Bab 9 Dia Tidak Ingat Kejadian Setahun Lalu
Di kamar suite, datanglah seperangkat peralatan disinfektan, bersama seorang dokter yang mengenakan jas putih.
Renata melihat telapak tangannya. Ini hanya luka kecil, untuk apa ada dokter yang datang khusus untuknya?
Dokter memeriksa lukanya dengan teliti. Setelah memastikan itu hanya luka luar, dia melakukan disinfeksi sederhana, kemudian membalutnya dengan kain kasa.
Sebelum pergi, dokter itu berpesan agar luka itu tidak terkena air. Beberapa hari lagi luka itu akan mengering.
Renata mengangguk. Sekalipun dokter itu datang sedikit lebih lambat, lukanya mungkin sudah mengering.
Setelah keluar dari klub, Renata menerima pesan dari Adriani yang mengatakan bahwa mereka berdua sudah sampai di rumah dan menanyakan kabarnya.
Renata hanya membalas, "Nggak apa-apa."
Ketika dia baru saja bersiap untuk mengambil mobil, Kevin sudah mengeluarkan mobil Ferrari merahnya.
"Pak Kevin?"
Kevin turun dari mobil dan membukakan pintu untuknya. "Nyonya Muda, Pak Calvin menyuruh saya antar Anda pulang."
Renata kebetulan malas mengemudi, sehingga dia langsung masuk ke mobil. "Sejak kapan Calvin sebaik ini, deh?" ujar Renata.
"Pak Calvin bilang, tangan Anda terluka. Jadi, pasti nggak nyaman untuk mengemudi."
Renata melihat tangan yang terbalut perban, lalu tersenyum lembut.
Melihat suasana hati Renata sedang baik, Kevin berbicara sedikit ragu sambil mengemudikan mobil.
"Nyonya Muda, sebenarnya, Pak Calvin cukup peduli sama Anda."
Renata tersenyum. "Apakah mengantarkanku pulang sudah bisa dibilang menunjukkan perhatian?"
"Bukan cuma itu. Pak Calvin sangat peduli pada Anda."
Dia telah menjadi asisten Pak Calvin sejak Pak Calvin pulang ke tanah air. Beberapa tahun ini, dia sangat memahami sifat Pak Calvin.
Dia melanjutkan, "Orang yang Tuan Calvin anggap nggak penting, bahkan nggak diberi kesempatan bicara satu kata pun. Apalagi orang seperti Nyonya Muda yang sering memarahinya terang-terangan. Kalau orang lain, mungkin sudah dibuang ke sungai sebagai makanan ikan."
"Hanya Nyonya Muda yang bisa membuat Pak Calvin marah berulang kali, tapi Pak Calvin juga tidak bisa berbuat apa-apa terhadap Anda."
Dia sudah terlalu sering melihat Pak Calvin dibuat kesal oleh Nyonya Muda.
Perkataan Kevin bukannya tanpa alasan.
Calvin memiliki temperamen yang aneh, sementara Renata juga sangat angkuh.
Selama tiga tahun ini, meskipun Calvin sering menjadi berita sensasional, dia tidak melakukan hal-hal yang berlebihan.
Renata selalu memukul dan memarahi Calvin, tetapi Calvin tidak melakukan apa-apa padanya.
Renata merasa cukup senang saat memikirkannya.
Tiba-tiba, dia teringat lagi bagaimana Calvin menatap lukanya di ruang suite tadi, jelas terlihat dia peduli.
"Pak Kevin, menurutmu, apakah Calvin akan senang …"
Sebelum Renata selesai bicara, telepon Kevin berbunyi.
Itu adalah panggilan dari Calvin.
Calvin hanya menjelaskan beberapa kalimat, lalu menutup telepon.
Usai menutup telepon, Kevin melihat Renata dengan sorot mata yang agak canggung. "Nyonya Muda, itu ... Pak Calvin bilang, ada sedikit urusan malam ini. Jadi, dia nggak pulang."
Renata belum sempat mengucapkan kata-kata yang tertahan tadi.
Rasa senang yang sempat dia rasakan perlahan memudar.
"Dia pergi ke mana?"
"Dia … dia …"
Kevin mengamati ekspresi Renata dengan hati-hati. Wajahnya yang baru berusia 30 tahun itu mendadak terlihat keriput bak kain lap.
"Dia pergi ke tempat Nona Kalia."
Kemudian, Kevin segera menjelaskan, "Pak Calvin bilang Nona Kalia ada masalah, dia harus pergi menanganinya."
Renata mendengarkan tanpa marah, justru terdiam selama beberapa detik.
Beberapa detik kemudian, dia menoleh dan bertanya, "Pak Kevin, berapa banyak uang yang diberikan Calvin kepadamu untuk memuji dia di hadapanku?"
"Ah?" Kevin tidak langsung merespons.
"Berhenti!"
Setelah Renata berteriak, mobil sport itu berhenti di pinggir jalan.
Segera setelah itu, Kevin diusir keluar mobil.
Renata duduk di kursi pengemudi, lalu menutup pintu mobil dengan keras dan langsung menginjak pedal gas untuk melajukan mobilnya.
Kevin ditinggalkan di jalan begitu saja. Melihat mobil sport itu melaju kencang, dia ingin menangis, tetapi tidak bisa.
…
Di malam gelap, tepat di sebuah gang.
Seorang pria diangkat keluar dari gang.
Pria bertubuh besar dengan potongan rambut cepak keluar dari kegelapan malam. Dia berdiri di samping pria berbaju hitam lainnya dan berkata dengan suara rendah. "Tuan Calvin, masalah sudah diselesaikan."
Calvin mengisap sebatang rokok dan bertanya kepada Kalia, "Maksudmu, orang yang barusan itu mengikutimu?"
"Benar!" Kalia berdiri dekat Calvin, kedua tangannya ditaruh di lengan Calvin. "Dia mengikutiku melalui beberapa gang, dia hampir membuatku mati ketakutan."
Dia mengangkat wajahnya dan melihat ke arah wajah tampan Calvin yang tenang. Dalam kegelapan, dia tidak bisa melihat ekspresi mata Calvin.
"Calvin, untung kamu datang tepat waktu."
Calvin menarik lengannya dengan dingin, lalu bertanya pada pria berbaju hitam di sebelahnya. "Apa sudah tahu siapa dia?"
Pria berpakaian hitam itu adalah pengawal yang selalu ada di samping Calvin, namanya Kenji.
Dia juga punya seorang saudara sekaligus pengawal Calvin, namanya Satria.
Kedua orang ini adalah pengawal rahasia Calvin. Kalia juga pernah bertemu dengan mereka.
"Hanya orang biasa, untuk sementara nggak ada identitas lain yang ditemukan," kata Kenji.
Kalia melihat lengan Calvin yang barusan ditarik dari tangannya itu sambil tersenyum canggung. "Mungkin aku terlalu gugup sampai mengira orang itu mengikutiku dengan tujuan tertentu."
"Hmm," gumam Calvin sambil melempar rokok yang belum habis ke tanah, lalu menginjaknya dengan sepatu kulitnya dan berjalan ke mobil yang terparkir di luar gang.
Kalia refleks menggenggam lengan Calvin. "Calvin, tentang kejadian setahun yang lalu, Renata ..."
"Dia nggak ingat tentang kejadian setahun lalu."
Calvin sekali lagi menarik lengannya dari tangan Kalia. Dengan suara ketus dan tajam, dia memperingatkan, "Kamu juga nggak perlu mengingatnya."
"Selain itu …"
Calvin menatap tajam, seolah-olah bisa menembus jiwa seseorang. "Aku nggak akan mempermasalahkan foto itu. Kita boleh naik motor bersama, tapi perhatikan batasannya."
Kalia terkejut dan menarik tangannya kembali.
Dia pun tersenyum dan berusaha menjelaskan, "Aku nggak bermaksud begitu, kita sudah balap motor bersama selama bertahun-tahun. Memangnya kamu belum tahu sifatku?"
Calvin tidak berkata apa-apa, hanya melirik Kalia sejenak, lalu pergi.
Kalia menatap punggung Calvin dengan hati yang berat.
Jika bukan karena kejadian setahun lalu, mana mungkin dia bisa menjalin hubungan dengan Calvin yang latar belakang keluarganya luar biasa ini?
Karena kejadian itu juga, dirinya, Calvin, serta Yoseph dapat kesempatan lebih lanjut untuk menjadi teman berkendara.
Dirinya juga makin dekat dengan Calvin.
Namun, Kalia tidak mengerti … semua orang tahu Calvin jelas tidak mencintai Renata, tetapi mengapa sikapnya kepada Renata berbeda?
…
Calvin, yang baru saja duduk di mobil, menerima pesan teks di ponselnya.
Itu adalah pesan dari Renata.
"Calvin, aku nggak peduli di mana kamu sekarang dan sama siapa. Aku hanya ingin mengingatkanmu, besok akhir pekan. Jangan lupa untuk makan bersama keluarga Castillo."
Setelah membaca pesan itu, Calvin tidak bisa menahan senyuman di wajahnya.
Pesan singkatnya tampak tenang, tetapi Calvin sudah bisa membayangkan ekspresi marah Renata.
…
Di Puri Indah Sejahtera …
Renata mengirimkan pesan, lalu tidur.
Renata sudah enggan bertanya apakah Calvin akan pulang atau tidak, tetapi dia tidak bisa membatalkan janji pulang dan makan malam dengan Hesa besok.
Renata bisa saja tidak pergi, tetapi kalau dirinya dan Calvin sama-sama tidak hadir, Lila dan putrinya pasti akan menyusahkan dirinya lagi.
Renata baru bersiap untuk mematikan lampu dan tidur. Namun, ada suara lembut yang terdengar dari lantai bawah.
Tidak lama kemudian, pintu kamar tidur dibuka, lalu Calvin masuk dengan mengenakan pakaian dan celana hitam.
Dari jauh, Renata sudah bisa mencium aroma parfum wanita.
Renata langsung meraih bantal dan melemparkannya ke arah Calvin sambil berkata, "Kalau kamu lagi bau parfum wanita lain, jangan pernah masuk ke pintu ini!"
Gerakannya begitu bersemangat, hingga tali baju tidur di bahunya yang putih dan ramping itu terlepas, menampilkan sedikit tubuhnya yang menggoda.
Calvin menangkap bantal itu, matanya berhenti bergerak penuh arti dan menatap bahunya beberapa detik. Lalu, dia tersenyum nakal dan berkata, "Bagaimana kalau aku suruh mereka pakai parfum yang sama seperti parfummu?"
Sialan, dasar tidak tahu malu!