Bab 4 Pernikahan Paksa
"Ivan, aku peringatkan, kalau kamu nggak bawa calon istri ke rumah dalam waktu satu minggu, aku akan menjodohkanmu."
Jurus pertama, dengan ancaman dan bujuk rayu.
"Kalau nggak ... lebih baik aku mati saja! Biar aku mati dengan nggak tenang. Begitu ketemu orang tua dan kakekmu di alam baka, aku akan minta maaf kepada mereka."
Jurus kedua, mengancam bunuh diri.
Ivan menghela napas. "Nek, berhentilah mencari alasan yang nggak masuk akal."
Nenek Laras mendengus. Dia berkata dengan marah, "Kalau kamu nggak mau aku pakai alasan yang nggak masuk akal, cepat cari calon istrimu sana!"
Ivan tidak bisa berbuat apa-apa, selain menyerah.
"Oke, aku akan cari."
Jurus ketiga, langsung ambil tindakan.
Nenek Laras menyunggingkan senyum, kemudian mengingatkan cucunya, "Jangan lupa, waktunya hanya satu minggu."
Ivan keluar dari kamar Nenek Laras tanpa mengatakan apa-apa.
Setelah Ivan pergi, Pak Listo baru buka suara.
"Bu Laras, Anda memaksa Pak Ivan menikah. Apa Anda nggak takut Pak Ivan marah?"
Senyuman di wajah Nenek Laras perlahan hilang, kini wajahnya terlihat sedih.
"Orang tua Ivan meninggal waktu dia masih kecil. Setelah kakeknya meninggal, semua pamannya yang licik itu mengincar posisinya."
"Aku memaksa Ivan menikah agar dia punya keluarga sendiri, sehingga keturunan keluargaku ini akan terus berlanjut."
Dari kata-katanya, tampak jelas betapa Nenek Laras merasa sedih dan tidak berdaya.
Begitu Ivan keluar dari rumah neneknya, Hasan yang menunggu di samping mobil Maybach hitam langsung membuka pintu belakang mobil.
"Pak."
Ivan berjalan di sampingnya, kemudian berhenti dan memerintahkan, "Tolong cari tahu informasi tentang gadis yang bersamaku semalam, sedetail mungkin."
"Baik," jawab Hasan.
Ivan masuk ke mobil, lalu pintu ditutup.
Hasan segera kembali ke kursi pengemudi.
Setelah mesin mobil dinyalakan, mobil perlahan meninggalkan Kediaman Keluarga Sanjaya.
...
Hal pertama yang Clara lakukan setelah meninggalkan hotel adalah pergi ke apotek untuk membeli pil kontrasepsi.
Ivan sudah menolak permintaannya, jadi dia tidak mau berurusan lagi dengan pria itu.
Pria itu bukan orang yang bisa dia lawan.
Anggap saja semalam dia sedang sial. Lagi pula, dia tidak merasa dirugikan.
Sesudah itu, Clara pergi ke Grup Mandala dengan taksi.
Setibanya di Grup Mandala, Clara teringat lagi dengan kejadian di Hotel Royal semalam.
Clara memejamkan mata sambil menarik napas dalam-dalam. Sesaat kemudian, dia membuka matanya dan sorot matanya kembali tegas.
Dia menyunggingkan senyum. Dengan sepatu hak tinggi, dia berjalan masuk lobi Grup Mandala dan berhenti di depan resepsionis.
"Halo, nama saya Clara Lesmana dari Grup Lesmana. Saya ingin bertemu dengan Pak Joshua."
Staf resepsionis mengangkat kepalanya dan menatapnya dari atas ke bawah.
"Clara Lesmana?"
Clara mengangguk sambil terus tersenyum sopan.
Setelah memastikan, ekspresi staf resepsionis langsung berubah, nada suaranya juga menjadi tidak ramah.
"Maaf, Pak Joshua nggak menerima tamu hari ini."
Mendengar itu, Clara meremas pegangan tasnya.
Dengan tetap tersenyum dan nada yang ramah, Clara memohon, "Tolong sampaikan kepada Pak Joshua, saya datang ke sini untuk meminta maaf."
Staf resepsionis mengabaikannya.
Clara memohon lagi, "Saya mohon. Tolong sampaikan kepada Pak Joshua, ada urusan penting yang harus saya bicarakan dengan Pak Joshua."
Mendengar itu, staf resepsionis merasa lega.
"Coba saya tanyakan kepada asisten Pak Joshua."
"Baik, terima kasih."
Staf resepsionis itu segera menghubungi asistennya.
Setelah percakapan singkat, staf resepsionis menutup telepon dan menyampaikan kepada Clara.
"Maaf, Nona Clara. Pak Joshua sedang sibuk. Anda diminta untuk menunggu di ruang tunggu."
Clara tahu bahwa Joshua sengaja menyuruhnya menunggu sebagai balasan atas kejadian semalam.
Apa boleh buat, dia harus mengalah.
Clara hanya mengangguk tanpa mengatakan apa-apa. Dia berbalik dan duduk di sofa di ruang tunggu.
Setelah menunggu satu jam lebih, asisten Joshua turun.
"Nona Clara, maaf, jadwal Pak Joshua hari ini penuh dan nggak bisa menemui Anda."
Dia berhenti di depan Clara dengan tatapan penuh makna.
"Pak Joshua berpesan kalau Nona Clara benar-benar ingin minta maaf, datanglah ke Bar Neoma dan menemui Pak Joshua di ruangan nomor 888."
Mendengar itu, senyuman Clara menghilang.
Asisten Joshua menambahkan, "Pak Joshua juga berpesan, Grup Lesmana diminta menunjukkan kesungguhannya kalau ingin bergabung dalam proyek di Kota Ganara."
Clara memaksakan diri untuk tersenyum, lalu menjawab, "Ya, saya mengerti."
Jika Clara gagal mendapatkan proyek di Kota Ganara, dia tidak bisa mendapatkan kembali peninggalan orang tuanya.
Namun, jika dia pergi ke Bar Neoma malam ini, takutnya dia akan masuk ke jebakan Joshua.
Apa yang harus dia lakukan?
Apa dia harus hancur bersama pria bajingan itu?
Akhirnya, Clara meninggalkan Grup Mandala dengan perasaan berat.