Bab 7 Kamu Tidak Sabar untuk Mati?
Di Vortex Klub …
Renata melemparkan kunci mobilnya kepada petugas parkir dan berjalan cepat menuju lift.
Adriani mengikuti di belakang sambil menjelaskan situasinya. "Pemimpin di Grup Bintang Mas, Pak Mahendra, membawa Renny ke Vortex Klub dengan dalih membahas kerja sama. Begitu sampai, mereka langsung mulai minum-minum dan nggak membahas kontrak sama sekali. Renny nggak ingin mengecewakan mereka, sehingga dia minum beberapa gelas. Tapi, makin lama malah makin nggak beres. Barusan dia diam-diam kirim pesan kepadaku dan bilang, Mahendra mulai meraba tubuhnya di bawah pengaruh alkohol."
Begitu keluar dari lift, mereka pun langsung ke ruang VIP.
Ketika dia baru sampai di depan pintu ruang, dia sudah mendengar keributan dari dalam, diikuti tawa beberapa pria.
Renata menendang pintu itu hingga terbuka. Ruangan itu dipenuhi cahaya merah dan aroma alkohol yang memenuhi sekitar mereka.
Beberapa pria paruh baya duduk di sofa, sementara beberapa gadis muda bersandar di pelukan mereka sambil menemani minum. Tangan salah satu gadis itu dipegang erat oleh seorang pria muda, pakaiannya juga ditarik hingga miring.
Gadis itu melihat ke arah pintu, matanya langsung kemerahan. "Kak Renata …" ujar gadis itu.
Keriuhan di ruangan itu berhenti karena terganggu kedatangan itu. Semua orang terlihat tidak senang.
"Kalian siapa? Siapa yang membiarkan kalian masuk?"
Seorang pria muda berteriak dengan keras, tetapi ketika melihat dua orang itu di pintu, dia langsung tersenyum licik dan berkata, "Wah, ada dua wanita cantik, mereka terlihat cukup menarik! Ayo, temani kakak-kakak minum satu gelas!"
Dengan nada dingin, Renata bertanya, "Kamu Mahendra?"
Pria muda itu sepertinya sudah minum cukup banyak, jelas terlihat dia mabuk. Ketika mendengar namanya dipanggil, dia tampak bangga. "Lumayan juga, kamu mengenalku."
Renata maju dan menarik Renny dari sofa ke belakangnya. "Apa kamu yang bawa gadis kecil kami ke sini?"
Mendengar kata-kata itu, Mahendra mengamati Renata dari bawah ke atas. "Aku kira siapa, ternyata orang dari Global Mandiri."
Sambil mengusap dagunya, matanya bolak-balik mengamati Renata. "Perusahaan Global Mandiri ini benar-benar bagus, semua wanitanya cantik," kata pria itu.
Pria di sebelahnya juga ikut bersorak, "Benar, semuanya oke. Lihat saja tubuh dan wajahnya, sangat menarik! Tapi, aku nggak tahu bagaimana rasanya saat disentuh."
Renata tidak menghiraukan kata-kata kotor mereka. Dia hanya menatap Mahendra dengan tatapan dingin. "Apa kamu yang memberinya minuman?"
"Ya, aku." Mahendra menarik dasinya dan berkata, "Kalau ingin menandatangani kontrak, memangnya ada masalah dengan menemaniku minum beberapa gelas?"
"Kamu juga yang menarik bajunya ini?"
"Ya, hanya menarik baju. Nggak ada …"
Prang!
Belum selesai Mahendra bicara, Renata sudah mengangkat botol anggur di atas meja dan menghantamkannya dengan keras ke kepalanya.
Botol kaca itu pecah berkeping-keping, serpihan-serpihan beterbangan ke mana-mana.
Mahendra langsung pusing.
Jangankan beberapa pria paruh baya di sebelahnya, bahkan Renny dan Adriani di belakangnya juga terkejut.
Beberapa gadis penghibur di sana langsung berteriak dan berlari keluar dari ruang VIP.
Mahendra mengangkat tangan untuk mengusap dahinya, lalu tangannya langsung berlumuran darah.
Dia tiba-tiba berdiri dan berteriak, "Kamu berani memukulku? Kamu sudah nggak sabar untuk mati?"
Renata mengangkat setengah botol kaca yang pecah itu. Kaca yang tajam dan berkilau itu menghadap ke arah Mahendra. "Kalau kamu berani menyentuh gadis-gadis di perusahaan kami lagi, aku bukan hanya akan memukulmu, tapi akan kutebas juga!" teriak Renata.
Nada suaranya tidak terdengar sedang bercanda. Tatapan dinginnya membuat Mahendra tertegun sejenak.
Segera setelah itu, dia berpikir, 'Seberapa besar kemampuan seorang wanita? Apa yang bisa dia lakukan padanya?'
"Kamu tahu siapa orang yang menyokong di belakangku, 'kan?"
"Belakangmu?" Renata berpura-pura melihat ke belakangnya, lalu tersenyum dan berkata, "Ada hantu di belakangmu?"
Mahendra menatapnya penuh amarah. "Ada Grup Lewis di belakangku! Lestari Sejahtera Group! Kamu berani menyinggungku? Aku akan membuat Global Mandiri kalian nggak bisa bertahan di Kota Bintara!"
Beberapa pria paruh baya langsung menatap Renata dengan tatapan yang mengisyaratkan, 'Apa yang telah kamu lakukan pada dirimu sendiri?'
"Menggangu Grup Lewis hanya akan berakhir dengan boikot."
"Lihatlah, wanita ini masih bisa angkuh. Pada akhirnya, dia pasti akan berlutut meminta kepada Pak Mahendra."
Adriani dan Renny sangat terkejut.
Lestari Sejahtera Group dipimpin oleh keluarga Lewis yang terkenal di negara ini. Grup Lewis punya reputasi tinggi dan dianggap sebagai keluarga yang paling sukses nan kaya, sekaligus memiliki industri yang besar.
Tidak hanya itu, keluarga Lewis juga mempekerjakan ribuan pengacara. Kabarnya, mereka terlibat dalam dua dunia, baik dunia hitam dan putih. Di negara ini, bisa dibilang mereka memiliki kekuasaan sangat besar.
Menghina mereka sama dengan memilih jalan kematian.
Adriani dan Renny, yang baru bekerja selama beberapa tahun itu, langsung tidak nyaman hanya dengan mendengar kata "menyinggung keluarga Lewis".
Renny menarik ujung baju Renata dan perlahan berkata, "Kak Renata ... bagaimana kalau kita pergi saja?"
"Pergi?" Mahendra meraih gelas di meja dan dilemparkan ke lantai. "Kamu pikir bisa pergi usai menghancurkan milikku? Aku ingin tahu kalian mau pergi ke mana!"
Melihat mereka terkejut, Mahendra mengangkat satu kakinya dan meletakkannya di atas meja teh, lalu menunjuk ke arah selangkangannya sambil tertawa dingin.
"Kalau kamu telanjang dan merangkak di bawah kakiku, aku akan membiarkanmu pergi!"
"Ya! Lepaskan pakaian dan merangkak lewat sini!"
"Lepas! Cepat lepas bajumu!"
Beberapa pria mulai menggoda lagi.
Renata menatap wajah mereka sambil mencibir, lalu mengangkat sepatu hak tingginya dan menendang selangkangan Mahendra. "Berengsek!"
"Ah!"
Mahendra berteriak dengan wajah pucat, kedua tangannya menekan erat selangkangannya. Dia jatuh ke sofa, tubuhnya melengkung dalam posisi yang sangat canggung.
Dia pun mendengar suara sesuatu yang pecah!
Seorang pria paruh baya yang melihat Renata bertindak begitu kejam, langsung berdiri dan menunjuk ke arahnya sambil berteriak.
"Apa menurutmu kami nggak berani pukul kamu karena kamu seorang wanita saja?"
Begitu pria itu selesai berbicara, Renata menggulung lengan bajunya dan mengangkat botol untuk memukul kepala pria itu!
Prang! Suaranya terdengar sangat jelas.
"Sialan kamu ..." Pria itu memegangi kepalanya, dia masih ingin mengatakan sesuatu …
Prang!
Sekali lagi, terdengar suara botol dihancurkan.
"Kamu ..."
Plak! Serpihan kaca bertebaran di seluruh lantai.
Pria itu menundukkan kepala di sofa, tidak berani bicara lagi.
Renata mengangkat sebotol minuman lagi mengarah ke seorang pria paruh baya lainnya. Dia mengangkat alis, memberi isyarat agar pria itu segera bicara.
Pria itu ketakutan, langsung menggeleng hingga kacamata yang dia kenakan hampir terlempar.
Selama dia hidup, baru kali ini dia melihat wanita sekuat ini!
Setelah memukul beberapa botol anggur, gerakan Renata masih sangat cepat dan tegas, tanpa ragu sedikit pun, bahkan matanya tidak berkedip.
Suasana di ruang VIP langsung dipenuhi jeritan kesakitan.
Setiap kali botol itu dihantamkan, ekspresi pria yang berdiri di luar ruang VIP tampak terkejut. Mereka langsung muram dan khawatir.
Namun, pria lain yang mengenakan kemeja hitam tampak santai. Dia bersandar santai di sofa sambil memegang sebatang rokok mahal di tangannya. Kancing leher bajunya terbuka longgar, tidak ada perubahan emosi di wajah tampannya. Dalam sorot mata warna cokelat itu, ada senyuman tipis.
Wanita Calvin memang punya kemampuan bertindak yang luar biasa.
Tiba-tiba, matanya menyipit, tertuju ke pergelangan tangan wanita itu.
Setelah meluapkan semua kemarahan, Renata merasa lega.
"Semua, maaf. Aku agak keras."
Renata mengibas-ngibaskan noda anggur yang menempel di tubuhnya. Lalu, sambil menampilkan ekspresi bersalah, dia berkata, "Jangan lupa untuk membayar, semuanya."
Baru saja Renata selesai bicara, pergelangan tangannya ditarik erat oleh seseorang.
Ketika menoleh, matanya bertemu dengan sepasang mata yang dingin dan tajam.
Belum juga sempat bereaksi, Renata sudah diseret keluar dari ruang VIP oleh seseorang.
Sebelum dibawa pergi, Renata masih sempat mengingatkan Adriani dan Renny untuk segera pulang ke rumah.
Dua gadis yang bersembunyi di sudut ruangan itu sangat ketakutan hingga tidak berani mengeluarkan suara.
Dengan suara bergetar, Adriani berkata, "Aku pernah lihat orang barusan di majalah ... sepertinya dia CEO dari Lestari Sejahtera Group …"
Renny sudah sangat ketakutan. Dia hampir menangis saat berkata, "Apa yang harus kita lakukan? Kak Renata sudah membuat mereka marah, apa ini akan menjadi masalah?"