Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 9

Waktu berlalu dengan cepat dan tiba saatnya masuk sekolah. Keluarga Amarta telah memberikan sebuah mobil serta seorang supir untuk setiap anak sebelumnya, khusus untuk antar jemput ke sekolah. Oleh karena itu, Amel juga mengusulkan kepada Carlo agar memberikan sopir serta mobil kepada Alice saat sarapan. Namun, usulannya langsung ditentang oleh Nenek Dela. "Kita bahkan belum tahu hasil ujian masuknya, untuk apa terburu-buru?" Amel dibuat terdiam dan alisnya terkulai. Dia melirik Carlo sesekali, berharap Carlo dapat membantunya bicara. Namun, Carlo malah pura-pura tidak melihat. Carlo merasa yang dikatakan ibunya benar. Alice mengikuti ujian masuk sekolah yang hasilnya pasti akan gagal. Jadi, tidak perlu berlebihan untuk mengantarnya agar tidak menjadi lelucon bagi orang lain. Pada akhirnya, keluarga Amarta yang akan merasa malu. "Alice, kamu naik mobilku saja," ujar Silvi penuh perhatian. "Nggak perlu, ada mobil yang menjemputku," tolak Alice. Antusiasme Silvi dibalas dengan sikap dingin, itu membuatnya agak ragu. Namun, demi menjaga citranya, Silvi mengeluarkan sebuah tas berkas dan memberikannya kepada Alice. "Ini kertas ujian yang sebelumnya dikerjakan oleh Kak Luca. Dia adalah bintang kelas di Veritas. Kamu boleh membacanya, mungkin saja akan membantu ujian masukmu," tutur Silvi. Tindakan Silvi terlihat pengertian dan baik hati bagi orang lain. Alice meletakkan peralatan makan, lalu mendadak berdiri dan berjalan pergi. Dia bahkan tidak melirik tas berkas yang dipegang oleh Silvi. "Sikap macam apa ini? Orang yang tumbuh besar di daerah gunung terpencil memang nggak punya sopan santun!" seru Nenek Dela dengan tidak senang sambil memukul meja. "Alice, kamu jangan marah. Kamu bisa naik mobilku, nggak perlu naik taksi," ujar Silvi. Silvi segera meletakkan peralatan makan dan mengejar Alice lebih dulu sebelum Amel melakukannya. Silvi menampilkan citra pengertian, patuh, dan memikirkan orang lain dengan sangat baik. Namun, saat Silvi mengejar sampai ke luar, Alice telah naik ke sebuah mobil sedan hitam versi panjang. Lambang mobil itu … Lincoln! Mobil itu telah menghilang di tikungan sebelum Silvi sempat melihat nomor plat lengkapnya. Sederhananya, kedudukan keluarga Amarta di Kota Binsar adalah keluarga kaya. Namun, sebenarnya mereka hanya termasuk dalam pinggiran keluarga kaya. Mobil yang diberikan kepada anak-anak hanya mobil BMW senilai ratusan juta. Bagaimana Alice bisa memiliki uang untuk memesan mobil pribadi yang begitu mewah? Benar, bagi Silvi, mobil yang dinaiki Alice pasti mobil yang dia pesan secara online. Jika tidak, bagaimana mungkin seorang gadis kampungan yang baru keluar dari daerah gunung terpencil bisa mengenal teman yang mengendarai mobil mewah di Kota Binsar? Itu bahkan mobil Lincoln versi panjang yang belum pernah di naiki oleh Silvi! Apakah dia telah berhasil menggoda seseorang yang kaya raya dan menjadi pelakor? Jika benar begitu, itu sungguh bagus! Ketika Silvi sedang menebak-nebak, sebuah mobil Ferrari merah berhenti di depannya. Pintu mobil terbuka, memperlihatkan kaki panjang yang mengenakan sepatu kulit putih dan celana panjang putih ketat yang menyentuh lantai. Kemudian, seorang pria muda turun dari mobil. "Permisi. Izin bertanya, apa rumahmu kedatangan seorang gadis beberapa hari yang lalu?" Silvi tersadar, lalu menatap pria yang berada di hadapannya. Dia terkejut dan berkata, "Pak Desta?" "Kamu mengenalku?" tanya Desta dengan terkejut. Desta masuk militer pada usia empat belas tahun dan sangat jarang berada di Kota Binsar. Dia juga tidak ingat pernah bertemu dengan gadis ini. Mungkinkah dia gadis yang menyelamatkan bosnya waktu itu? "Ya, aku pernah bertemu denganmu sebelumnya," ujar Silvi sambil mengangguk. Salah satu dari Empat Keluarga Besar, putra sulung keluarga Maven, Desta. Silvi pernah melihat fotonya sebelumnya. "Penglihatanmu sungguh hebat. Aku merias wajahku sedemikian rupa waktu itu, kamu bahkan bisa mengenaliku," ucap Desta. Desta teringat saat turun dari helikopter waktu itu, dia hanya melihat punggung gadis tersebut. Tinggi badan dan bentuk tubuhnya sepertinya mirip dengan gadis di hadapannya. Meskipun penampilannya biasa-biasa saja, Silvi masih tergolong sepadan dengan keindahan yang luar biasa dari bosnya. Seharusnya tidak salah. "Waktu itu?" tanya Silvi curiga. Silvi segera menyadari bahwa Desta sepertinya salah mengenali orang, tetapi dia tetap mempertahankan senyum manis dan diam. "Terima kasih telah menyelamatkan bos kami. Bos memintaku untuk mengembalikan ini padamu," ujar Desta sambil memberikan potongan kain yang sudah dicuci bersih kepada Silvi. Bos? Orang yang bisa dipanggil bos oleh Desta bukankah hanya orang-orang keluarga Cavali yang memimpin Empat Keluarga Besar?

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.