Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Tidak Berani Memperlihatkan Hasrat

“Pelayan itu bilang, kau tidak akan kembali dalam waktu dekat,” cicitnya yang merasakan degupan jantung ketika mereka terlalu rapat. Bahkan, Liora bisa merasakan milik Christopher yang mengeras di bawah sana. Ia menggigit bibir bawah, menahan desahannya supaya tidak lolos begitu saja. Pria yang masih bisa berdiri tegak, tidak menenggelamkan keseluruhan tubuh tingginya di dalam air tersenyum miring. Salah satu tangan yang tidak memeluk pinggang ramping Liora, ia gunakan untuk mengelus permukaan bagian yang bersih dari bulu halus itu. Semalam ia mengecupnya sebelum akhirnya tenggelam di dalam kenikmatan di bawahnya. “Dia hanya menjalankan tugasnya. Aku menggajinya untuk melakukan apa yang kuperintahkan,” cetusnya membuat Liora menggeram tertahan. “Lepaskan tanganmu, Chris!” “Untuk apa?” bisiknya dan dengan berengseknya menggigit cuping telinga Liora. Perempuan itu bergerak tidak nyaman dalam dekapan Christopher. Christopher bisa melihat jelas jika Liora masih terangsang dengan sentuhannya. “Kau terlalu naif untuk menyangkal hasratmu sendiri, Liora,” bisiknya dan membalikkan tubuh perempuan itu cepat. Liora tertegun. Napasnya tercekat dan ia tidak ingin menatap manik biru itu dengan sangat dekat. “Kenapa kau mengalihkan pandanganmu?” ejeknya dengan senyum miring. “Kau tidak berani memperlihatkan hasrat yang sama padaku?” Liora meronta. Tapi, hal itu membuat Christopher menarik tubuhnya, mendekap perempuan itu sampai dada keduanya bersentuhan. “Tubuhmu semakin menggoda hanya menampilkan lekuk tubuh dan menyembunyikan bagian terpenting dari setiap keseksian seorang perempuan.” Perempuan itu menelan saliva susah payah. “Lepaskan aku! Kau bisa menikmati kebebasanmu berenang di sini dan jangan pernah mengangguku lagi. Aku ingin menikmati kesendirianku.” Christopher tersenyum miring, “Kau melupakan kesimpulan yang sudah kukatakan padamu, Liora. Jangan menampik di saat pikiran cerdasmu bisa memroses segalanya.” Detik selanjutnya Christopher memagut bibir seksi itu dengan menuntut. Hasratnya sudah ia tahan sejak di pinggir pantai, menelisik dengan saksama bagaimana Liora dengan lekuk tubuhnya menggoda dirinya dan membuat ia harus menahan sensasi liar yang diciptakan perempuan itu. Kekasih yang tidak akan berakhir menjadi mantan di saat tidak ada kata putus yang pernah mereka ucapkan. ** Apa yang dikatakan Christopher benar. Ia perempuan yang naif dan terus membentengi diri. Nyatanya, ia sudah melingkarkan kedua tangan di leher Christopher, merangkul mesra dengan pagutan yang terus menuntut. Bahkan, tubuhnya sedikit terangkat, membiarkan ia sedikit lebih tinggi di bandingkan Christopher. “Kau selalu lemah dalam jeratanku, Liora,” desisnya membiarkan deru napas tersengal Liora terdengar di telinga Chistopher dan permukaan wajahnya merasakan embusan napas perempuan itu. Wajah Liora bersemu. Ia mengalihkan pandangan setelah keduanya nyaris kehabisan oksigen. Ia benar-benar malu, tidak mungkin melepaskan rangkulan di saat tubuhnya masih menjadi tumpuan kedua tangan Christopher. Senyum sinis diperlihatkan Liora tanpa menatap Christopher. “Seharusnya kau yang lemah. Hanya dengan melihat tubuhku, kau sudah terangsang. Istrimu akan segera menceraikanmu,” balasnya dengan dada yang cukup tertohok. Ia membenci keadaan di mana harus membahas kehidupan baru Christopher. “Bukankah pria bodoh itu juga sama? Dia akan membencimu selamanya karena kau pergi dari pesta yang akan digelar sebentar lagi,” balasnya dan langsung mendapati manik keduanya bersitatap. Di saat Liora ingin melepaskan diri, Christopher semakin menahannya erat. Merapatkan tubuh keduanya dengan lengan kekar pria bermanik biru. Tatapannya berubah semakin tajam. Manik hijaunya menubruk manik biru yang terus menatapnya angkuh. “Kau yang melakukan semuanya dengan kelicikanmu. Lebih baik kau lepaskan aku sekarang juga, sebelum keluargaku akan mengambil tindakan besar untuk mencariku.” Di luar dugaan Liora. Dengan mengandalkan kekuatan keluarganya—Zucca Corp—yang bergerak di bidang fashion, berada dalam jajaran orang kaya di Amerika, tidak membuat Christopher takut. Pria itu justru meremehkan ucapannya dengan senyum miring. “Silakan saja kau berharap lebih pada mereka. Apa aku harus mengatakan jika pengaruh perusahaanku dan kekuasaan yang kupunya lebih di bandingkan keluargamu?” Liora mengatupkan bibirnya rapat. Ia tertegun, tidak berkutik sama sekali. “Semalam ... Menjadi awal di mana kau tidak akan pergi ke mana pun. Kau sudah menjadi milikku, bersama tubuhmu yang sudah aku puja berulang kali.” “Aku bukan milikmu! Bahkan, tubuhku tidak akan menjadi milikmu lagi!” pekiknya dan kali ini ia bisa melepaskan diri, berjarak menjauh dari Christopher dengan manik hijau menatapnya tajam. Napasnya tidak teratur dan Liora menunjuk wajah tampan yang bersikap dingin itu menggunakan jemari telunjuknya. Ia ingin mengintimidasi sikap pria itu, meskipun tidak akan bisa. “Ivander adalah tunanganku! Dia pria yang selama ini menjadi pelipur lara, di saat aku untuk kali pertama dicampakan oleh seorang pria! Kau pria berengsek itu, Christopher! Kau menghancurkan cinta yang kupunya untukmu!” “Itu sudah menjadi masa lalu dan kau sekarang telah bersamaku,” balasnya dingin tanpa ekspresi yang dibalas tawa getir Liora. Ia tersenyum miring dengan dengkusan pelan. Perempuan itu tidak percaya ucapan Christopher tidak terlihat frustras—pun tidak ada sorot bersalah sedikitpun. “Selama satu tahun lebih aku masih berharap akan kehadiranmu, Christopher,” lirihnya nyaris bergetar. Liora bisa merasakan jika air matanya sudah membumbung tinggi di pelupuk mata. Biarkan ia lemah di hadapan pria itu untuk kali ini. Karena selama ini ia sudah banyak memendam luka—ingin menohok—relung hati pria yang telah membuangnya. “Aku mencarimu ke apartemen yang kau sewa. Tempat yang menjadi kenangan masa lalu kita,” ucapnya mengingat jelas bagaimana unit apartemen biasa yang dimiliki Christopher. Ya. Pria itu dulunya hanyalah pria biasa, tidak mencolok untuk membanggakan hartanya. Entah kenapa pria itu bisa sekolah di kalangan borjuis seperti Liora. Bahkan, untuk tampilan sederhana Christopher, pria itu telah menjadi siswa idaman di sekolahnya. “Tapi, di saat aku semakin berharap padamu, kau justru tidak pernah lagi hadir, Chris. Kau pergi dan cintaku disembuhkan oleh pria sebaik Ivander Isaac. Dia menyayangiku, selalu bertahan sampai aku siap untuk menerima perjodohan itu. Sedangkan kau? Kau hanya mampu memberikanku luka yang begitu memilukan.” “Dia hanya pria naif yang akan tetap sama sepertiku. Menginginkan belaian dari seorang perempuan,” senyumnya miring dan semakin memuakkan bagi Liora. “Jangan merusak nama Ivander! Kau pria yang tidak sebanding dengan Ivander.” Sebelah alis Christopher terangkat. Ia berucap, “Katakan apa yang kau suka. Karena untuk kesekian kalinya, aku sudah mengatakan jika kau akan tetap menjadi burung dalam sangkar emas yang kupunya. Hidupmu akan terpenuhi di saat bersamaku,” tandasnya segera berenang ke sisi lain, meninggalkan Liora yang terpaku dengan perasaan sakit hatinya. Ia tersenyum getir, merasakan pilu pada hati terkecilnya. “Sebatas memenuhi kebutuhan hidupku dengan kemewahan yang kau tawarkan?” gumamnya tidak percaya dengan sikap sombong Christopher. “Aku akan menjadi objek fantasi liarmu di saat kau sudah memiliki Gabriella? Dengan begitu, kau hanya akan membuatku semakin terluka. Kau tidak pernah berniat untuk mengobati lukaku dengan penyesalanmu padaku di masa lalu, Tuan Christopher Harcourt. Di dalam ruangan yang sama, Christopher memandang Liora yang masih menenggelamkan tubuhnya di kolam renang. Rahangnya mengetat dan ia menatap tajam perempuan itu. “Sampai kapan pun pernikahan itu tidak akan pernah terjadi, Liora. Sejak awal kau lebih dulu bertemu denganku dan apa yang pernah kita mulai tidak akan pernah kuakhiri. Kau hanya harus patuh dengan semua keinginanku.” Panggilan ponsel menginterupsi dirinya. Ia melirik nakas yang berada di ruang tengah, karena Christopher menaruh di sana sebelum menyusul Liora. “Bagaimana dengan semua yang kuperintahkan padamu?” tanyanya langsung pada seseorang di seberang sana. Sedangkan salah satu tangannya sudah harus terentang, menerima bathrobe dari anak buahnya, membalut dada bidang itu karena telah usai berenang. Tidak. Lebih tepatnya mencuri ciuman dan merasakan kehangatan untuk mendekap Liora. Perempuan itu tidak pernah berubah setelah perpisahan mereka terjadi. Sesaat Christopher diam hanya untuk menjelaskan seseorang berbicara, memaparkan semua pekerjaan yang telah usai dilakukannya. Kedua sudut bibirnya tertarik sempurna. “Lakukan semuanya sebaik mungkin. Kau harus menyiapkan jet pribadiku di landasan yang telah aku bicarakan.” Ia pun mematikan sambungan teleponnya. Anak buah Christpher menunduk hormat dan berkata, “Kami akan membawa helikopter di helipad, sesuai yang Anda inginkan Tuan.” Christopher mengangguk singkat. “Jangan sampai dia mencurigai tentang perjalanan kita untuk sampai di Italia. Kau harus bisa menyuruh pelayan perempuan itu tanpa dicurigai Liora, memasukkan obat tidur di dalamnya.” “Baik, Tuan. Aku akan segera mengatakan padanya supaya rencana ini berhasil.” Tanpa banyak bicara anak buah Christopher segera berlalu. Sepeninggalnya sendiri di ruang tengah, indera pendengarannya merasa ada langkah kaki yang datang. Ia diam, sedangkan Liora dalam balutan bikini terpaku. Pria itu tidak pergi dari hadapannya. “Untuk apa kau berada di unitku?” “Bukankah kita tinggal di kamar yang sama?” Liora mendengkus. “Jangan berharap kau bisa masuk ke kamarku, bahkan menginjakkan kakimu di unitku. Pergi! Kau bisa memesan kamar lainnya, bukan?” Ia mengedik santai. “Tentu.” “Selamat beristirahat dan selama kau berada di kamarmu ... Selama itupula pikiranmu akan terbayang percintaan panas kita semalam di atas ranjang,” cetusnya membuat debaran jantung dan gelenyar dalam diri Liora hadir dalam satu waktu. **

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.