Bab 19
Setelah Hugo sampai di lantai bawah, dia membeli dua kaleng soda di sebuah toko kecil. Setelah kembali ke rumah, dia tidak melihat Winona.
Hugo merasa ada yang janggal.
Dia segera mencari Winona ke dalam kamar.
Ternyata, setengah tubuh Winona tampaknya tersangkut di bawah tempat tidur. Pinggul dan kaki panjangnya yang terus-menerus bergerak terlihat lucu dan menggemaskan.
Kakinya terus bergerak dan pinggulnya juga bergerak perlahan, berusaha mencari titik tumpu.
Pada saat yang sama, ada suara gadis yang terdengar lelah.
Dia tampaknya sedang berjuang untuk mencoba keluar dari sana.
Pemandangan ini membuat Hugo tertawa.
Tubuh Winona sangat proposional, untung saja dia tidak tersangkut waktu itu.
'Kamu mencoba lagi, itu bukannya sama saja dengan cari mati?'
"Master, kamu lagi apa sih?"
Hugo bersandar di pintu dan bertanya.
Winona terkejut mendengar suara itu dan mencoba untuk segera keluar.
Saat mencoba untuk keluar, kepala Winona membentur kolong tempat tidur, Brak!
Dia mengerang kesakitan, suaranya terdengar sedikit teredam di bawah tempat tidur.
Winona terus menggoyangkan pinggulnya sambil memohon, "Tolong, tolong aku tersangkut ..."
"Oh, tersangkut ya?!"
Hugo berjalan ke sisi tempat tidur dan berjongkok di samping kaki Winona.
"Apa ada monster di bawah tempat tidur ini? Apa kamu sudah digigit monster itu?"
Gadis di bawah tempat tidur itu tidak menjawab dan berusaha keluar dengan kekuatannya sendiri.
"Cepat ... bantu aku keluar. Aku mencium aroma berbekyu."
"Apa kamu masih berani mengeledah bawah tempat tidurku lagi lain kali?"
"… Aku nggak mengeledah, aku hanya penasaran."
"Masih keras kepala, ya."
Hugo bangkit dan duduk di tepi tempat tidur. Permukaan tempat tidur yang sedikit ditekan membuat gadis itu semakin meronta-ronta.
"Akh! Nggak! Aku nggak akan mengulangi lagi!"
Sebenarnya Hugo masih ingin menggoda Winona lagi, dia menunduk dan melihat kaki Winona yang ramping dan putih.
Pipi Hugo pun memerah.
"Kamu sudah tahu kalau itu salah, itu sudah bagus, jadi aku ..."
Hugo berjongkok, menangkap pergelangan kaki Winona dan berniat untuk menariknya keluar.
Winona tiba-tiba mengerang saat Hugo memegang pergelangan kakinya.
Suara ini membuat kedua orang itu terdiam.
"Kamu! Jangan pegang kakiku!"
"Ba... baiklah." Hugo sepertinya mengerti.
Lalu tangannya naik perlahan-lahan.
Memegang paha Winona.
"Kamu mau apa! Ka... kamu mengambil kesempatan dalam kesempitan ya!"
Tubuh Winona bergetar lagi, suaranya terdengar malu.
"Nggak! Terus, aku bisa tarik di bagian mana!"
Dalam keadaan terdesak, Hugo langsung meletakkan tangannya di tepi tempat tidur.
Dia akhirnya mendapat gagasan cemerlang. Hugo mengangkat tempat tidur kayu tebal peninggalan pemilik rumah ini dengan mudah.
"Cepat keluar."
Melihat gadis itu tampak sangat berantakan dan kotor, Hugo menghela napas dengan putus asa.
"Hhh …"
Winona segera menggeser tubuhnya sambil menahan malu.
"Aku mandi dulu …"
Setelah melemparkan kalimat itu, Winona langsung berlari menuju kamar mandi.
Hugo melihat barang-barangnya yang berserakan di bawah tempat tidur dan menghela napas.
"Sepertinya lain kali aku harus menyembunyikannya di tempat lain."
...
Awalnya Hugo pikir membeli berbekyu terlalu banyak akan terbuang sia-sia, tetapi ternyata porsi makan Winona memang seperti yang dia gambar-gemborkan sendiri.
Melihat Winona yang makan dengan mulut penuh minyak, Hugo tersenyum dan bertanya, "Apa kamu nggak takut gemuk?"
Winona menggeleng sambil mengunyah daging di mulutnya.
"Tubuhku pernah terinfeksi sewaktu aku kecil. Dahulu ketika Pak Carlos menyelamatkanku, aku meminta bantuan dari Necromancer dan membuat nutrisi dalam tubuhku menyusut dengan sangat cepat. Meskipun aku makan banyak sekarang, aku tidak akan gemuk."
Tampaknya ini bukan topik yang menyenangkan, sehingga Hugo tidak ingin berkomentar lagi.
Dia hanya duduk di depan gadis itu, melihatnya melahap habis semua makanan malam dengan sangat cepat.
Dia bersandar di kursi, terlihat belum kenyang dan sambil menepuk-nepuk perutnya yang sedikit membuncit.
Hugo tiba-tiba menyadari sesuatu
Samar-samar terlihat aura putih mengelilingi tubuh gadis itu.
"Sepertinya jiwa-jiwa itu juga kenyang. Mereka sangat puas dan memintaku menyampaikan terima kasih padamu."
Winona mengangkat kepalanya sedikit dan berkata kepada Hugo.
"Apa jiwa-jiwa itu juga suka makan berbekyu?"
Hugo terkekeh.
Winona menggelengkan kepalanya, "Mereka hanya menyerap nutrisiku."
"Klasifikasi kekuatan para pembangkit berbeda-beda. Misalnya, sebagian besar orang dari Asosiasi Kiamat adalah pengguna kekuatan psikis. Sementara, kematian diwakili oleh para pembangkit kekuatan jiwa."
"Tentu saja, ada banyak organisasi besar dengan anggota yang lebih beragam."
"Misalnya, salah satu dari empat organisasi besar yang bernama Para Pemberani. Organisasi mereka memiliki banyak anggota dan juga memiliki pembagian tugas yang jelas di dalamnya, sehingga dapat menangani berbagai kejadian yang berkaitan binatang buas."
Mendengar penjelasan Winona, Hugo kembali bertanya, "Kalau Parade Malam Siluman, bagaimana?"
Winona merasa sedikit canggung dan menggaruk kepalanya. Tubuhnya meringkuk di kursi, dia berkata dengan nada kurang percaya diri, "Saat ini Parade Malam Siluman sepertinya adalah organisasi dengan jumlah anggota yang paling sedikit. Hanya ada kamu, Carlos, aku, dan Pak Darren, serta satu pembangkit di lapangan. Jumlah total kita hanya lima orang ..."
Winona menatap Hugo cemas dan dengan ragu dia bertanya, "Apa kamu menyesal ... Organisasi lain menggunakan banyak sumber dayanya untuk melatih para pembangkit baru, tetapi Parade Malam Siluman saat ini tidak punya kemampuan itu."
Hugo menatap Winona dengan ekspresi serius. Tangannya menopang dagunya dengan tatapan penuh pertimbangan.
Winona terlihat semakin gelisah saat ditatap Hugo. Akhirnya, dia perlahan membenamkan wajahnya di antara lututnya dan suaranya terdengar muram.
"Kalau kamu menyesal dan ingin keluar, aku bisa membantumu untuk berbicara dengan Carlos dan yang lainnya. Aku juga bisa meninggalkan rumahmu sekarang."
Hugo tidak menjawab, dia perlahan berdiri dan berjalan ke sisi Winona.
Dia memegang tangan gadis itu dengan lembut, memaksanya untuk mengangkat kepala dan menatapnya.
"Aku sudah bilang kemarin, kamu tidak bisa melarikan diri. Kamu harus bertanggung jawab sampai akhir, karena kamu yang mulai duluan."
Kata-katanya penuh ketegasan yang tak bisa dibantah ini membuat suasana menjadi semakin canggung.
Winona menjawab pelan, "Baiklah, aku tahu …"
Winona sepertinya teringat sesuatu, dia bangkit dan berlari ke koper tuanya yang agak usang. Setelah mencari sebentar, dia menemukan sebuah jimat.
"Ini aku buat sendiri. Simbol di dalamnya juga aku gambar sendiri. Jimat ini adalah simbol meditasi pertama yang aku gambar. Saat itu aku masih kecil, mungkin nggak terlalu berguna... tapi aku hanya punya ini. Kamu mau?"
Dia melihat jimat yang dipegang dengan hati-hati oleh gadis. Jimat itu memang tidak terlihat bagus dan jelas sudah cukup tua.
Ketika membuat barang ini, Winona mungkin masih terlalu muda.
Namun, ini bukanlah hadiah yang tidak layak diberikan.
Sebaliknya, bisa dikatakan bahwa itu adalah niat yang paling berharga.
"Kalau kamu nggak mau, ya sudah."
"Berikan padaku sini."
Hugo tersenyum saat menerima jimat itu, kemudian mengenakannya di depan Winona.
"Benda ini nggak berharga... simbol di dalamnya pun nggak punya kekuatan. Kamu nggak perlu terlalu memikirkannya."
Winona berkata dengan hati-hati.
Hugo tersenyum sambil mengangkat tangan dan mengusap kepala Winona, "Nggak bisa dong! Jimat ini akan aku anggap sebagai tanda cinta yang kamu berikan kepadaku. Meskipun ini hanya sandiwara, tapi kita harus membuatnya terlihat nyata."
Melihat wajah Winona yang sedikit memerah, Hugo menambahkan satu kalimat lagi.
"Satu hal lagi! Jangan coba mengintip kolong tempat tidurku!"
...
Winona tetap menjaga jadwal tidurnya yang teratur, tidak lebih tidak kurang.
Hugo terkekeh melihat Winona yang mengenakan penutup mata.Dia tertidur dengan posisi yang manis di atas tempat tidur dengan mulut terbuka dan mengeluarkan air liur
"Memang enak kalau masih muda, bisa tidur dengan nyenyak."
Kemudian dia perlahan-lahan berjongkok di tepi tempat tidur, melihat tepi tempat tidur yang baru saja dia pegang.
Tempat tidur ini adalah barang lama yang ditinggalkan oleh pemilik rumah. Meskipun barang lama, tempat tidur dari kayu ini masih sangat kokoh.
Sangat berat.
Sekarang, tepi tempat tidur itu patah. Patahan itu menjadi penanda bagian tempat tidur yang dia angkat.
Dia memandangi tangannya sendiri dan bingung
Padahal dia sudah sangat hati-hati, tetapi tidak disangka dia masih gagal mengendalikan kekuatannya.
Dalam kehidupan sehari-hari mungkin tidak masalah, tetapi begitu harus mengerahkan tenaga, tubuh ini seperti keran yang tidak bisa diatur.
Lengah sedikit saja, kekuatannya akan lepas kendali.
Hugo kemudian pergi ke balkon, memandangi jalanan yang sepi dan kosong. Dia ingin mencoba sesuatu.
Dia ingin tahu sejauh mana dia bisa mengendalikan kekuatan ini sekarang.
Hugo menarik napas dalam-dalam. Dia mundur beberapa langkah, berlari dengan cepat dan menginjak pagar balkon.
Dia berniat menggunakan tenaga itu untuk melompat ke atas..
Sayang sekali, injakan ini langsung menghancurkan pagar balkon.
"Akh! Sialan!"
Tubuhnya juga langsung jatuh ke lantai bawah.
Brak!
Tubuh Hugo menghantam tanah dengan keras mengakibatkan adanya sebuah cekungan di permukaan semen.
Sekarang sudah larut malam, suara ini membuat banyak rumah menyalakan lampu.
Hugo tahu situasinya buruk dan buru-buru bangkit dari lubang itu.
Dia sekarang harus pergi dari sini dan secepat kilat meninggalkan tempat kejadian.
Namun, dia berlari terlalu cepat.
Hugo mengira, dia berberhasil menahan kekuatannya. Sayangnya, kecepatan berlarinya masih sama dengan laju sebuah mobil.
Dia belum mengeluarkan semua kekuatannya.
Jika tidak dibatasi, kekuatan itu akan semakin dahsyat dan tak terkendali.
Dia mulai berusaha mengendalikan tubuhnya dan sebuah rangka tulang tiba-tiba muncul menutupi tubuhnya.
Setiap langkahnya menjadi semakin berat, setiap pijakan meninggalkan bekas cekungan di tanah.
Sayangnya, kecepatannya tetap tidak berkurang sedikit pun.
Hingga akhirnya, kerangka tulang itu menutupi kepala Hugo dan cahaya biru berkilau dari matanya.
Hugo tiba-tiba melompat ke depan gedung apartemen.
Lompatan ini, ternyata langsung membuatnya melompati lantai pertama apartemen.
Cahaya bulan menyinari kerangka berwarna putih tulang, memantulkan kilauan yang menakutkan.
"Hahahahahaha!!"
Hugo tertawa dengan terbahak-bahak. Perasaan ini, sungguh membuatnya senang.
...
Carlos merasa bahwa membiarkan Winona menemani Hugo itu bukan sebuah masalah.
Meskipun Pak Darren meragukannya, Carlos selalu percaya pada intuisinya sendiri.
Berkat intuisi luar biasanya ini, dia menyelamatkan seorang gadis kecil yang terjebak di reruntuhan.
Jika tidak ada Hugo, Winona mungkin sekarang sudah mati.
Dia takut akan terjadi suatu hal yang membahayakan lagi, dia memutuskan untuk percaya bahwa Hugo dapat menahan kekuatan binatang itu.
Saat berjalan di tengah malam, dia tiba-tiba merasakan gelombang kekuatan yang memancar dahsyat.
Aura ini berasal dari Monster, seolah-olah mengumumkan kepada dunia betapa kuatnya dirinya.
Tanpa ada upaya untuk menyembunyikannya.
"Sialan." Carlos menarik tepi topinya, melihat ke kiri dan ke kanan. Setelah memastikan tidak ada orang di sekitarnya, dia menengok ke kanan dan ke kiri.
"Jangan sampai tertangkap orang lain sebelum aku menemukannya."
Setelah dia selesai mengatakan itu, tubuh Carlos berkelebat seperti bayangan hantu dan menghilang di jalanan yang sunyi.
....
Hugo berdiri di atap gedung apartemen dan terus melompat tinggi. Ekor yang terbentuk di tulang ekornya berayun di udara.
Saat lompatannya tidak cukup tinggi, dia pasti akan menghancurkan kaca untuk berpijak.
Akhirnya, dia berhasil sampai dipuncak menara televisi dengan satu tangan dan bergelantungan di sana.
Melihat seluruh Kota Luminara, Raksasa Kerangka mengeluarkan raungan penuh dengan kegembiraan.
Raungan Kerangka ini menggema di langit malam Kota Luminara.
Sementara itu, raungan ini juga mengganggu para pembangkit yang berada di balik bayangan.
"Aura ini ... adalah orang yang terinfeksi?"
"Bukan! Aura ini... bukan dari monster biasa!"
Malam itu, hampir semua para pembangkit dari berbagai macam organisasi mencari monster yang tidak dikenal ini.
Sayangnya, aura makhluk ini tidak bertahan lama dan langsung menghilang tanpa jejak.
Hugo yang telah mendapatkan kembali tubuhnya duduk termenung di atas menara televisi.
Carlos tiba-tiba sudah ada di sampingnya, entah sejak kapan.
"Dasar anak nakal, kamu benar-benar bikin orang khawatir."
Carlos mengisap rokok sambil melihat Hugo, lalu berkata.
"Aku tetap belum bisa mengontrol kekuatanku. Jika berubah sepenuhnya menjadi kerangka, rasanya aku bukan lagi diriku sendiri."
Hugo berkata dengan tenang.
Carlos menatapnya penuh waspada. Sebelum Hugo kembali ke wujud manusianya, tangannya akan tetap siap menembak.
"Hei, Nak!"
Carlos dengan hati-hati berjalan ke belakang Hugo.
"Mulai besok, selain mengerjakan tugas kuliah, kamu harus ikuti aku. Aku akan melatihmu untuk mengendalikan kekuatan ini dengan baik."