Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 8

Setelah meninggalkan kafe. Arman menaiki Maybach miliknya menuju kompleks Vila Tirta Permai. Melihat vila yang sudah familier di depannya, Arman tidak menunjukkan emosi sedikit pun di matanya. Dia berjalan menuju pintu dan menekan bel. "Nak, kenapa hari kamu pulang begitu cepat? Omong-omong, apa Tuan Muda Chris mau datang ke rumah kita untuk makan?" Suara Nimas terdengar dari dalam vila. Dia berlari ke pintu dengan gembira, untuk membukakan pintu bagi Thalia. Namun, saat membuka pintu, wajahnya langsung menjadi muram. "Kenapa bisa kamu yang datang?" Nimas bertanya dengan wajah muram. "Bu." Arman juga tidak menyangka jika Nimas Suryan ada di sini. Lantaran sopan santun, Arman masih memanggilnya dengan sebutan "Ibu". "Cuih, siapa ibumu? Sudah kubilang, jangan pernah berpikir untuk mengganggu Thalia lagi." Akan tetapi, Nimas justru berpikir jika Arman ingin kembali menjalin hubungan dengan mereka. Itu sebabnya dia langsung meludahinya. Putrinya akhirnya bercerai dengan suami yang tidak berguna ini dan menikahi Tuan Muda Chris. Nimas tidak akan membiarkan pria ini kembali mengganggu putrinya. Nimas masih berharap untuk menikmati kebahagiaan di sisa akhir hidupnya. Hari ini, dia datang ke rumah putrinya hanya untuk menanyakan hubungan putrinya dengan Tuan Muda Chris! Arman memandangi wajah kejam Nimas, seakan dia sudah mengetahui jika situasinya akan menjadi seperti ini. Akan tetapi, Arman tidak merasakan apa pun di dalam hati. Dia berkata dengan tenang kepada Nimas, "Aku datang kemari bukan untuk mencari Thalia. Aku melupakan sesuatu dan kembali untuk mengambilnya. Aku akan pergi setelah mengambilnya." "Apa yang kamu punya? Selama ini, kamu makan dan menggunakan barang-barang putriku, termasuk pakaian yang kamu pakai. Apa yang kamu punya?" Nimas mengadang Arman dan menatap Arman dengan penuh penghinaan. "Sebaliknya, kamu malah membuat masa muda putriku menjadi sia-sia selama lima tahun ini. Katakan padaku, bagaimana kamu akan memberi kompensasi pada putriku?" "Aku harus memberikan kompensasi kepadanya?" Arman tampak terkejut. Selama lima tahun ini, dia tidak pernah menggunakan setengah sen pun uang milik Thalia. Arman menggunakan uangnya sendiri untuk membiayai pengeluarannya. Dua miliar adalah modal awal yang diberikan Arman kepada Thalia, saat Thalia ingin memulai bisnisnya. Sekarang, Thalia berselingkuh selama menikah dengan Arman dan akhirnya menceraikan Arman. Bukan hanya Arman tidak meminta kompensasi, dia bahkan juga tidak meminta satu sen pun dari modal awal sebesar dua miliar itu. Sekarang, kenapa sepertinya justru Arman yang berhutang pada keluarga mereka? "Kenapa? Bukankah seharusnya memang begitu?" Nimas berkata dengan tatapan kejam. "Ternyata memang benar. Buah jatuh tak jauh dari pohonnya!" Arman tidak bisa menahan diri untuk tidak mencibir. Ibu dan putrinya ini benar-benar tercipta dari cetakan yang sama! "Apa maksudmu berkata seperti itu?" Menghadapi cibiran Arman, Nimas pun langsung menjadi marah. "Aku menyuruhmu memberi kompensasi atas masa muda putriku, karena aku menghormatimu! Jangan nggak tahu malu begitu." "Terima kasih sudah peduli padaku." Arman menggertakkan gigi dan mencibir. "Putrimu berselingkuh saat menikah dan aku hanya diam saja. Sekarang, kamu memintaku memberikan kompensasi. Apa kamu nggak punya hati nurani?" "Apa maksudmu putriku berselingkuh? Nyatanya, kamu sendiri yang nggak kompeten. Kalau kamu bisa sebaik Tuan Muda Chris, hal seperti ini nggak akan terjadi!" Nimas mengatakan semua yang terjadi adalah wajar. "Hehe, ya. Semua kesalahan ada padaku. Saat Thalia memulai bisnisnya dan membutuhkan dua miliar, akulah yang memberikan uangnya. Saat itu, keluarga kalian nggak bersikap seperti ini." Senyuman sinis di sudut bibir Arman makin terlihat jelas. "Hanya dua miliar saja, 'kan? Dengan menikahi putriku, bukankah sudah seharusnya kamu melakukan semua itu? Aku beri tahu kamu ya, Arman. Putriku bisa berhasil karena usahanya sendiri! Hari ini, jangan harap bisa mengambil apa pun dari vila ini. Semua barang-barang ini dibeli putriku dengan uangnya sendiri!" Nimas berkata dengan percaya diri, tanpa merasa malu sedikit pun. "Hehehe." Arman mencibir. Dia terlalu malas untuk berdebat dengan wanita ini dan hendak masuk ke vila. "Ini rumah yang dibeli putriku. Apa aku mengizinkanmu masuk?" Nimas menghalangi Arman dan mengulurkan tangannya, memperlihatkan gelang zamrud di pergelangan tangannya. Arman meliriknya. Gelang itu adalah satu-satunya peninggalan ibunya sebelum meninggal. Keinginan ibunya saat itu adalah pada hari pernikahan Arman, dia sendiri yang akan memakaikan gelang ini di tangan wanita yang disukai Arman. Sekarang, Arman dan Thalia sudah bercerai. Gelang itu juga harus kembali padanya. Arman menatap tajam pada gelang zamrud di pergelangan tangan Nimas. Nimas menyadari sesuatu dan secara refleks menarik kembali tangannya sambil berkata dengan marah, "Kamu lihat apa?" “Aku melihat gelang zamrud yang ditinggalkan ibuku untukku.” Arman menatap Nimas dengan tatapan dingin. "Apa yang diberikan ibumu kepadamu, sudah kamu berikan kepada putriku. Gelang ini milikku!" Nimas berkata dengan arogan. Pada saat itu Thalia merasa gelang zamrud ini terlihat kuno dan murahan. Lantaran takut diejek oleh teman-temannya, Thalia pun memberikan gelang itu kepada Nimas. Awalnya, Nimas sendiri juga tidak peduli. Nimas hanya merasa jika dirinya tidak punya apa-apa, sehingga dia memakai apa pun yang ada. Setelah memakai gelang zamrud itu, Nimas menemukan keajaiban di dalamnya! Sejak kecil, tubuh Nimas lemah dan sering sakit-sakitan. Namun, setelah memakai gelang zamrud ini, dia terbebas dari segala macam penyakit! Sekarang, bagaimana mungkin dia mengembalikan gelang zamrud ini kepada Arman? Melihat Nimas ingin menjadikan gelang zamrud itu sebagai miliknya, tatapan mata Arman tiba-tiba menjadi dingin. "Jadi, kamu nggak berniat mengembalikan gelang giok ini kepadaku?" "Hei, ini pertama kalinya aku benar-benar melihat ada orang yang percaya diri untuk meminta kembali barang yang sudah dia berikan." Nimas terlihat sinis. "Ya, sama percaya dirinya denganmu saat kamu menyalahkanku atas semua, padahal keluargamu sendiri yang salah." Arman juga tersenyum sinis. "Apa maksudmu keluarga kami yang salah?" Mendengar hal tersebut, Nimas langsung merasa tidak senang. Dia berkata dengan percaya diri, "Pertama, aku sudah menikahkan putriku denganmu, si katak bengkak ini, selama lima tahun. Kamu seharusnya bersyukur! Mengenai gelang yang ditinggalkan oleh ibumu yang sudah meninggal ini, sudah bagus aku nggak menganggapnya sebagai benda pembawa sial. Sekarang, kamu masih berani memintanya kembali?" "Apa kamu bilang?" Arman melotot marah. Tidak seorang pun, yang boleh mengatakan sepatah kata pun tentang ibunya! Menghadapi sikap Arman yang tiba-tiba menjadi ganas, Nimas pun langsung terkejut dibuatnya. Dia belum pernah melihat Arman, yang biasanya lembut dan tanpa emosi, menjadi sangat marah seperti ini. "Bu, kenapa berisik sekali? Apa Kakak sudah pulang?" Pada saat ini, seorang pemuda berambut cepak turun dari lantai atas. Pemuda itu adalah adik Thalia, yaitu Theo Suryan. "Nak, kamu datang tepat waktu. Katak bunglon ini ingin masuk ke rumah kakakmu untuk mengambil sesuatu. Dia juga ingin mengambil kembali gelang zamrud yang ada di tangan ibumu ini." Nimas langsung merasa lebih percaya diri saat melihat putranya turun. "Hei, ternyata kamu? Sudah bercerai, tapi masih berani datang ke rumah kakakku?" Theo langsung menunjukkan ekspresi merendahkan saat melihat Arman. Di matanya, pria ini hanyalah pemalas yang mengandalkan hidup pada kakaknya selama lima tahun. Arman tidak menghiraukan Theo dan langsung menatap Nimas. "Nimas, tolong kembalikan gelang zamrud ibuku padaku. Setelah bercerai, aku nggak menginginkan setengah pun dari harta milik Keluarga Suryan. Keluarga Suryan sendiri juga nggak seharusnya menguasai barang-barangku." "Kamu nggak menginginkan setengah harta Keluarga Suryan? Kamu benar-benar berani mengatakannya? Sekalipun menginginkannya, apa menurutmu putriku akan memberikannya kepadamu? Dasar pecundang!" Nimas mengejek tanpa ampun,"Mengenai gelang zamrud yang kamu bicarakan itu, kamu sudah memberikannya pada putriku. Itu artinya gelang ini milikku!" "Nimas, aku akan mengatakannya untuk yang terakhir kalinya. Kembalikan gelang zamrud ibuku padaku. Aku nggak ingin masalah ini menjadi besar." Arman mengulangi apa yang baru saja dia katakan. Namun, nadanya cukup dingin kali ini. "Hei, kenapa kamu bicara seperti itu pada ibuku?" Kali ini, sebelum Nimas bisa berkata-kata, Theo sudah terlebih dahulu menghujat Arman sambil menunjuk-nunjuk hidungnya, "Apa kamu tahu siapa dirimu itu? Kamu nggak lebih dari seekor anjing di bawah kaki kakakku sebelumnya!" Arman mengerutkan kening. Wajahnya benar-benar menjadi muram sekarang. Inikah kualitas keluarga ini? Melihat Arman hanya diam saja, Theo mengira jika Arman adalah pengecut. Dia pun makin berani berteriak seenaknya, "Ayo, tunjukkan gonggongan anjing untuk kudengar. Kalau aku senang, mungkin aku akan memberimu 200 perak, haha!" Arman masih tetap diam saja. Akan tetapi, kali ini. Arman langsung mengangkat tangannya dan menampar keras wajah Theo yang sedang berteriak-teriak.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.