Bab 7
"Maaf, aku angkat dulu teleponnya."
Sofia mengangkat telepon dan meminta maaf.
"Oke."
Arman tersenyum lembut.
Sofia menjawabnya teleponnya.
Di ujung telepon terdengar suara Thalia. "Sofia, kenapa kamu baru menjawab teleponku?"
"Ah? Apa kamu tadi sudah meneleponku sebelumnya?"
Sofia tampak terkejut.
"Tentu saja. Aku sudah meneleponmu beberapa kali."
Sofia melihat-lihat dan memang ada beberapa panggilan tak terjawab. Kemudian, Sofia menjulurkan lidah kecilnya dengan malu-malu dan berkata, "Maaf ya Thalia. Tadi aku terlalu sibuk. Jadi, nggak sempat mengangkat teleponmu."
"Aku tahu, kamu pasti sibuk dengan urusan perusahaan."
"Bagaimana kamu bisa tahu?"
"Apa kamu pikir aku nggak mengenalmu dengan baik? Apa pekerjaanmu sudah selesai?"
"Ya, sudah selesai. Apa yang bisa kulakukan untukmu, Thalia?"
"Bukan apa-apa, aku hanya ingin memberitahumu kalau aku sudah bercerai."
"Cerai? Ah, kenapa kamu tiba-tiba bercerai?"
"Jangan tanyakan hal itu. Aku benar-benar buta dan jatuh cinta padanya. Aku sangat baik padanya. Tapi, dia malah selingkuh hati di belakangku!"
"Selingkuh hati?"
"Begini, Sofia ... "
Thalia dengan marah mengeluhkan tentang surat cinta palsu yang dibuat oleh Arman. Dia bahkan menambahkan bumbu pada ceritanya, dengan mengatakan jika apa yang dimakan dan dipakai Arman selama menikah, semuanya berasal Thalia. Setiap bulan, Arman bahkan meminta biaya hidup sebesar dua miliar. Thalia tidak tahan dan memilih untuk bercerai.
"Orang ini benar-benar jahat."
Sofia tidak mengetahui yang sebenarnya terjadi. Dia menjadi marah setelah mendengar hal tersebut.
"Sudahlah. Semuanya sudah berlalu. Aku hanya ingin mengeluarkan unek-unekku padamu. Mungkin Tuhan sudah berbaik hati padaku, membuatku bertemu dengan Tuan Muda Chris."
"Itu adalah berkah bagimu."
"Omong-omong Sofia, apa kamu masih ingat jepit rambut merah muda yang dulu kita beli di kios, waktu kita masih kecil?"
"Tentu saja aku ingat. Kenapa kamu tiba-tiba menanyakannya?"
"Saat sedang merapikan barang-barang hari ini, tiba-tiba aku melihatnya dan langsung teringat akan kenangan indah kita. Jepit rambut itu adalah tanda persahabatan kita!"
"Tentu saja. Aku selalu menyimpan jepit rambutku dengan baik!"
Sofia memang berkata demikian. Namun, sebenarnya dia merasa agak bersalah.
Hal tersebut karena Sofia kehilangan jepit rambut itu saat dia masih kecil.
Hanya saja, untuk menghindari kemarahan Thalia, dia tidak pernah mengatakannya.
Setelah mendengar hal tersebut, keraguan di dalam hati Thalia langsung menghilang.
Tampaknya, Arman memang tidak selingkuh dengan sahabatnya.
Thalia percaya dengan apa yang dikatakan Sofia.
Lagi pula, apa sahabatnya itu akan tertarik pada orang seperti Arman?
"Sofia, hanya itu yang ingin kusampaikan. Lanjutkan saja pekerjaanmu. Aku nggak akan mengganggumu lagi."
"Oke, Thalia. Jangan terlalu sedih. Aku akan selalu bersamamu."
Sofia memberikan semangat kepada Thalia.
"Hmm. Oke."
Thalia menutup teleponnya.
Hati Arman bergetar hebat.
Barusan, dia mendengar masalah jepit rambut itu di telepon!
Ternyata memang benar. Sofia yang berada di depannya ini adalah gadis yang menolongnya 15 tahun yang lalu.
Arman sulit menyembunyikan kegembiraannya.
"Kamu kenapa?"
Melihat Arman yang tiba-tiba tampak begitu bersemangat, Sofia pun bertanya dengan heran.
"Nggak apa-apa ... tiba-tiba saja aku teringat sesuatu. Apa yang meneleponmu tadi temanmu?"
"Ya, dia sahabatku. Dia bercerai dari suaminya."
Sofia mengatakannya. Tidak ada yang ditutupinya dari Arman.
"Bercerai?"
Arman pura-pura tidak tahu.
"Ya. Pria itu benar-benar jahat!"
Ketika membicarakan hal tersebut, Sofia langsung menjadi marah.
"Eh ... "
Arman mengangkat sudut bibirnya dan berkata, "Bisakah kamu memberitahuku kenapa dia begitu jahat?"
"Jadi begini ... "
Sofia mengulangi apa yang baru saja dikatakan Thalia kepadanya. Dia menjadi makin marah "Nggak pernah terpikirkan olehku kalau di dunia ini ada orang berengsek seperti ini. Bukan hanya nggak tahu malu, dia juga sudah selingkuh hati."
"Hehehe, benar ... "
Arman membenarkan dengan canggung.
Apakah Arman akan mengatakan jika pria berengsek itu adalah dirinya?
Hanya saja, Arman jelas-jelas sudah difitnah oleh Thalia.
Surat cinta itu benar adanya, meskipun ada kesalahpahaman di dalamnya.
Akan tetapi, mengenai dia meminta dua miliar setiap bulannya untuk biaya hidup kepada Thalia, hal tersebut sama sekali tidak benar.
Jelas-jelas wanita bernama Thalia itu sengaja mencemarkan nama baiknya untuk menyembunyikan fakta perselingkuhannya!
Sofia tidak tahu apa-apa. Dia menatap Arman yang menyetujui pendapatnya dan berkata dengan marah, "Benar 'kan, kamu juga berpikiran sama denganku. Kalau aku yang bertemu dengan pria seperti itu dan dia melakukan hal yang memuakkan semacam itu, aku pasti akan membalasnya saat dia sedang tidur. Saat waktunya tiba, aku akan memberinya ... "
"Apa yang akan kamu berikan padanya?"
Arman mengangkat alisnya dan merasakan firasat buruk.
Sofia mengulurkan tangan kecilnya dan menunjukkan isyarat mematahkan leher.
"Hehe ... nggak perlu sekejam itu, 'kan?"
Tiba-tiba saja, Arman merasa merinding.
Sofia sendiri juga menyadari jika tindakannya agak terlalu kasar. Dia pun menjulurkan lidahnya pada Arman dan berkata, "Sebenarnya ... aku juga nggak akan melakukannya. Aku hanya terlalu marah tadi. Kalau semua pria di dunia ini bisa seperti kamu, pasti akan menyenangkan."
"Hehe, benarkah ... "
Arman tersenyum canggung.
"Tentu saja!"
Sofia mengira Arman sedang merendah. Dia pun mengangkat dagunya dengan bangga.
"Omong-omong, aku masih belum tahu nama lengkapmu. Barusan tadi disela sama telepon dari Thalia."
"Uhh ... ini ... untuk sementara kamu bisa memanggilku Pak Arman."
Arman berpikir sebentar. Dia memutuskan untuk tidak memberitahukan identitasnya terlebih dahulu.
Arman tidak ingin ditampar oleh Sofia.
"Menurutku kamu benar-benar lucu."
Sofia tersenyum manis.
Dia menatap Arman.
Sofia hanya merasa jika pria di depannya ini berbeda dengan pria-pria yang pernah ditemuinya sebelumnya.
"Kalau begitu, untuk sementara aku akan memanggilmu Pak Arman."
Sofia bertepuk tangan dan berbincang sebentar dengan Arman. Baru setelah ayah Sofia menelepon, mereka pun berpamitan satu sama lain.
“Pak Arman, ini kontakku. Aku sangat senang bisa mengobrol denganmu hari ini. Sampai jumpa lain waktu.”
Di depan pintu kafe, Sofia berpamitan dengan agak enggan.
"Aku juga. Sampai jumpa lain waktu."
Arman tersenyum lembut.
"Kalau begitu, aku pergi dulu."
Setelah berkata demikian, Sofia kembali melirik Arman sebelum menaiki BMW 320i miliknya.
Mobil itu perlahan pergi.
Arman menyaksikan kepergian Sofia.
Dari percakapan barusan, Arman bisa melihat jika gadis itu adalah orang yang sangat optimis dan adil.
Entah apa reaksi gadis itu ketika dia tahu jika Arman adalah psikopat yang diceritakan oleh Thalia.
Semoga dia tidak benar-benar membunuhnya.
Arman tersenyum sambil menggelengkan kepala.
Namun, dia yakin jika suatu hari nanti kesalahpahaman ini pasti akan terselesaikan.
Sebelum itu, Arman masih memiliki hal yang lebih penting untuk dilakukan.
Dia ingin pergi ke vila dan mengambil kembali jepit rambut itu.
Hal tersebut karena Thalia bukan pemilik jepit rambut itu. Dia tidak pantas memilikinya.