Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 5

Jadi, tidak ada tempat untuk bersembunyi bagi para pimpinan yang membicarakan CEO wanita mereka di belakang. "Benar-benar nggak masuk akal! Nona muda kita adalah satu-satunya putri sah keluarga Tanuwijaya! Apa yang ada di dalam otak mereka?!" ujar sekretaris CEO yang duduk di kursi penumpang, Ariel Herta, dengan kesal. "Ya ampun, mau itu anak sah atau tidak, buat apa peduliin masalah itu di pagi hari? Aku nggak peduli apa pun analisis rumor kalian." Clarine menyipitkan matanya yang cerah. Dia mengulurkan tangannya yang seputih giok nan mulus untuk mencubit pipi Ariel. Pipi Ariel yang imut menjadi semerah buah stroberi. "Clarine, kamu adalah calon CEO KS. Apa kamu bisa bersikap lebih seperti pemimpin sedikit? Jangan menggoda Ariel," kata Rio sambil mengernyitkan dahinya. "Kenapa? Hanya pria yang diperbolehkan menggoda sekretaris cewek, tapi aku nggak diperbolehkan menyentuh pipi sekretaris cowok?" Clarine menggerutu dengan berkata, "Meski aku menyentuhnya, toh dia bekerja untuk uang!" Rio menggelengkan kepalanya, dan hanya tersisa senyuman lembut nan penuh kasih di antara alis dan matanya yang tampan. ... Para pimpinan berkerumunan di sekitar Tanuwijaya bersaudara dan masuk ke dalam hotel. Sebagai wakil CEO, Pak Sebastian terus mengarahkan mereka ke arah lift VIP, tetapi tak ada yang menyangka bahwa Clarine berkata dengan santai, "Aku ingin lihat restoran terlebih dahulu." Sip! Begitu masuk, sudah langsung mau inspeksi tanpa basa-basi! "Pak Sebastian mengantarkan Pak Rio dan lainnya ke restoran prasmanan dengan penuh ketakutan." Rio selalu tenang sebagai "orang yang tak terlihat" dengan rasa keberadaan yang kuat. Dia hanya membiarkan adiknya mengekspresikan dirinya dengan bebas. Saat ini belum waktunya untuk makan siang dan belum ada tamu di restoran, tetapi para pelayan sudah mulai menyajikan makanan. Tatapan tajam Clarine menyapu hidangan yang ditaruh di atas piring dan tiba-tiba berhenti pada area hidangan makanan laut. Tampak Clarine menyingsingkan lengan bajunya dan tangannya yang seputih giok meraih kotak kaca. Dengan tepat, dia mengambil seekor udang mati dari ratusan udang. "Jelaskan." "I, ini belum mati, 'kan ... " kata Pak Sebastian dengan terbata-bata dan terkesan meremehkan. "Belum. Kalau begitu, aku traktir Pak Sebastian makan, ya?" kata Clarine sambil meringkukkan bibir merahnya. "Bu, Bu Clarine juga melihatnya, 'kan. Udangnya begitu banyak, wajar kalau ada yang mati lemas ... " "Apa menurutmu masih wajar kalau udangnya mati secara alami dan menjadi racun setelah dimakan oleh pelanggan?" Seketika Clarine menahan semua senyumannya dan berkata, "Dan juga ada total 356 udang di dalam kotak kaca ini. Kalau dilihat secara kasar, aku menemukan ada lima udang mati dan kurang dari tiga puluh udang setengah mati." "Entah apa yang dipikirkan oleh pelanggan ketika membayar enam ratus ribu untuk makanan seperti ini, tapi bagiku, aku nggak bakal menginjakkan kakiku ke hotel ini lagi!" "Semua bahan makanan untuk hidangan laut harus segera diolah dan diganti dengan pemasok baru. Besok saat makan siang, kalau aku melihat ada satu udang mati lagi, aku akan menyuruhmu untuk membawanya pulang agar bisa kamu coba." Pak Sebastian sangat ketakutan sampai kakinya terasa lemas. Bahkan para pimpinan pun terkesiap. Namun, hanya Rio dan Ariel yang hadir di sana tahu bahwa putri keluarga Tanuwijaya ini punya kemampuan mengingat yang luar biasa dan mampu membaca sepuluh baris sekaligus. Saat dia masih kecil, dia bahkan menggunakan mata yang bisa melihat kebenaran untuk membantu polisi menyelesaikan kasus kriminal besar. Hanya ada beberapa ekor udang dan diberi sedikit air. Begitu tiba di area ruang tamu, Clarine langsung meminta saputangan seputih salju pada Ariel dan dengan lembut menempelkannya ke dinding serta bingkai foto. "Kurang bersih, masih ada debu. Bersihkan ulang." Para pimpinan pun merasa frustasi. "Kalian pasti diam-diam sedang mengumpat tentangku bahwa aku membesar-besarkan masalah sepele dan mencari-cari kesalahan, 'kan?" Clarine tampak tenang, tetapi nada bicaranya terdengar sangat serius, "Bahkan hotel berusia seabad saja bisa dikalahkan oleh detail yang sepele ini. Kalau dua pertanyaan ini sampai ke juri penilai bintang hotel, ini sudah cukup untuk mencabut bintang hotel kita!" Clarine memberi isyarat dengan matanya pada Ariel dan Ariel mengerti, lalu memerintah dengan suara rendah, "Buka pintu kamar ini." SPV Departemen Rumah Tangga buru-buru membuka pintu dengan gugup. Ketika pemimpin sebelumnya datang, mereka merapikan dua kamar contoh untuk ditunjukkan dan pura-pura rapi. Namun, Bu Clarine ini sangat licik. Dia bermain tanpa mengikuti aturan sama sekali! Clarine memasuki kamar pelanggan. Awalnya dia melihat kamar mandi, lalu masuk ke kamar dan duduk di atas kasur. Dalam sekejap, Clarine yang cantik berubah dingin. Namun pada akhirnya, Clarine tidak mengatakan apa-apa. Dia hanya menyelesaikan inspeksinya, lalu datang ke kantor manajer umum bersama dengan Rio. "Setelah melakukan inspeksi tadi, bagaimana menurutmu?" tanya Rio sambil tersenyum. "Haih, orang-orang biadab yang melakukan hal-hal kotor. Benar-benar berantakan banget!" Clarine duduk lemas di atas sofa, menopang tangannya pada siku dan menghela napas, lalu berkata, "Rafael, apa dia mau mengujiku atau mau main-main denganku? Hotel ini benar-benar sudah hancur! Apa ini sungguh bisnis keluarga Tanuwijaya kita?" "Clarine, hotel ini didirikan oleh kakek. Sejak dulu keluarga Tanuwijaya mengandalkan ekspansi bertahap di industri perhotelan dan melakukan manajemen yang cermat. Baru akhirnya zaman sekarang masuk menjadi Grup KS." "Hotel ini bukannya hancur, melainkan tempat yang memuat emosi keluarga Tanuwijaya selama tiga generasi. Akan tetapi, karena sekarang bisnis keluarga Tanuwijaya sudah kebanyakan, dalam dua tahun terakhir industri perhotelan memang lesu. Kakak-kakakmu juga punya pekerjaan mereka masing-masing. Jadi ... untuk masalah pengelolaan pun terabaikan." Rio menghela napas dengan rasa menyalahkan dirinya sendiri karena tidak berdaya, lalu berkata, "Dek, kamu semangat kerjanya, ya." Saat ini, Clarine baru memperhatikan ada piano berwarna hitam di sudut ruangan. Napasnya sesak. "Aku menyuruh orang untuk meletakkan piano itu di sana. Aku ingat ketika kamu merasa sedih, kamu sering bermain piano atau berpacu kuda untuk beberapa kali putaran dengan gembira." Rio mengedipkan matanya yang hangat dan berkata, "Aku pikir kamu akan sibuk sekali selama dua bulan ini. Jadi, berpacu kuda agak kurang realistis. Kalau kamu capek, kamu mainkan saja beberapa lagu di piano ini. Aku ingat permainan pianomu sangat bagus ... " "Terima kasih, Kak Rio. Tapi aku sudah lama nggak main piano." Tenggorokan Clarine terasa sakit. Luka yang sulit disembuhkan di dalam hatinya perlahan terbuka, dan darah yang mengalir dari luka ke hatinya yang dingin ternyata masih terasa panas. "Kenapa?" tanya Rio terkejut. "Saat aku menjadi dokter lintas batas, aku nggak sengaja melukai tanganku saat menyelamatkan orang yang terluka di medan perang. Ligamen jari kelingkingku patah. Meskipun nggak patah, toh nggak berguna. Bahkan aku nggak bermain piano yang memerlukan jarak tuts yang terlalu jauh di antara jari, jadi aku memutuskan untuk ... nggak bermain piano lagi, deh." Clarine berusaha yang terbaik untuk menyatakan masalah ini dengan nada bicara yang sangat tenang. Rio merasa sangat sakit hati dan buru-buru memegang jari kelingking mulus dan bersih adiknya. "Apa kamu ... terluka demi Steven?" "Bisa ya bisa nggak." Ketika mendengar nama itu, hati Clarine masih terasa sakit, tetapi dia masih menunjukkan senyumannya yang cerah seraya berkata, "Aku terluka demi perdamaian dunia dan menghormati leluhur kita, oke?" Lima tahun yang lalu, Clarine bertemu lagi dengan Steven yang selalu dirindukan dan ternyata berada di medan perang di perbatasan negara Kingia. Clarine adalah dokter untuk di medan perang, dan Steven adalah prajurit dari pasukan penjaga perdamaian. Steven berperang untuk perdamaian, sementara Clarine membawa Steven yang terluka parah kembali ke zona aman. Salah satu tangan Steven hampir terluka parah. Suatu hari Clarine menganggapnya sebagai suatu kehormatan. Sekarang setiap kali Clarine melihat jari kelingking yang mati rasa ini, hatinya terasa sakit seolah-olah hatinya tertusuk. Namun, semuanya sudah berlalu. Walaupun Clarine mencintai orang yang salah, dia tidak pernah menangis maupun menyesalinya. Ariel masuk ke dalam dengan buru-buru. "Nona, sesuai instruksi Anda. Kami menemukan bahwa pemasok perlengkapan kasur dan beberapa furnitur di hotel kita berasal dari merek Furnitur Ellie dan Pak Sebastian bertanggung jawab untuk menghubungi mereka!" "Hehe, ternyata Ellie, toh." Kaki Clarine yang indah saling bertumpang-tindih, dan matanya yang jernih menyipit dengan tatapan berbahaya seraya berkata, "Beri tahu divisi keuangan untuk memilah semua transaksi keuangan hotel selama dua tahun terakhir dan segera hubungi pemasok tempat tidur yang baru untuk menggantikan Ellie sepenuhnya!" "Itu banyak banget, lho!" ucap Rio seraya mengangkat alisnya. "Furnitur Ellie adalah industri yang didirikan oleh kakak yang dikagumi, Steven." "Oh, dendam pribadi," kata Rio dan Ariel secara bersamaan secara kebetulan. "Bukan itu, kok! Karena Ellie menjual produk tempat tidur di bawah harga standar pada KS WORLD kita, jadi aku ingin menghukum mereka dengan berat!" kata Clarine mendengus. Clarine merasa sangat kesal ketika memikirkan kasur yang keras dan usang itu. Tempat tidur yang tidak nyaman bisa mempengaruhi kesan pelanggan terhadap hotel. Tidak heran ada begitu banyak ulasan negatif di internet! "Oh ya! Ada satu lagi ... " Ariel buru-buru berkata, "Bu Clarine sudah meminta saya untuk mengawasi keluarga Octavian beberapa hari ini. Aku baru saja menerima kabar bahwa kakek di keluarga Octavian mengalami stroke dan dirawat di rumah sakit. Kebetulan dia rawat di rumah sakit di bawah naungan keluarga Tanuwijaya!" Clarine tiba-tiba berdiri dan merasa sangat cemas, lalu berkata, "Kakek dirawat di rumah sakit?!" Saat itu ponsel Rio berdering. Rio menunduk untuk melihat layar ponselnya. Tiba-tiba dia menggigit bibirnya dengan ringan. "Clarine, nih mantan suamimu."

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.