Bab 3
Suasana di ruang tamu mendadak menjadi sunyi senyap, tidak ada yang menyangka Kris bersikap setegas ini.
Namun, Fara sama sekali tidak merasa tersentuh saat menatap pria yang mati-matian membelanya itu.
Keseriusan putranya akhirnya membuat Raya mengalah, dia pun berujar menengahi, "Sudah, sudah, ayo makan dulu."
Di meja makan, hanya terdengar suara sendok dan garpu yang berdenting mengenai piring. Dengkusan dingin Raya juga sesekali terdengar.
Tangan Fara yang sedang memegang sendok sontak mematung.
Dia tahu itu adalah pertanda Raya hendak mengomelinya.
Benar saja. Detik berikutnya, Raya meletakkan sendok dan garpunya.
"Kami nggak akan ikut campur soal yang lain, tapi setidaknya kamu bisa memberikan kami seorang cucu, 'kan?"
"Kalian nggak boleh main memutus garis keturunan keluarga ini!"
Kris pun segera meletakkan sendok dan garpunya. "Sudah kubilang kalau Fara takut sakit! Nggak akan kubiarkan dia kesakitan gara-gara aku! Lebih baik aku nggak usah punya anak sekalian!"
Mana mungkin Danar dan Raya masih bisa makan dengan tenang setelah mendengar hal seperti itu?
Di saat mereka hendak bertengkar lagi, Fara mendadak buka suara, "Tolong tunggu setengah bulan lagi, Ayah, Ibu. Setengah bulan lagi kalian akan punya cucu."
Semua orang refleks menatap Fara dengan bingung.
"Fara?" panggil Kris sambil menggenggam tangan Fara. "Kita 'kan sudah sepakat nggak punya anak? Kamu nggak perlu menderita gara-gara aku."
Fara menatap ekspresi serius Kris, lalu tersenyum kecil.
Barusan dia memang bilang kedua orang tua Kris akan punya cucu, tetapi dia tidak mengatakan bahwa dialah yang akan melahirkannya.
Setengah bulan lagi, Fara akan pergi ke luar negeri. Kris begitu menyukai Aleya dan mereka bisa melakukannya berkali-kali setiap hari, jadi wajar saja jika suatu saat nanti Aleya hamil anak Kris.
Fara pun berujar sambil tersenyum, "Ini 'kan keinginan orang tuamu, tentu saja harus kita penuhi."
Entah kenapa, sikap Fara yang begitu pengertian membuat Kris merasa gelisah.
Dia merasa sangat aneh dengan sikap Fara yang seperti ini.
Ekspresi Danar dan Raya yang semula tampak kesal pun berubah dipenuhi senyuman. "Gitu, dong."
Kris yang merasa curiga pun hendak bertanya lagi, tetapi ponselnya mendadak bergetar. Dia melirik layar ponselnya dan ekspresinya sontak berubah sedikit.
Fara yang duduk di dekat Kris bisa langsung melihat bahwa Aleya mengirimkan sebuah pesan kepada Kris.
"Kak Kris, ada seorang pria yang menyukaiku dan meminta nomorku. Menurutmu, aku kasih saja atau nggak?"
Fara pun menghitung dalam hatinya. Satu, dua, tiga ....
Pada detik ketiga, Kris bangkit berdiri sambil berkata, "Maaf, Fara, aku pergi dulu. Ada urusan di perusahaan. Kamu makan saja tenang-tenang di sini. Nanti kujemput kalau urusanku sudah selesai."
Setelah itu, Kris bergegas berjalan pergi tanpa menunggu jawaban dari Fara ataupun mengambil mantelnya.
Begitu Kris pergi, Danar dan Raya sontak mulai mengkritik dan menyalahkan Fara.
"Kamu, ya. Padahal sudah lama menikah, tapi belum juga punya anak. Apa kamu nggak malu?"
"Kamu dari keluarga yang miskin dan anak yatim piatu. Apa kamu pikir bisa menjadi istri Kris kalau bukan karena dia yang menyukaimu? Menikahimu itu sama saja dengan mendatangkan bencana tujuh turunan!"
"Kenapa juga matamu berkaca-kaca begitu! Jangan kamu pikir nanti bisa mengadu ke Kris, ya! Mana ada menantu perempuan yang nggak pernah kena marah? Anakku sangat sibuk, jangan pikir kamu berhak mengganggunya gara-gara masalah sesepele ini!"
Fara terus dimarahi selama lima jam, dari sore hingga malam.
Malam harinya, Kris akhirnya menjemput Fara.
Mobil Kris melaju dengan tenang di sepanjang perjalanan pulang. Fara pun tiba-tiba bertanya, "Urusan kantormu sudah beres?"
Kris sontak tertegun sebentar, lalu menjawab dengan suara lembut, "Ya, sudah."
Jemari Kris sambil perlahan mengetuk-ngetuk kemudi.
Itu adalah kebiasaan Kris apabila suasana hatinya sedang baik.
Sepertinya karena Fara lama sekali hanya diam, Kris pun baru menyadari sesuatu dan akhirnya bertanya, "Orang tuaku nggak mempersulitmu setelah aku pergi, 'kan?"
Fara hendak menjawab saat mendadak melihat sepasang stoking bermotif polkadot yang sudah robek di bawah kursi penumpang.
Fara tahu Kris pergi untuk menemui Aleya, tetapi dia tidak menyangka mereka berdua akan ....
Selama lima tahun pernikahan mereka, Fara memang sangat konservatif dalam urusan ranjang.
Fara takut Kris akan merasa bosan, jadi dia pernah bertanya dengan malu-malu apa perlu mereka berganti posisi.
Namun, Kris balas memeluk Fara sambil tersenyum dan berulang kali menciumi istrinya. "Sayang, hanya kamu yang kucintai. Sekalipun kamu mengenakan pakaian yang compang-camping, tetap saja aku akan tergoda. Kamu nggak perlu memaksakan diri melakukan hal-hal yang nggak kamu sukai demi aku. Orang yang mencintaimu pasti akan selalu tergoda olehmu."
Nyatanya, pria yang awalnya begitu tulus kepada Fara itu justru malah bersenang-senang dengan wanita lain di belakangnya.
"Menurutmu?" Fara balas bertanya dengan mata yang berkaca-kaca.
Kris tidak tahu bahwa Fara sudah tahu tentang perselingkuhannya dengan Aleya. Dia pikir Fara menangis karena disakiti oleh kedua orang tuanya.
Kris pun langsung menginjak rem mobil, lalu memeluk Fara dan berujar menenangkannya, "Maaf, Fara, aku yang salah. Nggak seharusnya aku meninggalkanmu begitu. Aku janji nggak akan membiarkan mereka menyakitimu seperti ini lagi."
Fara yang dipeluk erat oleh Kris merasa tercekik.
Dia akhirnya mendorong Kris menjauh sambil menahan air matanya.
"Sudah, menyetir saja."
Bagaimanapun juga, sudah tidak ada masa depan lagi bagi hubungan mereka.