Bab 5 Simpati
Di Grup Arjuna.
"Tok! Tok!"
"Masuk."
Hasan masuk ke ruangan Ivan.
Dia berhenti di depan meja Ivan, kemudian menaruh dokumen di atas meja.
"Pak Ivan, ini semua informasi tentang gadis itu sesuai permintaan Anda."
Pandangan Ivan tertuju ke dokumen. Lalu, dia membuka dokumen itu.
"Gadis itu namanya Clara Lesmana, putri kedua Keluarga Lesmana."
Hasan lanjut menjelaskan.
"Kebetulan sekali, orang tua Nona Clara juga meninggal dalam kecelakaan mobil pada malam berhujan 19 tahun lalu. Orang tuanya kecelakaan saat perjalanan kembali ke Kota Seroja dari Kota Benhil."
Kisah itu membangkitkan kembali kenangan buruk Ivan.
Suasana di sekitar Ivan berubah menjadi tegang.
Peristiwa kecelakaan yang terjadi pada malam berhujan 19 tahun lalu kini menjadi luka yang tidak pernah bisa sembuh di hati Ivan.
Pada malam badai itu, kecelakaan mobil yang tiba-tiba merenggut nyawa orang tuanya.
Saat itu, dia baru berumur 10 tahun.
Setelah mengetahui bahwa Clara memiliki nasib yang sama dengannya, mulai muncul perasaan simpati dalam hatinya.
Ivan bertanya dengan nada dingin, "Apa itu murni kecelakaan atau bukan?"
Hasan menggelengkan kepala. "Belum diketahui jelas. Peristiwa itu sudah lama terjadi, sehingga butuh waktu lama untuk menyelidikinya."
"Selidiki kecelakaan orang tuanya dan orang tuaku secara detail."
"Baik."
Lalu, Hasan kembali ke topik.
"Setelah mendengar kabar kecelakaan itu, kakeknya Nona Clara jatuh sakit. Tepat ketika Nona Clara berumur 8 tahun, kakeknya meninggal. Sejak itu, Nona Clara dibesarkan oleh paman dan bibinya, Miko Lesmana dan Hanna Wijaya. Keluarga Lesmana dan Grup Lesmana kini dipimpin oleh Miko Lesmana."
"Sebelum meninggal, kakeknya meninggalkan wasiat. Seluruh warisan akan jatuh ke tangan Nona Clara ketika dia berumur 25 tahun. Jadi, Miko Lesmana bukanlah pewaris Keluarga Lesmana dan Grup Lesmana yang sebenarnya."
Sambil mendengarkan, Ivan membolak-balik halaman dokumen.
Beberapa saat kemudian, Ivan baru bertanya, "Kenapa dia datang ke Hotel Royal semalam?"
Hasan segera menjawab berdasarkan hasil penyelidikan.
"Grup Lesmana ingin bergabung dalam proyek Grup Mandala di Kota Ganara. Miko tahu bahwa penanggung jawab proyek ini adalah Joshua Wongso yang dikenal sebagai pria hidung belang, jadi ... "
Ekspresi wajah Ivan berubah serius.
"Jadi, semalam Joshua diam-diam memasukkan obat dalam minuman Nona Clara. Nona Clara hampir diperkosa oleh pria bajingan itu."
Tiba-tiba, sosok anggun Clara melintas di benak Ivan.
Saat berada di hotel semalam, pesona Clara telah membuat Ivan hilang kendali dan merasakan kenikmatan luar biasa.
Ivan merasakan getaran di hatinya saat melihat sikap gadis itu yang pura-pura berani di depannya.
Menikah?
Sepertinya bukan ide buruk.
Tatapan mata Ivan berubah serius. Tidak ada yang tahu apa yang sedang dia pikirkan.
Ivan menutup dokumen itu, kemudian memerintahkan, "Hubungi gadis itu dan suruh dia datang menemuiku. Aku mau diskusikan sesuatu dengannya."
Hasan menjawab, "Baik."
...
Setelah meninggalkan Grup Mandala, Clara pulang ke rumah Keluarga Lesmana dengan taksi.
Awalnya, begitu sampai rumah, dia ingin mandi dan ganti pakaian.
Siapa sangka, baru masuk rumah, dia bertemu Hanna.
Hanna duduk di sofa ruang tamu sambil menyisir bulu kucing kesayangannya.
Clara takut melihat kucing itu.
Secara refleks dia mundur dua langkah sambil ketakutan.
Kucing itu menatapnya dengan tajam, seolah-olah kucing itu hendak menerkamnya.
Sambil menyembunyikan ketakutannya, Clara menyapa, "Bibi."
Meskipun Clara sudah pulang, Hanna tidak melirik sedikit pun. Sebaliknya, Hanna menuntut penjelasan atas kejadian semalam.
"Kamu masih berani pulang. Kamu sudah minta maaf kepada Pak Joshua? Pak Joshua sudah memaafkanmu?"
Nada bicara Hanna terdengar pedas.
Sambil menahan emosi, Clara menjawab dengan suara pelan, "Bibi, jangan khawatir. Aku akan menyelesaikan masalahku dengan Pak Joshua, nggak akan merugikan Grup Lesmana."
"Sebaiknya memang begitu."
Hanna mendengus. Semua kata-kata yang dilontarkan bibinya penuh kecurigaan dan ancaman.
"Kalau masalah ini nggak beres, jangan pulang ke rumah. Selain itu, jangan harap kamu bisa mendapatkan kembali barang peninggalan orang tuamu."
Clara ingin sekali melawan, tetapi dia tahan.
Nalurinya mengatakan bahwa lebih baik sabar dulu daripada berdebat.
Dengan bersabar, akan menjauhkan dirinya dari kerugian besar!
Bagaimanapun juga, mereka masih memegang barang peninggalan orang tuanya. Dia tidak bisa memutuskan hubungan dengan mereka sekarang.
Namun, dia harus memikirkan cara untuk lepas dari mereka. Dia tidak mau dikendalikan mereka terus-menerus.
Clara menyunggingkan senyum, lalu naik ke lantai atas tanpa mengatakan apa-apa.
Sesampainya di kamar, dia berendam air hangat di kamar mandi.
Baru selesai mandi, dia mendengar ponsel di atas meja rias tiba-tiba berdering.
Clara mengambil ponselnya. Ada nomor yang tidak dikenal menghubungi.
Clara sempat ragu mengangkat telepon, tetapi kemudian dia memutuskan mengangkat telepon.
"Halo."
"Halo, Nona Clara. Perkenalkan nama saya Hasan, asisten Pak Ivan."
Hasan memperkenalkan dirinya dengan suara lembut dan sopan.