Bab 4
Lima hari kemudian, Steven memanggil sekretarisnya, Felix Darmawan, ke kantor setelah rapat pagi.
"Apakah kamu sudah menyelidiki masalah Clara?"
Sambil menghadap ke arah jendela model Prancis, pria itu menatap pemandangan yang indah di Kota Sanmara. Sosoknya yang tinggi dan tegap menciptakan siluet yang mendominasi.
"Ma, maafkan saya, Pak Steven. Tidak ada kemajuan sama sekali."
Felix mengelap keringatnya dengan gugup dan berkata, "Setelah kepergian Nyonya malam itu, dia tidak kembali bekerja di panti rehabilitasi tempat dia bekerja sebelumnya. Saya bahkan secara pribadi mengunjungi kampung halaman Nyonya di Kabupaten Layung, tapi alamat yang tertera palsu dan tak ada orang bermarga Bernard di sana."
"Alamatnya palsu?" Tiba-tiba Steven berbalik. Tatapannya menggelap dan mendominasi.
"Ya. Saya sudah pergi ke kantor polisi setempat untuk memeriksanya, tetapi tak menemukan orang dengan nama tersebut." Sebenarnya, Felix memanggil nama Clarine Tanuwijaya sebagai Nyonya Clara selama tiga tahun, tetapi dia mengurungkan niatnya.
Ada suara mendengung di kepala Steven. Siapa orang yang dia nikahi? Apakah dia mata-mata!
"Malam itu dia pergi bersama Rio. Apa nggak ada petunjuk dari penyelidikan Rio Tanuwijaya?"
"Sejujurnya, Pak Steven, kalau Pak Rio benar-benar punya kekasih simpanan, kita mungkin nggak akan bisa menemukan apa-apa ... "
Frasa "kekasih simpanan" membuat alis Steven yang tampan melonjak tajam. Matanya yang hitam pekat memancarkan api gelisah.
"Sepertinya Rio punya kepribadian yang baik. Bagaimana bisa dia melakukan tindakan kotor seperti menghancurkan reputasinya?"
"Hm ... kayaknya nggak merusak hubungan orang lain, deh. Lebih tepatnya merebut kekasih orang ... "
Steven menunjukkan tatapan tajam yang menunjuk. Felix terperanjat hingga kesulitan bernapas dan berdeham.
Adegan Rio menjaga Clara malam itu tergambar sangat jelas di benak Steven. Kasih sayang yang mendalam di mata pria itu terasa begitu kuat.
Steven tidak tahu apa yang sedang terjadi. Hatinya terasa sesak.
Bagaimana bisa istrinya yang membosankan bisa begitu menawan, bahkan Rio yang psikopat, terkenal kejam dan tidak serakah menjadi pelindung dan bawahan Clara?
"Steven, bisakah kita ... Nggak usah bercerai?"
"Karena ... Aku mencintaimu!"
"Dasar penipu!" Steven menyipitkan matanya dan memancarkan aura dingin ke seluruh tubuhnya.
Semakin Steven memikirkannya, dia semakin kesal. Semakin dia kesal, dia semakin memikirkannya!
Saat ini, ponselnya berdering di atas meja.
Steven kembali dari lamunannya, dan melihat Rachel menelepon. Dia pun buru-buru mengangkatnya.
"Rachel, ada apa?"
"Kak Steven, aku ada di lobi Grup Octavian. Apa kamu bisa menjemputku? Aku membawa camilan yang kubuat sendiri. Aku ingin kamu yang pertama kali mencobanya."
Suara Rachel terdengar manis dan lembut dari telepon. Ketika mendengarnya, kepala Felix yang ada di samping Steven menjadi mati rasa.
"Sekarang kamu ada di lantai bawah kantor?" tanya Steven sambil mengerutkan alisnya.
"Ya, Kak Steven. Kenapa? Kamu nggak mau bertemu dengan Rachel?" tanya Rachel dengan genit.
"Nggak. Aku akan menyuruh Felix untuk menjemputmu."
Setelah menutup teleponnya, ekspresi Steven tampak murung.
Sekarang, Steven dan Clara belum menyelesaikan prosedur perceraian, jadi dia masih belum mengumumkan kabar perceraiannya secara resmi. Saat ini, Rachel datang ke perusahaan untuk menemuinya. Kalau ketahuan, ini akan menyebabkan masalah besar.
Steven tidak takut, tapi masalahnya ...
Saat ini ponselnya berdering lagi.
Steven menunduk untuk melihat layar dan tiba-tiba jantungnya berdegup kencang.
"Kakek."
"Dasar bocah nggak berperasaan! Sudah kubilang, tapi kayaknya kamu budek?!"
Kakek di keluarga Octavian, Hendrik Octavian, berkata dengan kesal dan penuh semangat, "Sudah kubilang, setelah kamu menikahi Clara, kamu nggak boleh berhubungan dengan cewek dari keluarga Liam!"
"Kamu nggak hanya nggak bisa dipercaya, tapi juga membawanya ke perusahaan. Nggak masalah kamu merendahkan dirimu sendiri, tapi mau kamu taruh di mana muka Clara?! Cepat ke sini!"
...
Tekanan udara di ruang tamu sangat menyesakkan.
Hendrik bersandar pada tongkatnya sambil ditemani oleh sekretaris pribadinya. Dia dipapah untuk duduk oleh Robert. Ekspresinya muram sesuram tinta hitam.
Steven berdiri dengan tegap di hadapan para tetua, sementara Rachel dilarang masuk. Kakek Hendrik berkata bahwa selir rendahan seperti Rachel tidak pantas hadir di hadapan Hendrik.
"Katakan! Sebenarnya apa yang terjadi pada wanita itu?!" tanya Hendrik seraya membanting tongkatnya ke lantai.
"Pa, Papa tenanglah dulu ... " Robert buru-buru mengelus punggung lelaki tua itu dan menatap Steven dengan penuh kebencian.
"Kakek, ini sudah genap tiga tahun."
Suara Steven terdengar serak. Dia mengucapkan kata demi kata, "Aku berjanji pada Kakek kalau aku hanya akan menikahi Clara selama tiga tahun. Ini sudah genap tiga tahun. Mau aku meneruskan pernikahan ini atau bercerai dengannya, itu suka-suka aku."
Wajah Hendrik memucat, seolah-olah tersambar petir.
Selama tiga tahun ini, Hendrik menjalani kehidupannya dengan bahagia setiap hati setelah ditemani anak sebaik Clara. Lebih dari seribu hari berlalu begitu cepat, bahkan dia tak menyadari waktu tenggatnya sudah tiba!
Steven mengangkat bibirnya yang tipis dengan santai dan berkata tanpa perasaan, "Sekarang, aku memilih untuk mengakhiri pernikahan ini dan bersama dengan orang yang benar-benar aku cintai. Kakek nggak boleh merasa keberatan. Clara juga sudah menandatangani surat cerai. Dia akan pergi bersamaku di hari yang ditentukan untuk mengurus prosedurnya."
"Apa?! Sudah bercerai?!" Hendrik sangat marah. Ketika dia berdiri, matanya menggelap dan hampir jatuh.
Steven bergegas maju untuk memapah Kakek, tetapi dia didorong oleh Kakek dengan kesal.
"Papa! Kami belum mendapatkan surat cerai secara resmi. Kami hanya menandatangani surat prosedurnya saja. Kakek tenanglah atau nanti stroke Kakek kambuh!" Steven khawatir penyakit kronis kakeknya kambuh dan buru-buru menghiburnya.
"Sialan! Sialan! Aku sudah nggak puas sama menantuku. Kenapa aku juga nggak bisa mendapatkan cucu menantu yang cocok?!"
Steven terperanjat di tempat dan tidak yakin untuk mengulurkan tangannya atau melepaskannya. Robert pun ikut merasa tidak berdaya.
"Aku mau Clara! Kamu cari dan bawa Clara-ku ke sini! Tanpa Clara, aku nggak bisa tidur nyenyak dan nafsu makan. Aku nggak ingin siapa-siapa, kecuali Clara menjadi cucu menantu keluarga Octavian!" Hendrik semakin menjadi seperti anak kecil seiring bertambahnya usia dan mulai berbuat ulah.
"Steven, kenapa kamu nggak cepat telepon Clara dan bawa dia menemui Kakek!" desak Robert dengan suara tergesa-gesa.
"Kakek, percuma Kakek bertingkah seperti ini. Meskipun aku memintanya untuk kembali dan menemani Kakek sekarang, pernikahan kami sudah berakhir dan nggak mungkin dilanjutkan lagi."
Steven berpikir bahwa rasa sakit yang berkepanjangan tidak sesakit rasa sakit yang singkat. Daripada menunda-nunda, lebih baik memutuskan pikiran tersebut dengan tegas. Toh, seiring berjalannya waktu juga akan memudar.
"Aah!" Sekujur tubuh Hendrik gemetar dan jatuh terduduk dengan tegak.
Saat ini, Robert dan Steven ketakutan. Mereka berdua memanggil dokter dan mencari obat. Dalam sekejap, semua orang berlarian kebingungan.
Steven merasa tidak berdaya dan hanya bisa menggertakkan giginya untuk menelepon Clara.
Namun hasilnya.
"Nomor yang Anda tuju tidak aktif."
Tidak hanya Clara yang jejaknya menghilang, bahkan nomor teleponnya ikut menghilang?!
"Sialan!" Steven kesal sampai matanya memerah. Dia mengepalkan tinjunya dengan erat.
*
Di sisi lain, di depan pintu masuk Hotel KS WORLD.
Para pimpinan sudah menunggu di luar untuk menyambut pemimpin besar datang.
"Kudengar manajer umum yang datang hari ini adalah seorang wanita muda!"
"Cih, aku nggak percaya. Empat manajer pria yang datang sebelumnya nggak berhasil membalikkan kondisi. Mereka ada yang dipindahkan dan mengundurkan diri. Apa bisa gadis ini membalikkan keadaan saat dia datang? Kamu bercanda!"
"Kudengar dia putri kesayangan Pak Rafael ... "
"Mungkin dia anak haram yang nggak disukai oleh tiga istri dan empat selir Pak Rafael? Mana mungkin putri kesayangan dikirim ke sini untuk membereskan kekacauan?"
Semua orang mencibir.
"Datang! Bos baru sudah datang!"
Sebuah mobil Rolls-Royce kelas atas diparkir dengan mantap di depan gerbang, diikuti dengan beberapa mobil Mercedes-Benz kelas atas dengan penampilan yang sangat spektakuler.
Semua orang menatap plat nomor 9999 dan suasana langsung menjadi hening. Mereka menahan napas mereka dan konsentrasi.
Pintu mobil terbuka dan hal pertama yang menarik perhatian mereka adalah sepatu hak tinggi yang mendominasi serta bawahan berwarna merah dan baju berwarna hitam.
Kemudian, sosok wanita cantik yang mempesona dengan rambut hitam bagaikan air terjun dan kecantikan yang tak terlukiskan turun dari mobil. Alis dan matanya tajam bagaikan angin musim hujan yang menyapu dedaunan dengan dahsyat hingga membuat orang-orang tak berani menatapnya.
"Oke, semuanya."
Clarine sedikit mengangkat bibir merahnya yang merona dan senyuman yang menakjubkan. "Aku adalah manajer umum baru kalian, tapi aku bukan anak haram. Jadi, maaf kalau aku mengecewakan kalian."
Begitu terdengar suara Clarine, beberapa orang yang membicarakannya langsung ketakutan dan berkeringat dingin seperti hujan.
Beberapa menit sebelumnya di mobil.
Clarine mengambil laptopnya dan langsung mematikan dua kamera CCTV di depan gerbang hotel.