Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 9

Sheila mengabaikan pesan itu. Toh, setelah hari ini, dia memang akan pergi. Namun, tepat saat dia mematikan layar ponselnya dan mengangkat kepala, sosok Saskia sudah ada di hadapannya, berjalan langsung ke arahnya. "Diego!" Tatapan terkejut melintas di mata Diego. "Kenapa kamu ada di sini?" Saskia tersenyum, matanya penuh ketertarikan yang tidak sedikit pun dia coba sembunyikan. "Aku memang datang mencarimu, Diego. Ada hal penting yang ingin aku bicarakan. Berdua saja." Dia berpikir semuanya berjalan sesuai rencana. Namun, reaksi pertama Diego justru diam, lalu melirik sekilas ke arah Sheila sebelum akhirnya berkata dengan agak ragu, "Hari ini nggak bisa, kita bicara lain hari saja." Mata Saskia membesar, jelas tak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Dia tidak menyangka Diego akan menolaknya. Dalam sekejap, rasa kecewa menyelimuti dirinya, dan matanya memerah. "Kalau begitu, ke depannya kita selamanya nggak perlu bertemu lagi!" Air mata menggenang di wajahnya saat Saskia berbalik dan berlari menuju jalan raya. Hanya dalam hitungan detik, dia sudah berada di tengah jalan. Kepanikan menyergap Diego begitu cepat. Saat hendak berseru memanggil Saskia, matanya menangkap gerakan cepat dari arah lain, sebuah mobil yang kehilangan kendali, melaju kencang, tepat ke arah Saskia. Dalam sekejap, pupil matanya mengecil. Tanpa pikir panjang, Doa berlari secepat mungkin, seperti orang gila, lalu mendorong Saskia dengan sekuat tenaga! Detik berikutnya .... "Braaak!" "Diego!" Darah menggenang di hadapan Sheila, sementara Saskia terpaku di tempat, hanya mampu menangis histeris tanpa melakukan apa-apa. Pada akhirnya, Sheila yang menelepon ambulans dan membawa Diego ke rumah sakit. Begitu kabar tersebar, teman-teman Diego langsung bergegas ke rumah sakit. Namun, saat mereka tiba, hanya Sheila yang terlihat, duduk di luar ruang operasi dengan tangan penuh darah. "Bagaimana kondisinya? Mana Saskia?" "Diego masih di ruang operasi. Saskia ... dia terus menangis tanpa henti, dokter merasa terganggu dan memintanya untuk pergi." Dengan tenang, Sheila menjawab setiap pertanyaan. Tak lama kemudian, lampu indikator ruang operasi akhirnya padam. Pintu ruang operasi terbuka, dan dokter keluar sambil melepas masker. "Operasinya berhasil. Pasien akan sadar besok." Mendengar kabar itu, semua orang akhirnya menghela napas lega. Namun, mengingat penyebab cedera ini, mereka mulai berbicara satu sama lain, tanpa keberadaan Sheila. "Saat masih sekolah, Diego bertarung demi Saskia, dan sekarang dia hampir kehilangan nyawanya. Syukurlah dia selamat. Tapi apakah dia benar-benar lupa kalau dia baru saja menjalani operasi jantung?" "Kali ini, Kak Diego mempertaruhkan nyawanya demi menyelamatkan Saskia. Pasti Saskia akan menerima perasaannya, bukan? Setidaknya, ada berkah dari kejadian ini ...." Sheila hanya diam mendengarkan percakapan mereka, lalu berbalik, berniat pergi. Namun, belum sempat melangkah, suara tidak sabar terdengar, menghentikannya. "Kamu mau ke mana, si bucin? Kak Diego akan segera keluar. Kamu nggak merawatnya?’" Ketika Sheila menoleh, dia mendapati semua orang menatapnya dengan ekspresi tidak puas. Namun, alih-alih terganggu, dia hanya mengangkat bahu dan berkata dengan nada acuh, "Kami sudah bercerai. Kenapa itu masih menjadi urusanku?" "Apa!" Kata-kata Sheila, dalam sekejap, membuat semua orang saling bertukar pandang, ekspresi mereka penuh keterkejutan. Sheila sama sekali tidak memedulikan reaksi mereka. Tanpa ragu, dia merogoh tasnya, mengeluarkan sertifikat perceraian, lalu meletakkannya di tangan orang yang berdiri paling dekat dengannya. "Aku sebenarnya ingin menyerahkan ini langsung kepadanya hari ini, tapi nggak sempat. Aku juga nggak bisa menunggu sampai besok, jadi kalian saja yang memberikannya." Tanpa memberi mereka kesempatan untuk bereaksi, Sheila langsung berbalik dan pergi. Saat kesadaran menghantam mereka, semua mata tertuju pada punggung Sheila. "Sheila! kamu mau ke mana?" teriak salah satu orang. Tanpa menoleh, Sheila tertawa kecil sebelum menjawab, "Seperti yang kalian inginkan, aku memberi tempat untuk Saskia!" "Oh, ya. Sampaikan doa bahagia dariku untuk mereka. Aku nggak akan menghadiri pernikahan mereka." Setelah meninggalkan rumah sakit, Sheila langsung kembali ke rumah. Memikirkan bahwa sebentar lagi dia akan bertemu dengan penerima transplantasi jantung yang sebenarnya, bahwa dia akan segera bisa mendengar detak jantung Ian lagi, bibirnya melengkung sedikit. Rasa antusias perlahan memenuhi dirinya. Barang bawaannya sudah lama dikemas. Tanpa sedikit pun keraguan, dia mengangkat koper, keluar dari rumah, memanggil taksi, dan berangkat ke bandara!

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.