Bab 5
Ekspresi Jason pun menjadi agak tidak enak dilihat. Dia terdiam sesaat, lalu menggelengkan kepalanya dan menjawab, "Nggak."
"Berarti ...."
Sorot tatapan Winda pun langsung menyorotkan ingin bergosip.
Dia ingin tahu bagaimana cucu menantunya bisa masuk ke dalam mobil cucunya dan berhasil membujuk cucunya ini untuk mengurus buku nikah.
"Dia mendengar ucapanku dengan Nenek di telepon, terus ... ya, begitu."
Winda sontak tertegun.
Dia sama sekali tidak menyangka akan ada kejadian seperti ini.
Beberapa saat kemudian, Winda pun tersadar dari keterkejutannya. Dia bertanya lagi kepada Jason, "Terus, kamu benar-benar menurut?"
Ekspresi Jason menjadi makin tidak enak dilihat.
Dia sebenarnya tidak mau, tetapi Alena mendengar semua ucapannya.
Jason sendiri yang bilang bukan tipe orang yang ingkar janji.
Alena juga dengan riang mengajak Jason untuk mengurus buku nikah mereka, bahkan Alena bilang dia juga sedang menunggu calon suaminya turun dari langit.
Sekarang, Jason jadi merasa sangat kesal. Bisa-bisanya dia menurut begitu saja kepada seorang gadis asing yang aneh!
"Nenek, tentu saja aku nggak boleh ingkar janji."
"Hahaha!"
Nenek Winda langsung tertawa dengan puas.
Dia tertawa hingga terbahak-bahak dan tidak memedulikan citranya.
"Ya ampun, lucu sekali! Ternyata ada hari seperti ini juga menimpamu, ya, Jason! Padahal kamu selalu menolak menghadiri kencan buta dan bertengkar dengan Nenek, tapi sekarang kamu kena karmanya! Tahu-tahu kamu sudah sah menikah saja! Kamu, si bujang tua yang nggak punya pacar ini, sekarang sudah punya istri!"
Jason balas memelototi neneknya dengan jengkel.
Alasan pertamanya adalah karena dia menepati janji, sementara alasan keduanya adalah karena dia punya dendam dengan neneknya.
Dendam itulah yang membuatnya jadi punya istri.
"Terus, mana istrimu? Kalian 'kan sudah resmi menikah, masa dia nggak ikut pulang denganmu?"
Setelah puas tertawa, Winda menjadi sangat penasaran dengan cucu menantunya.
"Dia langsung pergi setelah dapat buku nikahnya," jawab Jason sambil cemberut.
"Dia nggak tanya kamu dari keluarga mana? Tinggal di mana?"
"Nggak."
Jason sontak teringat akan sikap Alena. Wanita itu terlihat seperti sedang menunggu di Kantor Catatan Sipil, bahkan sengaja menarik perhatian Jason.
Setelah menerima buku nikah mereka, Alena langsung berlari pergi seolah-olah misinya akhirnya selesai. Dia tidak peduli siapa yang dia nikahi, yang penting buku nikah itu sudah dia dapatkan.
Jason mendadak merasa kesal.
Winda terdiam sesaat, lalu bertanya lagi, "Dia tinggal di mana?"
"Nggak tahu."
"Astaga, kalian berdua benar-benar nikah kilat, ya!"
Winda pun menatap foto cucu menantunya yang ada di buku nikah selama beberapa saat, lalu akhirnya berkata, "Wajah istrimu terlihat serasi sekali denganmu. Matanya besar dan jernih, terlihat sangat cerdas. Dia membuat semua orang yang melihatnya merasa senang."
"Alena Rajaswa .... Namanya juga bagus sekali, terdengar anggun dan bermartabat. Yang penting tahu namanya, jadi sekarang Nenek bisa mencari tahu soal dia. Eh, nggak, nggak boleh Nenek. Biar kamu saja yang cari tahu. Dia 'kan istrimu, sudah sewajarnya kamu paham soal dia."
Winda awalnya berencana menyuruh orang untuk menyelidiki Alena, tetapi setelah dipikir-pikir lagi, dia mengurungkan niatnya. Lebih baik Jason saja yang mencari tahu soal Alena agar perlahan-lahan lebih mengenal Alena.
Buku itu 'kan harus dibaca dari awal biar paham isinya seperti apa.
"Nggak usah dipahami atau semacamnya, ujung-ujungnya juga kami bakal cerai."
Jason mengambil kembali buku nikahnya dari neneknya dan memasukkannya ke dalam saku celananya, lalu bangkit berdiri dan berjalan kembali ke mejanya. Dia duduk di sana, lalu berkata kepada neneknya, "Nenek sudah puas 'kan sekarang? Nggak usah mendesakku menikah lagi, silakan ganti target Nenek."
"Berani-beraninya kamu mau cerai? Pokoknya kamu nggak boleh cerai sebelum satu tahun menikah!"
Winda bertekad akan memberikan waktu selama satu tahun agar Jason dan istri barunya bisa saling mengenal. Jika ada rasa ketertarikan muncul dalam hati mereka berdua, pernikahan mereka akan bertahan lebih lama dan tidak akan ribut minta cerai. Dengan begitu, masa muda mereka berdua juga tidak akan terbuang percuma.
"Kapan kamu mau mengumumkan kalau kamu sudah menikah?"
"Untuk apa diumumkan? Masa mau dikerubungi awak media?" Sebagai seorang suami, Jason hanya tahu bahwa nama istrinya adalah Alena Rajaswa. Mereka bahkan tidak punya hubungan apa-apa, jadi apanya yang mau diumumkan?
"Maksudmu, kamu mau merahasiakan pernikahanmu?" tanya Winda sambil tersenyum. "Yah, terserah kamu juga sih. Walaupun kalian nikah kilat, tetap saja kalian ditakdirkan bersama. Jodoh itu nggak bakal ke mana, ujung-ujungnya pasti ketemu lagi. Nenek ingin lihat berapa lama kamu bisa tetap merahasiakan pernikahanmu ini."
Winda pun mengambil gelas air hangatnya dan menyesapnya, lalu meletakkan cangkirnya dan bangkit berdiri sambil berkata, "Nah, silakan kamu lanjut bekerja. Nenek pergi dulu."
"Hati-hati di jalan, Nek," kata Jason bahkan tanpa menengadah.
Hari sudah siang, jadi beberapa saat kemudian, jam pulang kerja pun tiba.
Rumah Jason berjarak sekitar 20 menit dari perusahaan dengan mobil. Jason biasanya tidak makan di rumah, melainkan di Hotel Makmur yang hanya berjarak lima menit dari perusahaan dengan mobil. Hotel Makmur adalah hotel paling berbintang di Kota Dastan.
Sopir dan empat orang pengawal Jason sudah menunggunya di lantai pertama gedung perusahaan.
Begitu melihat Jason keluar dari lift khusus CEO, si sopir bergegas melangkah maju dan menyambutnya.
Jason tahu sopirnya itu hendak mengatakan sesuatu.
Dia melirik ke arah si sopir sambil terus berjalan keluar.
Sopir itu menyusul Jason, lalu berbisik, "Pak Jason, istri Pak Jason ada di sini. Dia sedang menunggu di depan pintu perusahaan."
Langkah Jason pun mendadak berhenti.
Dia mengernyit menatap sopirnya dengan tajam dan dingin.
Sopir itu sontak ketakutan. Bukan dia yang meminta istri Jason ke sini, jadi kenapa Jason menatapnya dengan begitu sengit?
Setelah Jason dan Alena menerima buku nikah mereka, sopir itulah satu-satunya orang yang pernah melihat istri Jason. Bahkan pengawal pribadi Jason saja belum melihat sosok Alena. Itu sebabnya sopir itu terpaksa menunggu Jason di sini agar dia bisa segera memberi tahu Jason.
"Untuk apa dia ke sini?"
Jason bertanya dengan dingin.
"Bagaimana dia bisa tahu aku di sini?"
Dia dan Alena tidak saling bertanya tentang kehidupan satu sama lain, jadi kenapa Alena bisa-bisanya datang ke perusahaan?
Sopir itu menggelengkan kepalanya. "Entahlah. Istri Pak Jason mengendarai mobil yang sama seperti tadi pagi dan sekarang diparkir di depan perusahaan. Setelah turun dari mobil, dia duduk di kap mobil dengan tangan dimasukkan ke dalam saku celananya. Dia terlihat santai dan terus memandangi gedung ini. Kupikir dia sedang menunggu Pak Jason."
Jason mengernyit lagi.
Entah kenapa dia mendadak merasa menyesal.
Dia menyesal sudah menikah kilat dengan seorang gadis asing.
Jason tidak tahu apa-apa tentang Alena.
Jason yang terbiasa mendominasi segalanya pun tidak menyukai perasaan ini.
Jason berpikir sejenak, lalu berkata kepada sopirnya dengan dingin, "Nanti kita langsung pergi saja setelah keluar, nggak usah mengacuhkannya."
Jason tidak ingin semua orang tahu bahwa wanita yang menunggu di depan pintu perusahaan adalah istrinya.
Si sopir pun terdiam.
Jason memelototi sopirnya.
Sopir itu sontak merasa takut, dia segera menjawab dengan hormat, "Baik, Pak."
Jason pun melangkah keluar.
Keempat pengawal itu berjalan mengikuti Jason.
Sementara si sopir mengelap keringatnya, lalu bergegas menyusul Jason.
Alena memang sedang menunggu di depan pintu gedung Grup Pramana, tetapi dia tidak sedang menunggu Jason. Dia bahkan tidak tahu Jason adalah CEO Grup Pramana. Sewaktu pulang tadi, Feli meneleponnya.
Bibi Siana memberi tahu Feli bahwa Alena sedang ada di kota, jadi Feli menelepon Alena dan mengajak Alena makan siang bersama.
Kebetulan sekali, Feli ternyata bekerja di Grup Pramana.
Itu sebabnya Alena ada di depan pintu gedung Grup Pramana.