Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 8

Dia menunjukkan ketidaksenangannya terhadap Everly melalui tindakannya. Sekarang, Everly tinggal di rumah keluarga Howard. Ayah mertuanya sudah tidak menyukainya dan suaminya juga memperlakukannya seperti tidak ada. Dia menghela napas lelah dan kembali ke kamar pengantin. Ruangan itu dipenuhi dengan dekorasi merah yang terasa seperti ejekan di mata Everly. Dia merapikan sofa, tidak menyentuh barang-barang lain di kamar, dan langsung berbaring di atas sofa sambil menutup mata. William kembali ke kamar tidur. Istrinya, Adelle, sudah berbaring di bawah selimut, sementara William berkata, "Adelle, kamu temani Everly, ya. Ini hari pertamanya menikah, tapi Edbert malah memperlakukannya dengan dingin. Kalau ini sampai terdengar keluar, mereka akan berpikir kalau keluarga Howard nggak tahu cara bersikap." Adelle sendiri tidak puas dengan pernikahan ini. Saat itu dia menolak, tetapi tidak ada satu orang pun di keluarga ini yang mendengarkannya. "Nggak mau. Dia bahkan nggak bisa mempertahankan prianya sendiri." "Adelle, kamu itu kakak iparnya dan nyonya keluarga Howard. Secara emosional dan logis, kamu yang paling cocok menemaninya." "Dia berani jadi menantu keluarga ini dengan muka tebal. Menurutmu dia pantas?" Adelle mematikan lampu meja. "Tidur." Malam itu, Edbert mengemudi ke Vila Yaros. Vila Yaros adalah "rumah" yang sebenarnya baginya. Biasanya dia tinggal sendirian di Vila Yaros dan tidak pernah tinggal di rumah lama lebih dari sepuluh hari dalam setahun. Dia tidak nyaman tinggal di rumah lama, jadi dia kembali ke rumahnya sendiri. Setelah memarkir mobilnya, dia sadar ada seorang wanita mabuk yang duduk di depan pintu, memegang botol bir sambil menatap cahaya lampu yang mengarah ke arahnya dengan tatapan kosong. Edbert mematikan lampu mobil dan turun dari mobil. Dia mendekati pintu. "Kenapa kamu di sini?" Rumiko menatapnya. Ingin berbicara, tetapi air mata mengalir terlebih dulu. "Kenapa, kenapa harus menikahinya?" Air matanya mengalir dari sudut matanya ke ujung hidungnya. Matanya yang merah memperlihatkan kalau dia sudah lama menangis. Rumiko mengenakan gaun merah dan duduk menghalangi pintu rumah Edbert. Dia bertanya dengan hati-hati, "Edbert, ayo kasih tahu aku." Dia menangis sampai tidak bertenaga seolah semua kekuatannya hilang dan bahkan tidak bisa berdiri lagi. Edbert berkata, "Kamu mabuk." "Nggak! Edbert, kamu tahu perasaanku. Aku menyukaimu selama 15 tahun. Aku adalah wanita yang paling lama bersamamu. Aku pikir kalau kamu akan menikah, kamu pasti akan menikah denganku, tapi kenapa dia? Apa cuma karena dia lebih muda dariku?" Edbert naik ke tangga, membungkuk dan menggendongnya, lalu membawanya masuk ke Vila Yaros. Rumiko masih terus berbicara, "Kamu bukan orang seperti itu. Kasih tahu aku kenapa kamu menikahinya? Kamu pasti nggak mencintainya, kamu mencintaiku, 'kan?" Edbert meletakkannya di sofa. "Pergilah setelah sadar dari mabukmu." "Nggak mau!" "Tebakanku benar, 'kan? Makanya kamu berusaha menghindar? Edbert, kalau kamu mencintainya, kamu nggak akan ada di sini sendirian di malam pertamamu. Kalau kamu mencintainya, kamu nggak akan membawanya ke rumah lama, tapi ke sini." Rumiko menangis dengan hati yang hancur. "Aku sudah menunggumu selama 15 tahun, aku tahu kamu, cuma wanita yang bisa tinggal di Vila Yarosmu yang benar-benar kamu akui. Edbert, wanita itu aku, 'kan? Tapi kenapa kamu malah menikahinya? Siapa dia sebenarnya? Kenapa dia tiba-tiba masuk dan merusak hubungan kita?" Sejak Rumiko tahu kalau Edbert akan menikah, ayahnya menguncinya di rumah karena takut putrinya membuat keributan di pernikahan itu dan baru melepaskannya di malam hari. Rumiko tidak bisa menerima pria yang dicintainya menikahi orang lain. Edbert melihat wanita yang menangis tidak berdaya di samping kakinya. Dia tidak bisa menjawab semua pertanyaan Rumiko. Akhirnya, dia menelepon anggota keluarga Gupta, "Dia ada di tempatku dan lagi mabuk, jadi jemput dia di sini."

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.