan pun hanya bisa mengusap hidungnya dengan gugup dan menunduk. "Ckckck! Aku penasaran wanita seperti apa yang bisa membuatmu mau menikah secepat ini. Kapan-kapan bawa dia ke sini biar aku bisa kenalan dengannya." "Cukup!" ucap Zane dengan penuh kekesalan. "Haha! Kenapa? Apa kamu nggak mau?" tanya Finn sambil tertawa. Zane berdiri dengan kesal, lalu mengambil jas yang tergantung di sandaran kursi. "Aku pulang dulu." "Kamu mau pulang untuk menemani istrimu, ya? Ckckck! Ternyata kamu suami-suami takut istri! Kasihan sekali. Mungkin kamu nggak akan punya kesempatan untuk bermain lagi setelah menikah." "Tutup mulutmu!" sahut Zane sambil meneguk anggur. "Kalau saja dulu kamu nggak mengalami kejadian itu, mungkin kamu sudah menikah lebih dulu daripada diriku! Sekarang, beraninya kamu mengolok-olokku!" Finn menatap kepergian Zane sambil tersenyum tipis. Beberapa saat kemudian, dia tiba-tiba mendorong wanita-wanita di sampingnya menjauh. Tatapannya pun berubah menjadi sangat tajam dan penuh penghinaan saat dia berkata, "Pergi dari sini!" Saat ini, Zane agak mabuk. Alkohol yang sebelumnya tidak begitu terasa kini membuatnya pusing dan gelisah. Dia membuka kancing kemejanya dan menuangkan segelas air putih untuk dirinya sendiri. Kemudian, dia naik ke lantai atas dengan membawa gelas itu. Sesampainya di kamar tidur utama, dia mendengar suara air mengalir. Matanya langsung menyipit dan dia pun segera melangkah menuju kamar mandi. "Ah!"

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.