Bab 1
Naomi Revana sontak menggigil kedinginan terkena embusan angin.
Kedua tangannya yang kurus kering memeluk erat mantel katunnya yang sudah usang untuk menghalau angin, lalu berjalan keluar menyeret lututnya yang terasa dingin dan ngilu keluar dari gerbang penjara selangkah demi selangkah.
Sesampainya di luar, seorang sopir mobil sport mewah melihatnya dan bergegas menghampiri Naomi untuk membawakan barang-barang gadis itu.
Sopir itu berkata, "Tuan Muda dan Tuan Muda Atta sedang mengadakan pesta ulang tahun untuk Nona Pauline, mereka menyuruh saya untuk menjemput Nona Naomi dan mengantar Nona menghadiri pesta ulang tahun itu."
Naomi sontak tertegun, tetapi lalu mengangguk.
Mobil sport itu pun melaju dengan kencang menuju hotel paling mewah di pusat kota.
Begitu pintu terbuka, tampaklah sebuah aula megah yang dipadati oleh orang-orang yang berkelas. Mereka semua sedang asyik mengobrol sambil minum-minum. Naomi refleks mengepalkan tangannya.
Tidak jauh dari sana, terlihatlah sosok Pauline Revana yang mengenakan gaun mewah dan sedang dikerumuni orang banyak sambil tersenyum.
Tommy Orano sendiri yang menyematkan sebuah mahkota ulang tahun yang menawan di kepala Pauline, sementara Atta Revana memegang kue dan menyanyikan lagu ulang tahun.
Suasana terasa begitu hangat dan menyenangkan, para tamu juga terus melemparkan pujian dengan iri.
"Katanya Nona Pauline sudah tanda tangan kontrak dengan perusahaan rekaman setelah lulus dari Universitas Barkla. Masa depannya cerah sekali!"
"Tentu saja! Nona Pauline itu bakat yang langka di industri musik. Lagu pertama yang dia tulis bahkan langsung viral! Dia juga punya banyak penggemar!"
Tiba-tiba, salah seorang di tengah kerumunan para tamu itu menyadari kehadiran seseorang di pintu aula. Dia refleks berseru dengan jijik.
"Hei, siapa itu? Bisa-bisanya seorang pengemis masuk ke hotel mewah begini? Lihat saja pakaiannya yang compang-camping itu, kelihatannya miskin sekali!"
Semua orang yang mendengarnya pun refleks menoleh. Ternyata orang miskin yang dimaksud adalah Naomi. Tommy dan Atta sontak tertegun.
Sesaat kemudian, kedua pria itu pun tersadar dari lamunan mereka dan bergegas menghampiri Naomi.
Tommy menggenggam tangan Naomi, sorot tatapannya terlihat begitu sedih. "Setelah tiga tahun nggak bertemu, kenapa kamu jadi kurus sekali?"
Atta menyelipkan rambut Naomi ke belakang telinga sehingga wajah Naomi yang pucat pun terlihat lebih jelas. "Nggak masalah, kita hanya perlu lebih merawat dan memperhatikannya. Nanti juga dia akan pulih."
Naomi sedikit memicingkan matanya, seulas senyuman mengejek dirinya sendiri pun tersungging di sudut bibirnya.
"Terus, hidupku? Memangnya bisa kembali lagi?"
Tommy dan Atta sontak saling berpandangan sambil mengernyit. Mereka pun menjawab dengan alasan yang mereka gunakan waktu menjebloskan Naomi ke penjara.
"Naomi, 'kan kami sudah bilang padamu kalau ini adalah bentuk pelunasan utangmu pada Pauline? Karena sudah lunas, tolong setelah ini jangan bikin masalah lagi, ya?"
"Tommy dan aku akan tetap memperlakukanmu dengan baik seperti dulu-dulu. Kita lupakan saja kejadian masa lalu yang nggak menyenangkan itu."
Tidak menyenangkan? Ternyata semua penderitaan yang Naomi alami selama ini cukup dirangkum dengan dua patah kata itu?
Tommy adalah pacar Naomi, sedangkan Atta adalah kakaknya.
Dulu mereka memanjakannya, tetapi mereka juga yang mendorong Naomi ke jurang kegelapan.
Sebenarnya, Naomi adalah anak angkat.
Sepuluh tahun yang lalu, Atta mengadopsi seorang anak dari panti asuhan sebagai adiknya karena adik kandungnya secara tidak sengaja menghilang. Anak dari panti asuhan itu adalah Naomi.
Atta mengizinkan Naomi memanggilnya dengan sebutan "kakak", bahkan memanjakan Naomi selama delapan tahun. Atta benar-benar memperlakukan Naomi sebagai kesayangannya.
Naomi sendiri juga selalu ada di samping Atta. Perlahan tapi pasti, Naomi berhasil menyembuhkan trauma dan kesedihan yang Atta alami setelah kehilangan adik kandungnya.
Setelah itu, Tommy yang merupakan teman baik Atta pun jatuh cinta dengan Naomi pada pandangan pertama. Setelah beberapa kali dikejar, mereka berdua akhirnya berpacaran.
Naomi memiliki kakak dan pacar yang begitu menyayanginya.
Namun, tiba-tiba Pauline yang merupakan adik kandung Atta kembali.
Semua orang pun mengatakan kepada Naomi bahwa dia harus menebus dosanya terhadap putri kandung Keluarga Revana yang sudah sangat menderita.
Naomi juga sadar diri, dia tahu bahwa semua yang dia miliki adalah milik Pauline pada awalnya. Jadi, dia akan memberikan apa pun yang Pauline mau.
Termasuk kamarnya!
Juga hasil ujiannya!
Bahkan Naomi juga mendonorkan ginjalnya saat Pauline perlu transplantasi ginjal akibat gagal ginjal!
Namun, tetap saja Pauline terus mencari cara untuk menjebak Naomi.
Atta yang merasa bersalah dan kasihan akhirnya selalu membela Pauline, Tommy juga akhirnya selalu memihak pada Pauline.
Suatu hari, Pauline menabrak seseorang dan kabur dari TKP. Atta dan Tommy pun meminta Naomi untuk menggantikan Pauline bertanggung jawab, padahal waktu itu Naomi baru saja menerima surat penerimaan dari Universitas Barkla.
Karena Naomi menolak, kedua pria itu akhirnya menggunakan kekuasaan mereka untuk memaksanya masuk penjara.
Sebelum Naomi mendekam di balik jeruji penjara, Atta berkata bahwa Naomi akan selalu menjadi adiknya. Atta sebenarnya tidak rela memenjarakan Naomi, tetapi Naomi harus tetap membayar utangnya kepada Pauline dan ini adalah terakhir kalinya.
Tommy juga mengatakan kepada Naomi bahwa asalkan Naomi menjalani hukumannya selama beberapa tahun di penjara dengan patuh, mereka akan menikah begitu Naomi bebas.
Pada akhirnya, Pauline menggantikan posisi Naomi dan berkuliah di Universitas Berkla. Dia tumbuh menjadi seorang yang berbakat di bidang musik, sementara Naomi menghabiskan empat tahun yang penuh penderitaan di penjara. Dia dipukuli, ditindas dan diancam. Tubuhnya dipenuhi bekas luka.
Sekarang, Naomi sudah bebas.
Namun, ke mana dia harus melangkah setelah ini?
Naomi pun menatap kedua pria di hadapannya sambil sambil mengejek diri sendiri. Saat dia hendak berbicara, tiba-tiba Pauline yang sok baik menghampirinya sambil berseru, "Kak, Kakak sudah bebas? Kakak nggak apa-apa 'kan sewaktu di penjara?"
Para tamu di sekitar sontak membelalakkan mata masing-masing, mereka langsung mulai bergosip.
"Oh, ternyata itu dia, si pembunuh dari Keluarga Revana! Aku masih ingat kasusnya. Waktu itu dia mabuk, tapi kebut-kebutan, lalu akhirnya menabrak seseorang sampai mati! Kasus itu 'kan sangat menggemparkan!"
"Bukan cuma itu! Padahal bukti tabrak larinya sudah jelas, tapi dia masih nggak mau ngaku dan malah mengkambinghitamkan Pauline! Keluarga Revana sial sekali sudah mengadopsinya."
Mendengar gosip yang memutarbalikkan fakta ini membuat wajah Naomi menjadi pucat.
Dia sontak teringat akan kenangan menyakitkan yang membuatnya putus asa itu. Dia terus menggelengkan kepalanya dan menutup telinganya. Kemudian, tanpa mengacuhkan ekspresi terkejut Atta dan Tommy, Naomi yang sudah tidak tahan lagi itu pun langsung berlari keluar dari kerumunan orang.
Naomi bersembunyi di sebuah sudut hingga langit menjadi gelap, air matanya terus mengalir turun. Setelah sudah tidak bisa menangis lagi, barulah Naomi menenangkan perasaannya dan pulang sendiri.
Namun, saat kembali ke kamarnya yang dulu, ternyata kamar itu sudah berubah menjadi tempat tidur kucing.
Si kepala pelayan juga mengatakan bahwa tidak ada kamar kosong dan meminta Naomi untuk tidur bersama pengasuhnya.
Tepat pada saat itu, Pauline pun pulang.
Dia masuk sambil membawa kue, ekspresinya tampak polos dan riang.
"Kak, Kakak hadir di pesta ulang tahunku, tapi bahkan nggak sempat makan kue. Nih, aku bawa pulang buat Kakak."
Begitu melihat selai mangga di antara krim yang digunakan, wajah Naomi sontak memucat. "Nggak usah, aku alergi."
Pauline melirik ke arah dua orang pria yang berjalan mengikutinya, lalu menangis.
"Kak, Kakak masih marah sama aku ya gara-gara tadi siang? Atau Kakak nggak mau makan kue ini karena aku mengubah kamar Kakak jadi tempat tidur buat kucing?"
Tommy yang melihat Pauline menangis pun mengernyit dan menatap Naomi. "Naomi, kenapa sih kamu langsung menindas Pauline begitu bebas?"
Rasanya jantung Naomi mencelos. Sebersit rasa sakit pun berkilat dalam sorot tatapannya. "Aku menindasnya? Kenapa kamu nggak tanya padanya kenapa dia malah memberiku kue mangga begitu pulang."
"Pauline tahu kamu alergi mangga, jadi mana mungkin dia memasukkan mangga ke dalam kue? Nggak usah menjebaknya."
Atta balas mengomel, lalu mengambil kue itu dan menjejalkannya ke mulut Naomi.
Begitu saus mangga itu masuk ke tenggorokannya, Naomi sontak merasa tidak bisa bernapas.
Lehernya terasa begitu gatal dan perih, seolah-olah sedang dirayapi semut.
Pauline melirik Naomi dengan sombong, lalu berpura-pura jatuh ke dalam pelukan Atta. "Kak, Kak Tommy, nggak tahu kenapa aku tiba-tiba merasa pusing."
Suara Paulien yang lemas membuat kedua pria itu sontak menjadi panik. Mereka pun bergegas membawa Pauline ke rumah sakit.
Tepat begitu ketiga orang itu berbalik badan, tubuh Naomi yang gemetar akhirnya terjatuh ke atas lantai.
Tommy dan Atta hanya terdiam sejenak, lalu berkata dengan dingin, "Kamu pura-pura apa, sih? Pauline lagi nggak enak badan sekarang, kami harus segera membawanya ke dokter. Masa iya kamu nggak paham situasi macam apa ini?"
Setelah berkata seperti itu, Atta dan Tommy pun bergegas pergi tanpa memperhatikan Naomi lebih lanjut.
Naomi memandangi punggung mereka yang berjalan pergi sambil menelan teriakan minta tolong yang berada di ujung lidahnya.
Dia akhirnya merangkak kembali ke kamarnya, lalu mencari ke mana-mana sebelum akhirnya menemukan obat alerginya dan langsung menelannya.
Akan tetapi, sensasi tidak nyaman di sekujur tubuhnya makin lama makin hebat. Naomi terus menggaruki tubuhnya hingga lecet dan berdarah.
Pipinya membengkak dan merah, oksigen dalam tubuhnya juga berangsur-angsur berkurang.
Di saat Naomi mengira dia akan mati kehabisan udara, obat alerginya akhirnya berefek.
Naomi pun berbaring di atas lantai sambil menghirup udara segar, air matanya mengalir turun.
Entah beberapa saat kemudian, dia akhirnya mendengar dering ponsel.
Namun, Naomi tidak berniat mengangkatnya.
Memangnya siapa juga yang akan meneleponnya di saat semua orang sekarang berusaha menghindarinya yang merupakan mantan narapidana? Paling itu hanya telepon iseng.
Akan tetapi, ponselnya terus berdering.
Setelah berdering untuk kelima kalinya, akhirnya Naomi memaksakan diri untuk bangun dan mengangkat ponselnya.
Sebuah nomor luar negeri muncul di layar ponselnya.
Naomi pun menekan tombol jawab, tetapi belum sempat mengatakan apa pun, suara seorang pria yang bersemangat langsung terdengar dari ujung telepon sana.
"Diana, akhirnya aku menemukanmu! Ini aku, kakakmu!"