Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 10

Yulia tertegun sejenak. Kemudian, dengan sangat terkejut dan senang dia berkata, "Saya selalu bercita-cita masuk jurusan seni lukis di Universitas Imperial!" "Tapi, karena belum pernah bertemu guru yang bagus, saya rasa kemampuan melukis saya masih perlu ditingkatkan." Dia tahu, makin rendah hati dia berperilaku, makin baik kesan Chandra tentangnya saat mereka membahas lukisan dalam pameran nanti. "Nggak masalah, kalau kamu benar-benar ingin ikut ujian masuk jurusan seni, kamu bisa menelepon saya nanti." Chandra tampaknya benar-benar menyukai Yulia. Dia bahkan memberikan kartu namanya dengan sukarela. "Terima kasih, Pak Chandra!" Yulia tersenyum manis dan kemudian menerima kartu nama dengan kedua tangannya. Kemudian, mereka sampai di depan lukisan terakhir dalam pameran ini. Lukisan ini adalah karya seni dengan nilai tertinggi dalam pameran kali ini. Yulia telah melakukan riset sebelumnya, jadi dia sangat paham asal-usul karya unggulan ini. Dia segera mengingat semua informasi yang telah dipelajarinya. "Lukisan ini adalah karya dari Jola, salah satu seniman lukisan nasional yang paling berbakat di negara ini." "Jola sangat rendah hati. Sebelum pensiun, hanya ada tiga lukisan yang dia perlihatkan secara publik, dan sekarang ketiga lukisan tersebut berada di tangan kolektor pribadi." "Lukisan ini adalah salah satunya!" "Lukisan 'Nusantara' ini punya panjang tiga meter, dan banyak seniman terkenal telah mencoba menirunya. Salah satunya Pak Calvin, seorang seniman nasional yang turut mempublikasikan hasil tiruannya tahun lalu." "Lukisan ini tidak hanya megah, tetapi juga sangat berani dalam hal detail-detail kecilnya. Bisa dibilang, lukisan ini telah melanggar beberapa aturan dalam dunia seni lukis tradisional." "Ketika lukisan ini pertama kali dipublikasikan, beberapa kritikus mengeluhkan bahwa lukisan ini telah kehilangan 'jiwa' dari lukisan tradisional." "Namun, sebuah karya yang sempurna akan terbukti seiring berjalannya waktu. Hanya dalam waktu dua tahun, orang-orang yang dulu sangat mengkritik lukisan ini, kini telah mengubah pendapat mereka." "Jola sendiri memang ditakdirkan untuk menjadi legenda di dunia seni lukis tradisional negara ini ... " Yulia yang berbicara dengan percaya diri di depan lukisan terakhir, segera menarik perhatian tamu pameran di sekitarnya. "Di usia semuda ini, dia sudah bisa meneliti lukisan tradisional sedalam ini. Anak ini benar-benar berbakat!" "Benar. Anak saya saja malah marah-marah, kalau saya suruh ikut les melukis." "Berbakat dan mau berusaha keras. Gadis ini pasti akan sukses besar di masa depan!" Puji-pujian dari orang-orang di sekitarnya terdengar jelas di telinga Nina, membuat punggungnya terasa lebih tegap dan raut wajahnya penuh dengan rasa bangga. Di mana pun dia berada, selama dia membawa Yulia, mereka pasti akan menjadi pusat perhatian dan membuat orang lain iri. Dia sangat menikmati perhatian dan pujian itu. Inilah alasan utama dia rela mengeluarkan banyak uang untuk mendidik Yulia. Sayang sekali ... Memikirkan itu, pandangan Nina secara tak sadar jatuh pada Yolanda. Satu putri saja sebenarnya sudah cukup! Kenapa Tuhan memberinya seorang putri lagi yang tak berguna seperti ini? Mata Chandra berbinar. "Apa kamu masih tahu siapa Jola?" Meskipun Jola adalah legenda dalam dunia seni lukis nasional, nama itu mungkin masih terdengar asing bagi para siswa yang baru mengenal lukisan. Terlebih lagi, gaya melukis Jola kadang-kadang terlalu eksentrik dan tidak mudah ditiru oleh pemula. Karena itu, biasanya para guru seni lukis tradisional tidak akan secara khusus memperkenalkan karya-karya Jola kepada murid-muridnya. Mereka khawatir para murid akan kesulitan mengontrol gaya melukisnya. Lagi pula, kalau mereka asal-asalan meniru, malah akan menghambat kemajuan mereka sendiri. Di antara murid-murid Chandra, tak ada yang tahu siapa Jola, apalagi memahami latar belakang atau karyanya. "Saya hanya tahu sedikit saja." Yulia tersenyum dengan rendah hati, lalu melanjutkan. "Saya juga sadar akan keterbatasan saya. Sekarang adalah saatnya membangun dasar yang kuat dan mengasah kemampuan dasar. Jadi, untuk saat ini saya hanya bisa mengagumi karya-karya Jola, nggak berani menirunya." Mendengar ini, Chandra makin terkesan dengan Yulia. "Kamu punya pemahaman yang sangat baik tentang dirimu sendiri!" Orang-orang di sekitar yang mendengar pernyataan Yulia ini mulai bertepuk tangan, menjadikannya pusat perhatian di kerumunan. Namun, di sudut yang tidak diperhatikan siapa pun, Yolanda melihat lukisan di depannya sekali lagi dan langsung kehilangan minatnya. Setelah Yulia selesai menyampaikan "esai kecil" yang panjang lebar, barulah Yolanda berbicara dengan tenang. "Lukisan ini adalah tiruan." Suara Yolanda tidak terlalu keras, tapi karena saat itu tak ada yang berbicara, semua orang mendengarnya dengan jelas. Seketika itu juga. Semua orang, termasuk Chandra, tampak muram. Di pameran seni, menuduh sebuah lukisan sebagai tiruan tanpa bukti yang cukup adalah tindakan yang sangat tidak sopan. Bukan hanya tidak sopan kepada penyelenggara, tetapi juga tidak menghargai para penonton pameran yang hadir! Setelah semua orang di ruangan memuji lukisan itu, tiba-tiba ada seseorang yang mengatakan bahwa lukisan itu palsu, bukankah itu sama saja dengan mempermalukan semua orang di depan umum? Benar saja. Setelah Yolanda selesai berbicara, seseorang langsung membalas dengan nada dingin. "Pameran lukisan kali ini kan acara utama Festival Budaya Jarga, masa iya ada lukisan palsu?" "Jangan sok tahu! Melihat usiamu, sepertinya kamu masih anak SMA, bukan? Kalau mau cari perhatian, setidaknya pilih tempat yang tepat!" Ekspresi para tamu undangan yang melihat wajah Yolanda langsung berubah kesal. Apalagi setelah Yolanda secara terbuka mengatakan bahwa lukisan "Nusantara" itu palsu, kebencian mereka terhadapnya makin dalam. "Masih muda tapi sudah nggak tahu sopan santun. Di sini ada begitu banyak ahli, siapa kamu berani ikut campur?" "Kamu nggak lihat ada seniman lukisan di sini? Bahkan seniman lukisan saja tidak melihat masalah pada lukisan ini, bagaimana kamu bisa melihatnya?" "Haha! Apa kamu pikir kemampuanmu lebih tinggi dari Pak Chandra?" Suara tawa terdengar dari kerumunan. Sebagian besar orang mengejek kepercayaan diri Yolanda yang berlebihan dan sebagian kecil lainnya menatap Chandra dengan harapan. Mereka berharap Chandra bisa menjelaskan agar orang yang mencari perhatian seperti Yolanda bisa bungkam. Sepertinya Chandra menyadari tatapan semua orang, makanya dia menoleh ke arah Yolanda, yang berdiri di belakang ibunya. Ekspresinya seketika berubah menjadi dingin. "Omong kosong! Lukisan ini adalah karya asli dari Jola! Murid siapa kamu? Panggil gurumu ke sini!" "Maaf, Pak Chandra, dia ini kakak saya. Dia memang suka lukisan tradisional, tapi pemahamannya tidak terlalu mendalam. Dia hanya salah bicara tadi, tolong jangan salahkan dia ... " "Yolanda! Kalau kamu diam saja nggak akan ada juga orang yang menganggapmu bisu! Ada begitu banyak seniman di sini, kamu pikir kamu punya hak untuk bicara?" Nina sangat marah dan ingin sekali menampar Yolanda dengan keras. Sayangnya, dia akan malu kalau sampai menampar putrinya di depan umum. Jadi, dia pun menahan amarahnya. "Kak, aku tahu kamu baru saja pulang, jadi mungkin kurang percaya diri dan ingin sekali menunjukkan kemampuanmu. Tapi, dalam situasi seperti ini, sebaiknya kita cari tahu informasinya dulu sebelum berbicara!" Sambil berbicara, Yulia berjalan mendekati Yolanda dengan penuh perhatian dan mengaitkan tangannya ke lengan Yolanda dengan manis. "Maafkan kakakku, tadi dia bicara sembarangan. Aku minta maaf atas namanya!" Kata-kata Yulia membuat orang-orang yang ada di sana makin marah. "Apa yang salah denganmu? Sebagai kakak, kamu bahkan nggak lebih dewasa daripada adikmu!" "Nak, ini bukan salahmu! Kamu nggak perlu meminta maaf ... " Saat semua orang menyalahkan Yolanda karena tidak tahu sopan santun, Yolanda buru-buru melepaskan tangan Yulia dari lengannya. Dia maju beberapa langkah ke depan, kemudian berhenti di depan lukisan itu. Suaranya yang tidak terlalu keras maupun terlalu lembut itu, secara tidak langsung memancarkan aura kewibawaan dan kepercayaan diri seorang pemimpin. "Lukisan 'Nusantara' ini memang tiruan. Karena Jola sebagai pelukis aslinya, punya kebiasaan unik saat melukis, yaitu selalu meninggalkan tanda tangan khasnya yang menyatu dengan lukisan sehingga nggak mudah terlihat oleh orang awam." "Saat melukis 'Nusantara', Jola menyembunyikan tanda tangannya di posisi tiga perempat dari puncak gunung, di sini. Tapi, di lukisan ini, tanda tangan itu nggak ada!" "Hahaha ... " Setelah Yolanda selesai berbicara, tawa lepas langsung terdengar dari sekelilingnya. Semua orang menatapnya seolah-olah dia orang bodoh. "Aku belum pernah dengar Jola punya kebiasaan seperti itu!" Dengan tatapan penuh kemarahan, Chandra menunjuk lukisan di depannya, lalu menatap tajam ke arah Yolanda. "Walau yang kamu katakan benar, bagaimana kamu bisa mengenali tanda tangan yang seharusnya nggak bisa dilihat orang lain?" "Pak Chandra, jangan pedulikan orang bodoh yang sok tahu ini!" "Kita abaikan saja orang yang suka cari perhatian seperti ini. Biar dia kesal sendiri!" Seseorang di sampingnya memberi saran. Yulia kembali mendekati Yolanda dan menarik-narik lengan bajunya. "Kakak, jangan bicara lagi ... " "Aku tahu kamu ingin memanfaatkan pameran lukisan hari ini untuk menunjukkan kemampuanmu dan mendapatkan kesempatan masuk ke SMA Pratama di Jarga, tapi kalau kamu bicara sembarangan begini, orang-orang malah akan makin merendahkanmu!" Setelah Yulia selesai berbicara, pandangan orang-orang di sekitarnya terhadap Yolanda menjadi lebih sinis. "Apa? Dengan kemampuan seperti dia, dia ingin masuk SMA Pratama?" "Dengan wajah seperti ini, dengan kecerdasan seperti ini, masih mau masuk SMA Pratama? Apa mereka pikir SMA Pratama itu tempat sampah, di mana semua jenis limbah diterima?"

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.