Bab 10
Di vila.
Cedric langsung menuju ruang perawatan yang terletak di lantai tiga, lalu bertanya, "Bagaimana kondisinya?"
Bukannya dia peduli pada Kate, hanya saja Cedric merasa bertanggung jawab atas Kate karena wanita itu adalah tunangannya dan ibu dari anaknya.
Kalia menoleh menatap Cedric yang sudah pulang, lalu segera menjawab.
"Baik-baik saja. Kelvin nggak apa-apa, sedangkan lutut Kak Kate hanya tergores. Dia pingsan karena kehabisan tenaga. Tapi, Kak Cedric, seingatku Kak Kate sebelumnya sehat-sehat saja. Kali ini, hasil pemeriksaan tubuhnya jauh lebih rendah dari sebelumnya. Kondisi fisiknya benar-benar menurun. Jangan bilang Kak Cedric biasanya menyiksanya?"
Cedric tidak menjawab pertanyaan Kalia karena ....
Wanita yang terbaring di atas ranjang itu memiliki tubuh yang mungil dan wajah yang pucat. Dia tampak seperti boneka.
Namun, dia bukanlah Kate. Dia Isabel!
Kenapa Isabel yang sebelumnya sedang berpelukan dengan pria tua itu mendadak muncul di rumahnya sebagai Kate?
Apa yang sedang Isabel rencanakan?
"Nggak usah pedulikan dia. Suruh dia pergi setelah sadar."
"Ya ampun, mana bisa begitu?" Kalia menarik Cedric yang hendak berjalan pergi, lalu bertanya dengan bingung,
"Apa kalian lagi bertengkar? Kalaupun iya, sekarang kondisinya dia lagi terluka dan lemah. Justru dia butuh dirawat. Kamu 'kan tunangannya, kamu harus menjaganya. Aku nggak peduli, pokoknya kamu tetap di sini, ya. Aku buatkan obat dulu."
Setelah itu, Kalia langsung berlari pergi tanpa menunggu jawaban dari Cedric.
Penting sekali menciptakan momen berduaan bagi Cedric dan Kate sesering mungkin!
Cedric hanya berdiri diam, wajahnya yang tampan terlihat begitu dingin.
Begitu melihat wajah Isabel, Cedric sontak teringat saat wanita itu berpelukan dengan pria tua itu dan juga informasi tentang hidupnya.
"Byur!" Cedric menyiramkan segelas air ke wajah Isabel. Isabel sontak tersadar karena air itu terasa begitu dingin.
Begitu sadar, hal pertama yang Isabel lihat adalah seorang pria bermartabat nan dingin yang berdiri di samping tempat tidurnya.
Pria itu mengenakan setelan jas hitam, dasi dan arlojinya juga berwarna hitam. Aura pria itu terasa seperti raja yang memandang rendah semua orang. Isabel sontak bergidik.
Dia langsung duduk dengan kaget. "Cedric!"
"Kok kamu di sini!"
"Di mana ini?"
Isabel benar-benar terkejut.
Cedric balas menatap Isabel dengan dingin. Dia paling tidak suka dengan orang yang tidak punya harga diri.
"Pergi sana."
Nada bicaranya itu benar-benar terdengar kejam dan tidak berperasaan.
Isabel sontak gemetar dan bingung, dia tidak mengerti kenapa Cedric mendadak marah dengannya.
Seingatnya dia tertabrak mobil setelah terburu-buru keluar dari klub untuk menghindari Denis? Isabel tidak ingat apa yang terjadi setelah itu. Namun, kenapa Cedric menatapnya seolah-olah dia berutang banyak kepada pria itu?
Tadi Cedric mengusirnya? Isabel juga tidak sudi berlama-lama dengan pria buta seperti Cedric!
Hmph!
Isabel pun bangkit berdiri dan menyibakkan selimutnya, lalu bersiap untuk pergi.
Namun, begitu kakinya menyentuh lantai, lututnya terasa begitu nyeri!
"Aduh!"
Tubuh Isabel yang lemas sontak terjatuh ke pelukan Cedric. Isabel refleks memeluk tubuh jangkung Cedric dengan erat untuk berpegangan ....
Cedric juga refleks memeluk tubuh Isabel yang mendadak sempoyongan itu.
Tangan ramping Isabel memeluk Cedric, sementara dada Cedric yang bidang seolah menjadi penopang bagi Isabel.
Posisi mereka ini benar-benar ambigu!
Punggung Cedric sontak menegang.
Kenapa dia tidak menolak berdekatan dengan wanita semacam ini?
Cedric berusaha mengendalikan debaran jantungnya, dia tidak ingin mengakui emosi yang tidak seharusnya dia rasakan. Dia pun menatap Isabel dengan sorot yang makin dingin.
"Kamu bisanya cuma menggunakan cara tercela seperti ini untuk merayu pria?"