Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 8

"Duh! Rachel! Kamu nggak apa-apa?!" tanya Mellisa terkejut sekaligus ingin tertawa. Ketika Steven melihat kondisinya, dia buru-buru melangkah maju dan membungkuk untuk menarik Rachel dari lantai, tetapi Rachel diam saja. "Huhu ... Kak Steven ... Aku jatuh dan sakit sekali ... Cepat peluk aku ... " teriak Rachel sambil menangis. Lutut Rachel pun mati rasa. Clarine memeluk dadanya dengan kedua tangannya dan menatap ke arah wanita yang ada di atas lantai dengan cuek. Dasar Rachel, begitu ketemu Steven, dia langsung bertingkah sangat manja di hadapannya. "Kak Steven ... Nona Clara ... Dia mendorongku!" Rachel bersembunyi di pelukan pria itu dengan takut sambil menatap Clarine yang menatapnya dengan seram. "Rachel, kamu ngomong apa?" tanya Steven terkejut. "Kamu yakin aku yang mendorongmu?" tanya Clarine yang tidak marah dan malah tertawa karena melihat akting Rachel. "Apa mungkin aku jatuh ke lantai karena diriku sendiri?" kata Rachel yang selalu lembut dengan meninggikan suaranya karena kesal. "Mana mungkin. Lagi pula kamu tampak kesakitan seolah-olah akan mati. Bisa jadi karena angin kencang meniupmu dan kamu hampir terjatuh." "Ka ... Kamu benar-benar menyumpah aku akan mati?!" Wajah Rachel memerah karena marah dan berkata, "Saat aku datang ke sini, jelas-jelas aku merasakan dorongan tanganmu. Kamu berani berdalih?!" "Nona Rachel. Masyarakat kita sekarang ini adalah masyarakat berhukum. Dengan adanya kamera CCTV di mana-mana, kuharap kamu nggak bertindah gegabah." Tiba-tiba mata Clarine yang jernih bagaikan air menjadi gelap dengan aura menindas dan berkata, "Setelah aku menemukan bukti, aku bisa menuntut atas pencemaran nama baik." Mata Steven tampak terkesiap. Dia merasa Clara yang sekarang benar-benar berubah. Clara sudah bukan menjadi sosok istri yang rendah hati dan membosankan yang tinggal sendirian di kamar kosong serta ikhlas. Rachel jelas tertekan oleh aura Clarine yang terlalu kuat dan dengan cepat meminta bantuan Mellisa. "Duh, ini cuma kesalahpahaman, kok. Salah paham!" Mellisa diam-diam melirik kamera di atas kepalanya dan tersenyum untuk mengalihkan pembicaraan dengan berkata, "Rachel, kayaknya kamu nggak sengaja tergelincir dan menimpa Clara, jadi kamu merasa dia mendorongmu. Ini hanya salah paham!" "Rachel, apa kamu sungguh nggak bisa berdiri sendiri?" tanya Steven dengan nada yang sedikit dingin seraya menatap wanita yang berada pada pangkuannya. "A ... Aku pikir dia mendorongku ... " Pria itu terkejut. Rachel merasa bingung dan berargumen dengan tegas di dalam hatinya, "Kalau dia nggak menghindar, aku nggak akan terjatuh! Dia jelas sengaja melakukannya! Gelang peninggalan nenekku juga patah! Padahal ini adalah warisan keluarga Liam! Kalau bukan karena dia, aku nggak akan mematahkannya!" "Nona Clara, aku tahu kamu kesal karena bercerai dengan Kak Steven. Jadi, kamu melampiaskan amarahmu padaku dengan cara seperti ini. Apa perpisahan kalian adalah salahku?" Selesai berkata seperti itu, Rachel meneteskan air mata lagi. Rachel benar-benar sudah jago sekali dalam hal berakting. "Pertama-tama, aku nggak marah. Aku justru berterima kasih padamu karena sudah membantuku melarikan diri dari lautan penderitaan dan nggak harus menjadi wanita yang terkurung di dalam rumah untuk merasakan pahitnya menunggu dari malam hingga fajar," ucap Clarine sambil mengangkat dagunya. Dari malam hingga fajar? Wajah Steven tampak terkejut sekali. "Dan kalau gelang ini benar-benar warisan keluargamu, kamu harus berterima kasih padaku hari ini." Setelah selesai berbicara, Clarine pergi mengambil pecahan setengah gelang tadi dan menatap cahaya dari gelang, lalu berkata, "Barang palsu." "Apa?!" Rachel terkesiap menatap Clarine. Mellisa pun terkejut. "Gelang ini terdapat injeksi lem di dalamnya dan justru penggunaan jangka panjang bisa membahayakan tubuh. Zat beracun dapat meresap ke dalam dan mempengaruhi sistem peredaran darah." Clarine mengangkat tangannya dan pecahan setengah gelang tadi dibuang ke tong sampah, sementara giok hijau pemberian kakek yang dikenakan pada pergelangan tangannya menjadi ejekan terbesar pada Rachel. "Pak Steven, karena Nona Rachel ingin bersamamu, setidaknya kamu belikan dia beberapa perhiasan bagus untuk Dik Rachel." "Clara," ujar Steven dengan ekspresi mengerikan dari alisnya dan tampak marah sekali. "Aku masih punya giok patung kodok tersimpan di meja rias keluarga Octavian. Kalau Dik Rachel nggak keberatan, kamu bisa menggunakan giok itu untuk dijadikan gelang," kata Clarine seraya menepuk-nepuk debu di tangannya, seolah-olah menyentuh gelang tadi membuat tangannya kotor. "Ko ... Kodok?!" "Si jalang Clara ini benar-benar mau menghinaku dengan cara yang licik!" pikir Rachel. Rachel sangat marah pada sikap Clara lagi. Dia ingin membalas, tetapi Clara sudah pergi dengan anggun. ... Di luar rumah sakit. Clarine tak bisa menahan tawa dan terkekeh ketika memikirkan sikap bodoh Rachel yang kalah. "Clara." Ketika mendengar suara Steven yang magnetis dan memekikkan telinga, Clarine mengalihkan tatapannya acuh tak acuh. Angin sepoi-sepoi bertiup, mengibaskan beberapa helai rambut hitamnya dan terbang tertiup angin, menambahkan sentuhan kecantikan yang murni pada Clarine. Steven menyipitkan matanya dan berjalan ke arah Clarine. "Apa ada saran lebih lanjut, Pak Steven?" Clarine memasang ekspresi dingin dan tanpa emosi, lalu dia berkata, "Kalau Nona Rachel masih sedih karena gelangnya, kamu beri tahu padanya kalau besok aku akan mengantarkannya untuk berbelanja sekeranjang gelang seperti itu dari pasar barang antik." "Tadi saat di kamar pasien, kamu dan kakek bilang ... " "Oh, masalah itu. Kamu nggak usah memikirkannya. Aku hanya nggak ingin kamu membuat Kakek kesal," kata Clarine dengan tatapan mata yang lebih lembut ketika membahas nama Kakek." "Kita impas sekarang." Clarine memasang ekspresi bingung. "Kamu memalsukan identitasmu dan menipu orang lain untuk menikah denganku. Kita impas. Aku nggak akan beri tahu pada Kakek maupun siapa pun di keluarga Octavian," kata Steven dengan ekspresi muram. Matanya yang secerah bintang menyembunyikan kecerdasannya. Clarine terpaksa membelalakkan matanya dan berpikir di dalam hati, "Wow! Apa yang lagi dia bicarakan?" Kemudian, Steven membalas, "Tapi kamu harus beri tahu padaku, kenapa kamu menggunakan identitas palsu saat menikah denganku? Nggak, seharusnya aku bertanya seperti ini." Sosok tampan Steven perlahan mendekati Clarine dan bertanya, "Apa tujuanmu menggunakan identitas palsu dan mendekati Kakek?" Tiba-tiba Clarine merasa sesak dan diam-diam melangkah mundur. Akibatnya, Clarine lupa ada di belakangnya ada tangga. Begitu kakinya menginjak udara, dia berseru karena terkejut dan terjatuh ke belakang! Namun pada saat berikutnya, Clarine merasakan sensasi hangat di pinggangnya dan Steven memeluk pinggang kecilnya dengan hangat. Tatapan mereka saling bertemu. Clarine diam-diam tersipu malu dan napas pria itu menjadi tak teratur. Saat ini, Clarine masih merasa kulit Steven begitu mempesona. Semua penampilannya sesuai dengan selera estetika Clarine. 13 tahun yang lalu, Clarine masih berumur 11 tahun. Dalam kegelapan dan hujan badai yang mengerikan, dia selalu mengingat sepasang mata yang seterang bintang. Steven pernah menyelamatkan Clarine. Tanpanya, Clarine tak akan hidup hingga hari ini. Namun, Steven yang sekarang benar-benar sudah menyakiti Clarine, seolah-olah melewati gerbang neraka sekali lagi. Pria itu mengayunkan lengannya dan menopang Clarine. "Makasih." "Jawab pertanyaanku tadi," kata Steven yang merasa enggan. "Aku sudah bukan istrimu lagi. Aku punya hak untuk nggak memberi tahu padamu." Clarine tersenyum sinis, berbalik, dan berkata, "Karena kamu bilang kita sudah impas, kenapa kamu harus menahanku dan nggak melepasku? Meskipun identitasku palsu, aku nggak melakukan apa-apa yang menyakitimu selama tiga tahun ini, bukan?" Tiba-tiba Steven meraih lengan Clarine dan alisnya tampak serius seraya berkata, "Kita belum resmi bercerai. Secara resmi, kamu masih menjadi istriku. Jadi, kamu punya kewajiban untuk memberi tahu padaku tentang identitasmu!" "Aku nggak bisa mengatakannya!" Napas Clarine menjadi cepat dan matanya memerah, lalu dia menambahkan, "Pak Steven terus mengatakan kewajiban, bukankah itu konyol? Selama tiga tahun ini, kamu belum pernah memenuhi kewajibanmu sebagai suami. Kenapa kamu malah menuntutku dengan kewajiban sebagai istrimu?!" "Clara, jangan kamu pikir aku nggak bisa berbuat apa-apa padamu meski kamu nggak mengatakannya padaku!" Tiba-tiba Steven menarik Clarine ke dalam pelukannya, lalu menciumnya dan saling bertukar napas. Steven bukanlah orang yang mudah emosi, tetapi wanita ini justru sering menginjak titik lemahnya semenjak wanita ini pergi darinya. Kemampuannya hebat sekali! "Kalau begitu, kamu selidiki saja. Kenapa masih tanya padaku?" Clarine dengan kuat melepaskan diri dari tangan Steven, lalu pergi tanpa menoleh ke arah Steven. Steven menatap sosok wanita yang dingin dan anggun itu. Begitu teringat bibir merah yang menggoda dan sepatu hak tinggi hitam yang setajam senjata, dadanya terasa sesak. Kenapa gaya wanita itu berubah menjadi seperti ini? Apa itu demi menyesuaikan dengan selera Rio? Mengingat wanita itu memiliki motif tersembunyi dan pikiran yang suka berubah-ubah, entah apa yang disukai Kakek pada wanita ini! "Pak Steven, Nona Rachel bilang kakinya terkilir. Dia menangis dan meminta Anda untuk melihatnya," kata Felix yang menyusul Steven dengan napas terengah-engah. Tiba-tiba terdengar suara gemuruh dari mesin mobil sport yang menggelegar. "Ah! I ... itu Nyonya Clara!" Steven terkesiap begitu melihat mantan istrinya mengendarai mobil sport dan mengenakan kacamata hitam yang menutupi setengah wajahnya, lalu melintas di depannya dengan arogan! Clarine mengendarai supercar edisi terbatas kelas atas, Bugatti La Voiture Noire. "Nyonya Clara ... Ternyata dia adalah wanita terkaya yang tak terlihat! Wah!" kata Felix seraya membelalakkan matanya. Mata Steven semakin dalam dan semakin gelap ketika melihat kejadian tadi. Tangan di sampingnya perlahan mengepalkan tinju. "Kejar dia!"

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.