Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 4

Aku agak terkejut dan bingung. Ekspresi wajahku menunjukkan ketidakpercayaanku, seakan aku tidak bisa mencerna apa yang baru saja kudengar. Namun, setelah berpikir sejenak, aku yakin bahwa Jayden pasti sedang bercanda. Dia adalah sahabat karib Ethan sejak kecil. Keduanya tumbuh bersama dan hubungan mereka bagaikan saudara kandung. Sepertinya dia hanya ingin mengujiku karena disuruh oleh Ethan. Meskipun begitu, aku tidak menyangka dia akan mengatakan hal seperti itu. Lagi pula, ada pepatah yang mengatakan bahwa aib keluarga tidak boleh diumbar. Jadi, aku pun berusaha menyembunyikan perasaanku yang sebenarnya dan berkata sambil tersenyum, "Pak Jayden pasti bercanda. Hubunganku dan Ethan baik-baik saja. Pertengkaran tadi hanya karena emosi sesaat ... " "Oh, ya?" Jayden menatapku dengan sorot matanya yang gelap dan tidak menunjukkan emosi apa pun. Dengan suara lirih, dia pun berkata, "Sepertinya aku sudah terlalu ikut campur urusan pribadimu." Aku tertawa kecut dan tidak menjawab. Untungnya, Jayden tidak melanjutkan pembicaraan tentang hal ini dan segera mengalihkan topik pembicaraan. Dia berbicara dengan penuh humor, cerdas, dan sudut pandangnya juga unik. Makin lama aku berbicara dengannya, aku jadi lupa sejenak akan masalah antara Ethan dan Avery. Dari percakapan dengan Jayden, aku baru tahu jika dia ternyata sudah pensiun dari militer. Padahal, beberapa waktu lalu aku pernah mendengar Ethan bercerita bahwa karier militer Jayden sangat cemerlang. Katanya, Jayden sudah menjadi mayor sejak enam bulan lalu. Dengan kemampuan yang dia miliki, masa depannya di militer pasti akan sangat cerah. Jadi, sepertinya alasan mengapa dia pensiun mungkin karena ingin mencoba hal baru. Sama seperti Ethan. Mereka berdua adalah orang-orang luar biasa yang selalu berhasil menarik perhatian banyak orang, termasuk aku. "Kak Jayden, kita sudah lama nggak ketemu, tapi kamu masih setampan dulu." Mungkin obrolan ringan selama perjalanan membuat jarak antara aku dan Jayden jadi lebih dekat. Aku pun jadi berani bercanda. Cara panggilanku padanya juga berubah. Dari yang awalnya "Pak Jayden" berubah menjadi "Kak Jayden". "Emily, kita baru ketemu akhir bulan lalu." Jayden menatapku dengan tatapan penuh arti. "Hah?" Aku tertegun sejenak dan tidak begitu mengerti maksudnya. "Akhir bulan lalu?" Aku ingat ada pesta besar akhir bulan lalu. Saat itu terjadi kecelakaan yang seru sekaligus romantis ... Namun, aku tidak ingat pernah melihatnya di pesta itu. Apakah mungkin di tempat lain? "Memangnya kita ketemu di mana?" tanyaku. Jayden hanya tersenyum dan tidak menjawab pertanyaanku. Tak lama kemudian, kami tiba di Rumah Sakit Emberton. Aku terkejut saat melihat Jayden ikut keluar dari mobil bersamaku. Yang lebih mengejutkan lagi, dia membeli parsel buah saat kami melewati gerbang rumah sakit. "Kenapa beli parsel?" tanyaku bingung. Jayden terkekeh, lalu menjawab "Bagaimana bisa kita mengunjungi orang sakit dengan tangan kosong?" Aku tertegun. Wajahku memerah karena malu. Aku pun menunduk dan berjalan cepat menuju rumah sakit. Saat membuka pintu bangsal, Ibu yang tadinya berbaring langsung segera duduk. "Emily, Ethan akhirnya kalian datang ... " Namun, ketika ibuku melihat pria yang mengikutiku bukan Ethan, dia tertegun. Bibirnya yang pucat bergetar sedikit saat dia berkata, "Emily, mana Ethan?" Aku berusaha tersenyum, lalu menjawab, "Bu, pesta pernikahan kami akan segera digelar, jadi Ethan sedang sibuk mengurus perusahaan ... " "Begitu ya ... " Sekilas kekecewaan melintas di wajah ibuku, tetapi dia segera tersenyum maklum. "Memang ada banyak hal yang harus diurus sebelum merayakan pesta pernikahan ... " Saat dia berbicara, pandangannya tertuju pada Jayden yang ada di belakangku. "Emily, ini siapa ... " "Dia ... " Namun, sebelum aku selesai berbicara, Jayden tersenyum sambil melangkah ke depan. Kemudian, dia meletakkan parsel buah di meja yang ada di samping ranjang ibuku. "Halo, Tante. Saya kakak tingkat Emily di universitas. Nama saya Jayden Carter." "Jayden Carter?" Ibuku terlihat agak terkejut saat mendengar nama Jayden. Bagaimanapun, keluarga Carter adalah keluarga nomor satu di Emberton. Jayden tersenyum ramah, lalu berkata, "Saya sudah dengar kabar tentang kondisi kesehatan Tante. Kebetulan saya punya teman dokter yang bekerja di Rumah Sakit Emberton. Nanti saya akan minta dia untuk memeriksa Bibi ... " "Nggak perlu, aku nggak mau merepotkanmu ... " Seulas senyum menghiasi sudut bibir Jayden saat dia berkata, "Tante, Tante nggak perlu sungkan sama saya." Aku tahu maksud hati Jayden sangat baik, apalagi ini semua menyangkut kesehatan Ibu. Jadi, aku pun tidak bisa menolak tawarannya. Aku hanya bisa mengucapkan terima kasih dengan penuh rasa syukur. Namun, ketika aku melihat Dokter Charles Harver memasuki ruangan, aku terkejut dan langsung menoleh ke arah Jayden. Ternyata teman dokter yang baru saja dia bicarakan adalah Dokter Charles! Sungguh tidak disangka! Ibuku juga terlihat sangat kaget. Beliau tahu betul betapa besarnya reputasi Dokter Charles, terutama di Rumah Sakit Emberton. Orang seperti Dokter Charles tidak bisa diundang oleh sembarang orang. Tidak lama kemudian, Dokter Charles mulai memeriksa kondisi ibuku. Aku dan Jayden pun hanya bisa menunggu di luar. "Terima kasih banyak, Kak Jayden," ucapku dengan tulus. Meskipun bantuan ini hanya masalah kecil bagi Jayden, tetapi semua ini sangat berarti bagiku. Jayden tersenyum tipis, lalu berkata, "Sama-sama. Kamu nggak perlu sungkan sama aku." Aku hendak mengatakan sesuatu padanya, tetapi tiba-tiba perhatianku teralihkan oleh tayangan yang ada di televisi. Aku melihat wajah Avery di layar. Namun, karena televisi di koridor tidak bersuara, aku tidak bisa mendengar apa yang dia katakan. Akan tetapi, ada tulisan di layar yang menarik perhatianku, yaitu "Aktris terkenal Avery Scarlett ungkap hubungan baru setelah cerai!" Setelah itu, gambar di layar berganti dan terlihat gambar Avery sedang dipeluk oleh seorang pria! Meskipun wajah pria dalam foto itu disamarkan, aku langsung mengenali pria itu adalah Ethan! Aku spontan berdiri dan wajahku langsung memerah. Aku tahu foto seperti itu tidak bisa menjelaskan semuanya, apalagi karena aku ada di sana pada saat kejadian. Sepertinya gambar tersebut diambil oleh paparazi dari sudut yang berbeda sehingga membuat semuanya terlihat kontroversial ... Meskipun berusaha berpikir positif, mataku tetap berkaca-kaca dan ingin menangis. "Nggak usah dilihat." Saat itu juga, sebuah tangan besar menghalangi pandanganku. Aku refleks meraih tangan itu dan ingin menyingkirkan, tetapi Jayden sudah berdiri di depanku dan tubuhnya yang tinggi besar benar-benar menutupi layar televisi. Aku menunduk dan berusaha keras untuk menahan air mata. Dalam hati, aku terus membujuk diriku sendiri untuk percaya pada Ethan dan mendengarkan penjelasannya, tetapi hatiku tetap terasa sakit. Saat itu, pandanganku tidak sengaja tertuju pada lengan Jayden. Seketika itu juga aku sadar bahwa aku masih menggenggam pergelangan tangannya. "Maaf," ucapku sambil buru-buru melepaskan genggaman tangannya. Jayden tampak tidak terlalu mempermasalahkan hal itu. Bulu matanya yang lentik tertunduk dan aku tidak bisa membaca pikirannya. Namun, aku bisa melihat jakunnya bergerak naik turun saat dia menelan ludah. Belum sempat aku berpikir lebih lanjut, pintu kamar di belakangku tiba-tiba terbuka. Seorang perawat berlari panik sambil berteriak, "Gawat, Nona Emily! Ibu Anda yang tadi baik-baik saja, tiba-tiba pingsan setelah melihat berita di televisi!" "Apa?"

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.