Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 3

Di Taman Ambawang, Lambogia keluarga Tanuwijaya. Sebuah mobil Rolls-Royce berhenti dengan mantap pas di tengah karpet merah di depan gerbang rumah besar berdesain kuno yang megah. Tuan muda kedua dari keluarga Tanuwijaya, Gerry Tanuwijaya, menyambut dengan membukakan pintu mobil untuk adiknya. "Selamat datang kembali, Tuan Putri!" Penampilan Clarine tampak cantik dan memesona di bawah sorotan cahaya lampu. Dia melepaskan sepatu sneaker di dalam mobil dengan sepatu hak yang cukup tinggi. Gerakannya sangat anggun dan angkuh bagaikan seorang ratu. "Kak Gerry, gimana kabar kalian?" "Baik, tapi nggak ada yang sebaik saat kamu pulang. Apakah kembang apinya indah? Hadiah ulang tahun kali ini menarik perhatian seluruh kota! Pasti nanti bakal jadi trending!" kata Garry dengan wajah tampan dan penuh semangat. "Ya, aku sudah lihat. Semua orang ngomong itu pasti dari pria kaya yang sedang tergila-gila mengejar istrinya. Mereka juga bilang kamu adalah pria kaya raya yang nggak bakal habis uangnya tujuh turunan. Selamat pada Kak Gerry karena sudah membuka pencapaian baru di dalam hidup Kakak!" kata Clarine sambil tersenyum cerah dan bertepuk tangan. Gerry mengabaikan ejekan Clarine dan mendengus dengan penuh semangat seraya memeluk gadis itu. "Clarine, kamu nggak bakal pergi lagi, 'kan?" "Nggak. Aku sudah dipecat, jadi buat apa aku pergi?" Clarine menepuk punggung Gerry dengan perasaan lega. "Duh, aku mengecewakan semua orang. Aku sudah mempertaruhkan segalanya selama tiga tahun ini, tapi pada akhirnya aku masih nggak bisa mendapatkan pria itu. Aku benar-benar gagal dengan sangat menyedihkan." Tak ada yang tahu bahwa suasana hati Clarine saat ini seperti orang bodoh yang memakan obat pahit hingga hampir meneteskan air mata, tapi dia masih menahannya. Clarine bersumpah bahwa begitu dia keluar dari rumah keluarga Octavian, dia tak akan pernah menangis lagi demi Steven karena Steven tidak pantas untuk ditangisi! "Dasar Steven brengsek! Beraninya dia menindas adikku! Besok aku akan mulai menyelidiki Grup Octavian dan menyuruh Bram untuk membunuhnya diam-diam!" Ketika mendengar perkataan itu, Rio menurunkan alisnya seraya berkata, "Amin." "Kak Gerry, jangan sembarangan bicara! Kamu adalah seorang jaksa." Clarine tersenyum pahit dan berkata, "Bisakah kamu belajar dari Kak Rio tentang kedamaian dan cinta?" "Sialan! Kak Rio itu baru jadi orang baik setelah meletakkan pedangnya." Gerry menarik dasinya dengan kesal dan berkata, "Pokoknya aku nggak akan pernah membiarkan masalah ini begitu saja! Nggak apa-apa kalau mau menindasku, tapi kalau mereka dari keluarga Octavian yang menindas adikku, itu artinya mereka akan selalu berada dalam jangkauanku!" Tangan kiri Clarine memegang Rio dan tangan kanannya memeluk Gerry. Ketiga saudara ini masuk ke dalam rumah yang sudah lama tak mereka kunjungi sambil mengobrol dan tertawa. Di sisi lain, ketika Ketua Dewan Grup KS, Rafael Tanuwijaya, mendengar bahwa putrinya kembali pulang, wajahnya yang serius dan bermartabat tidak bisa menyembunyikan rasa kegembiraannya. Dia berjalan bolak-balik di ruang kerja dengan penuh semangat. "Rafael, aku pulang!" Clarine dan kedua kakaknya masuk ke ruang kerja. Dia mengubah sikapnya yang lembut dan berbudi luhur ketika berada di kediaman keluarga Octavian. Dia berbaring santai di sofa, kakinya yang semulus giok terangkat, dan sepatu hak tingginya dilempar. Rio pun duduk dan secara alami menaruh kaki adiknya yang indah dan putih ke atas lututnya dan memijatnya. "Sikap cewek kok barbar begitu! Kamu jadi dokter lintas batas di mana? Sarang bandit?!" Rafael sengaja menjaga ekspresi seriusnya. Dia benar-benar tidak akur dengan putrinya. Kalau dia tak melihat putrinya, dia merindukannya. Namun, kalau melihatnya, dia malah ingin mengusir putrinya. "Ini bukan tanda-tanda awal terkena penyakit alzheimer, 'kan? Apa ini papaku yang dulu?" Clarine mengangkat kelopak matanya dan mengalihkan pandangannya ke arah dinding. Dia tak bisa menahan jantungnya yang berdebar. Clarine melihat bait tulisan yang dia tulis lebih dari sepuluh tahun yang lalu tergantung di dinding. Entah kenapa tiba-tiba orang tua ini mengeluarkannya dan bahkan memasangnya. Bait pertama: Tiga istri dan empat selir benar-benar mengira dirinya kaisar, dan kerajaan sudah mati. Bait kedua: Kalau tidak bisa merawat tubuh di umur 70-80, kamu akan meninggal karena serangan jantung. Tulisan horizontal: Hormatilah! Terima kasih! Ini adalah hadiah pernikahan pemberian Clarine untuk papanya pada pernikahan Rafael ketiga saat itu. Saat ini, karena kepala keluarga Tanuwijaya memiliki empat istri, dia menjadi perbincangan hangat masyarakat berkali-kali di waktu senggang mereka. Clarine yang tidak puas dengan lingkungan keluarganya, sejak dini dia sudah pergi ke luar negeri dan menjadi dokter lintas batas demi menyelamatkan orang. "Setelah tiga tahun pergi nggak jelas, kamu pulang dan memaki papamu yang sakit parah. Kamu sungguh perhatian, putriku yang manis!" kata Rafael sambil menatap dengan kesal dan membuang ingusnya. "Terima kasih atas pujiannya, Papa!" Clarine tersenyum lembut sambil memperlihatkan bibir yang merah dan gigi yang putih. "Papa, sekarang Clarine sudah pulang, jadi ada beberapa urusan yang harus dimasukkan ke dalam agenda." Rio memasangkan sepatu pada adiknya dan berkata dengan serius, "Aku memutuskan untuk turun dari posisi CEO Grup KS dan memberikannya pada Clarine." Clarine membelalakkan matanya dan melotot pada Rio yang tampan dan tegas pada keputusannya di samping Clarine. "Kamu!" Saking kesalnya, Rafael tidak tahu harus berkata apa untuk beberapa saat. "Aku hanya berjanji untuk mengurus perusahaan demi Anda selama tiga tahun. Hari ini sudah pas tiga tahun dan aku akan kembali ke gereja. Anda tahu ini bukanlah cita-citaku. Menjadi pendeta adalah cita-citaku seumur hidupku." Saat ini, sekujur tubuh Rio memancarkan cahaya suci dan tak ada seorang pun yang bisa mengganggu keteguhannya. "Kalau kamu nggak mau, serahkan saja pada Gerry!" Rafael terpaksa tidak berdaya dan hanya bisa mundur dengan mencari alternatif. "Nggak, nggak, nggak ... Aku adalah pegawai PNS. Aku nggak boleh berhubungan dengan konglomerat besar. Aku bisa dihentikan dan diperiksa!" Gerry menghindar dan wajahnya memucat ketakutan. Rafael merasa sangat frustasi. Apa gunanya memiliki begitu banyak anak laki-laki? Satu demi satu bersinar dan bersemangat ketika di luar, tetapi ketika di dekatnya, mereka malah menjadi loyo. Sementara dari tahun ke tahun, tubuh Rafael semakin lemah. Dia sudah lama berencana untuk pensiun dan menyerahkannya pada anaknya. Namun, melihat semua anak keturunannya, tak ada seorang pun yang bisa mewarisi kerajaan bisnisnya. Bukannya Rafael tidak memanjakan putrinya, hanya saja dia keras kepala dan percaya bahwa seharusnya pewaris adalah anak laki-laki. "Siapa bilang perempuan tidak bisa memegang kekuasaan sehebat laki-laki! Aku akan menjadi CEO!" ucap Clarine dengan bibirnya yang merah sambil tersenyum bangga. "Kamu ngomong mau jadi CEO, terus bisa langsung jadi CEO, gitu? Kamu pikir Grup KS itu tempat bermain? Memang gadis kecil sepertimu bisa dipercaya banyak orang? Apa kamu tahu cara berbisnis?" Perubahan di wajah Rafael tak bisa menyembunyikan ekspresi sedih dan kesalnya, lalu dia berkata, "Lagi pula suasana hatimu itu mudah terombang-ambing. Kamu sering menghilang begitu saja. Kalau kamu nggak cocok, kamu langsung lari ke negara Kejawen selama tiga tahun begitu saja." "Apa kamu tahu betapa khawatirnya diriku padamu? Seberapa khawatirnya mama padamu?! Kupikir kamu sudah jadi potongan mayat karena terkena bom di perbatasan!" Dada Clarine terasa sesak saking sakitnya dan lingkaran matanya memerah. Meskipun Clarine merasa papanya berhutang begitu banyak pada mamanya, meskipun dia begitu benci pada papanya, diam-diam dia menikahi Steven tanpa memberi tahu pada Rafael selama tiga tahun. Dia berhutang pada papanya dalam hal ini. "Pa, Clarine juga paham, kok." Rio mengambil cangkir teh dan menyesapnya dengan anggun, lalu berkata, "Masih ingat krisis keuangan yang keluarga Tanuwijaya kita alami empat tahun yang lalu? Beberapa tindakan pengendalian grup yang efektif, semuanya adalah saran yang diajukan oleh Clarine." "Lalu, kasus proposal perencanaan akuisisi Grup Winarto dua tahun yang lalu juga dibuat oleh Clarine sampai begadang beberapa hari." Rafael terkesiap ketika mendengar perkataan Rio. "Papa, sebenarnya Papa kurang mengenal adik dengan baik. Justru dek Clarine-lah yang paling sabar dan banyak akal di keluarga kita." "Papa selalu memiliki reputasi dalam mengenal orang dan memanfaatkan mereka dengan baik, serta merekrut orang-orang berbakat. Sekarang ada orang berbakat tepat di depan Papa, kenapa Papa nggak memanfaatkannya?" kata Gerry membujuk dengan semangat di samping. Rafael merenung sejenak, lalu berkata dengan nada tegas, "Baiklah. Nak, kalau kamu ingin mengurusnya, aku akan mengujimu. Anggap saja ini sebagai hadiah ulang tahun dari papamu!" Clarine pun meluruskan posisi duduknya dan mata kacang almondnya bersinar seperti bintang kejora. "Kamu istirahatlah beberapa hari ini. Minggu depan, kamu laporan ke Hotel KS WORLD di Ibu Kota Sanmara. Selama kamu bisa memberikan tampilan baru dan mengubah kerugian menjadi keuntungan selama setengah tahun, aku akan mempertimbangkan untuk menjadikanmu CEO KS!" ... Setelah keluar dari ruang kerja, tangan Rio dan Gerry tidak sengaja bersandar di bahu Clarine secara bersamaan. "Tuhan memberikan tanggung jawab yang besar pada orang ini," kata Rio. "Kamu harus membereskan kekacauan terlebih dahulu sebelum merapikannya," kata Gerry sambil menghela napas. "Aku tahu pria tua itu berusaha keras untuk membuatku menyerah, tapi sayangnya triknya nggak berhasil padaku. Aku terlahir menjadi pegas. Ketika ada tekanan, aku menjadi semakin kuat," ucap Clarine sambil mengepalkan jarinya. Ambisinya yang terbengkalai selama tiga tahun pun akan segera bangkit. Kedua saudaranya saling bertatapan dan tersenyum. "Adikku sayang, kami percayakan kebebasan seumur hidup kakak-kakakmu ini padamu."

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.