Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 9

"Kenapa aku harus minta maaf padamu?" "Wajar bagi siapapun untuk curiga dalam situasi seperti tadi. Bukan hanya aku, coba tanyakan pada orang-orang di toko ini, siapa yang nggak mencurigaimu?" Bu Sudibyo berkata dengan marah. Dia selalu menjadi nyonya kaya yang berada di atas. Dia lebih baik mati saja daripada harus meminta maaf di depan umum. "Sebelum ada bukti, aku nggak pernah mencurigainya." Galih berbicara di saat yang tepat. ... Ekspresi Bu Sudibyo berubah seketika. Putrinya juga kuliah di SMA Pratama. Sekarang Galih membela Yolanda. Jika dia terus memaksa, pasti akan meninggalkan kesan buruk. Jika Galih tidak senang padanya, putrinya kemungkinan besar juga akan ikut terkena dampaknya. Hubungannya dengan suami bisa bertahan sampai sekarang hanya karena putrinya. Jika suaminya tahu dia memengaruhi masa depan putrinya, dia akan hancur! Bu Sudibyo sempat merasa ragu saat memikirkan kemungkinan konsekuensinya. Akhirnya, dia menggigit bibirnya dan dengan enggan menatap Yolanda. "Maaf, tadi aku yang salah." Nina merasa sangat senang melihat Bu Sudibyo yang biasanya meremehkannya, kali ini meminta maaf. Namun, sebelum dia sempat melontarkan ejekan, tatapan dingin dari Galih tiba-tiba tertuju padanya. "Dan kamu, sebagai seorang ibu, tanpa bukti apa pun langsung menuduh anakmu sendiri mencuri. Apa benar dia anak kandungmu?" "Aku ... " Nina membuka mulutnya, ingin menjelaskan. Akan tetapi, saat dia melihat wajah Galih yang serius, entah kenapa dia jadi takut untuk berbicara. Yolanda melirik sekilas pada Nina dan Bu Sudibyo, kemudian merasa tidak tertarik lagi untuk tinggal di sana. "Kamu saja yang berbelanja, aku mau pulang dulu." Setelah berkata demikian pada Nina, Yolanda tidak menunggu jawaban dari ibunya dan langsung berbalik pergi dari toko perhiasan. Begitu sampai di dekat halte bus, sebuah mobil tiba-tiba berhenti di depannya. Saat jendela mobil diturunkan, Yolanda melihat Galih yang tadi ada di toko perhiasan. "Kamu mau ke mana? Biar kuantar." Yolanda tidak merasa sungkan dan langsung membuka pintu kursi belakang. "Jalan Teratai No. 55, Nexoria." Yolanda tahu jelas jika Galih datang menemuinya bukan hanya untuk mengantarnya pulang. Benar saja, begitu dia masuk mobil, Galih langsung berbicara serius. "Kamu mau sekolah di SMA Pratama nggak?" "SMA Pratama sepertinya nggak menerima siswi yang pernah masuk Lembaga Pembinaan Remaja, 'kan?" Galih terkejut. Dia tak tahu kalau Yolanda pernah masuk Lembaga Pembinaan Remaja. Namun, SMA Pratama adalah SMA terbaik di Kota Jarga. Banyak orang yang menggunakan koneksi dan jalan belakang untuk bisa masuk ke sekolah ini. Di sisi lain, Yolanda tidak berusaha menutupi masa lalunya. Dia bahkan secara terang-terangan mengaku pernah ditahan di Lembaga Pembinaan Remaja. Galih awalnya hanya tertarik pada keahlian peretasan Yolanda. Sekarang selain dari kemampuannya, dia juga mulai menghargai karakternya. "Jujur saja, kalau aku nggak melihat kemampuanmu, walau Nina memohon, aku nggak akan memberikanmu kesempatan masuk SMA Pratama." "Tapi, setelah melihat sikapmu di toko perhiasan tadi, aku merasa kamu layak mendapatkan kesempatan untuk masuk ke sana." Meskipun dia tidak tahu kenapa Yolanda pernah ditahan di Lembaga Pembinaan Remaja, dia sangat menghargai bakat. Melihat bakat yang luar biasa seperti ini, selama Yolanda tidak melakukan kesalahan lagi setelah masuk sekolah, Galih tidak akan mempermasalahkan masa lalu Yolanda. Yolanda mendengar kata-kata Galih, tetapi wajahnya tetap datar. "Ujian di SMA Pratama nggak mencakup ilmu komputer, 'kan?" "Benar, ujian masuk di SMA Pratama memang nggak mencakup komputer, tapi kami punya kuota untuk merekomendasikan siswa-siswi kami ke Universitas Imperial jurusan ilmu komputer. Kalau kamu masuk ke SMA Pratama, aku akan memastikan kamu mendapatkan rekomendasi itu." Dia sangat bersyukur telah pergi ke toko perhiasan hari ini. Dia yakin sekali kalau sampai kemampuan peretasan Yolanda ketahuan, semua universitas lain di Jarga pasti akan berebut merekrutnya. Setiap SMA pada dasarnya memiliki kuota, tetapi tidak semua orang yang direkomendasikan oleh SMA dapat diterima di Jurusan Ilmu Komputer Universitas Imperial. Universitas Imperial? Yolanda berpikir sejenak. Cepat atau lambat, dia harus kembali ke ibu kota. Di kehidupan sebelumnya, dia sudah belajar di rumah sejak kecil dan belum pernah menerima pendidikan di sekolah biasa. Sekarang dengan identitas yang berbeda, menjalani kehidupan yang berbeda juga cukup menarik. Yolanda hampir tidak ragu sedikit pun dan langsung mengangguk. "Baiklah." "Oke, sekarang juga aku akan memberikan surat pemberitahuan penerimaan siswa baru ini padamu." Galih segera mengeluarkan surat pemberitahuan penerimaan siswa baru dari tas kerjanya. Dia sendiri yang menulis nama 'Yolanda' di kolom nama, lalu membubuhkan cap stempel di sudut kanan bawah. "Beberapa hari lagi sekolah akan dimulai. Saat itu, bawa surat penerimaan ini ke SMA Pratama untuk pendaftaran. Aku akan mengatur semua urusan pendaftaranmu." ... Keesokan paginya. Nina membawa Yolanda dan Yulia ke sebuah hotel bintang lima di Darmawangsa, Kota Jarga. Pameran lukisan kali ini diadakan di ruang pesta lantai satu hotel tersebut. Yulia dan ibunya sangat mementingkan pameran ini, sehingga mereka mengenakan pakaian mewah untuk menghadirinya. Nina sempat ragu-ragu dan galau sebelum akhirnya memutuskan untuk membawa Yolanda bersamanya. Pada akhirnya, Nina berubah pikiran karena mendapat telepon dari Bu Sudibyo yang khawatir jika Yolanda tidak ikut. Dia sangat tahu betapa tajamnya mulut Bu Sudibyo. Dia yakin sekali, kalau kali ini dia tidak mengajak Yolanda, dia pasti akan kehilangan tempatnya di kalangan para ibu sosialita. Karena takut Yolanda malu, Nina sampai membelikan berharga jutaan untuknya, dan sebelum pergi, dia berulang kali mengingatkan Yolanda agar tidak mengotori gaunnya. Saat ini, Yulia melihat sekeliling ruangan dan berbisik kepada Nina. "Bu, orang di sana itu adalah Chandra Sadewa. Dia pelukis nasional yang sangat terkenal. Katanya, beliau adalah murid kesayangan Pak Calvin." "Ayo kita sapa dia!" Nina tentu tidak ingin melewatkan kesempatan bagus ini, jadi dia segera membawa Yulia dan Yolanda menemui Chandra. Saat mendekati Chandra, Nina secara khusus mengingatkan Yolanda. "Nanti berdirilah di sampingku dan jangan banyak bicara!" Dia benar-benar tidak ingin Yolanda mempermalukannya di acara ini. "Maaf, apa Anda Pak Chandra Sadewa?" Yulia maju lebih dulu, menghampiri Chandra, dan dengan anggun memperkenalkan diri. "Saya Yulia, siswi SMA Pratama di Jarga. Saya pernah membeli album lukisan Anda dan sangat mengagumi Anda, terutama keahlian Anda dalam melukis sketsa." "Menurut saya, Anda adalah seorang seniman yang mampu membawa seni melukis bunga Mudan ke tingkat yang sangat tinggi. Kalau ada kesempatan, saya sangat ingin belajar dari Anda." Saat itu Chandra sedang menikmati sebuah lukisan di depannya. Dia baru mengalihkan perhatiannya ke Yulia setelah mendengar suaranya. Chandra mengangguk dengan penuh apresiasi kepada Yulia. "Aku nggak menyangka, di usia yang begitu muda, kamu sudah punya pemahaman yang mendalam tentang lukisan tradisional." "Ini adalah ibuku dan yang di sampingnya adalah kakakku." Yulia menoleh ke arah Nina dan Yolanda yang ada di belakangnya, kemudian memperkenalkan mereka dengan senyum sopan. Nina segera melangkah maju, menghalangi Yolanda di belakangnya. "Halo, Pak Chandra." "Anakku sering menyebut-nyebut tentang Anda, katanya Anda adalah pelukis yang paling dia kagumi. Hari ini kami sangat beruntung bisa bertemu Anda di pameran ini." Chandra tersenyum sambil menggeleng. "Ah, Anda terlalu memuji." Meskipun ucapannya penuh kerendahan hati, ada sedikit kepuasan di matanya. Tampaknya pujian dari Nina dan Yulia membuatnya cukup senang. Yolanda sepenuhnya tertutupi oleh Nina dan Yulia. Namun, dia tidak peduli, dan juga tidak tertarik untuk mengenal seniman lukisan yang disebutkan oleh Yulia. Jadi, dia berbalik untuk melihat-lihat lukisan di sekitarnya. "Pak Chandra, apa saya bisa ikut serta dalam tur pameran ini bersama Anda?" Setelah percakapan basa-basi, Yulia mengajukan permintaan kepada Chandra. "Tentu, mari kita melihatnya bersama." Chandra berbicara sambil melangkah menuju lukisan berikutnya. Yulia mengikuti di samping Chandra, sesekali memberikan komentar tentang lukisan-lukisan di depannya. Dia sudah mempersiapkan diri sebelumnya, mencari informasi detail tentang lukisan-lukisan yang dipamerkan ini di internet, dan menghafalnya. Sekarang, ketika berhadapan dengan lukisan-lukisan ini, dia bisa berbicara dengan pengetahuan yang mendalam, yang membuat Chandra makin terkesan padanya. Setelah melihat beberapa lukisan, Chandra tiba-tiba bertanya. "Apa kamu berencana mengikuti ujian masuk dan kuliah di jurusan seni lukis Universitas Imperial?"

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.