Bab 6 Wanita Mana yang Menekan Tanganmu?
Di mobil Maybach warna hitam, seorang pria mengenakan jas rapi dan mewah tengah duduk di kursi belakang. Dia memakai kacamata bingkai emas di hidungnya yang mancung, matanya agak terpejam.
Wanita di sampingnya menoleh dan terpesona saat menatap wajah tampan pria itu. Hingga pria itu sedikit membuka mata dan bertemu dengan tatapan dinginnya, barulah wanita itu mengalihkan pandangannya.
Carlos melirik wanita itu dan berkata, "Kata 'Tante' dari Calvin sudah membuat hatimu berantakan seperti ini?"
Kedua tangan Helena memegang erat map di atas lututnya, lalu menunduk dan berkata, "Nggak berani."
Nyaris sepuluh tahun dia sudah di samping Carlos. Gerak-geriknya tidak bisa luput dari perhatian Carlos.
Carlos mengangkat tangan dan menangkup pipi Helena, memaksa wanita itu menatapnya. Lalu, dia ketus berkata, "Baguslah kamu nggak berani, jangan lupakan identitasmu."
Helena yang anggun itu membubuhkan riasan ringan. Meski hanya menggunakan perona pipis tipis, wajahnya terlihat agak pucat.
Dia tahu Carlos marah.
Dia dapat mencintai Carlos dan bisa tidur dengannya, tetapi tidak boleh membahas pernikahan dengannya.
Ini adalah hal yang paling dihindari Carlos.
Jadi, selama sepuluh tahun, Helena hanya bisa mengambil peran sebagai kekasih gelap Carlos. Tanpa nama, tanpa status.
"Baik. Saya paham, Pak Carlos."
Carlos mencengkeram pipi Helena erat-erat. Beberapa detik kemudian, Carlos menciumnya penuh amarah.
Ketika Helena mengira Carlos akan melakukan sesuatu yang lain di mobil, tiba-tiba Carlos melepas pegangan tangannya, mendorong Helena dengan keras, kemudian duduk tegak.
Seolah-olah tidak ada yang terjadi barusan.
Helena menarik gaunnya yang berantakan akibat ulah Carlos. Dia hanya merapikan pakaian dan tidak mengatakan apa-apa.
Di depan Carlos, dia tidak punya kekuasaan dan martabat.
Dia sudah terbiasa dengan semua ini.
Carlos meliriknya sekejap. Matanya di balik lensa itu tampak tenang tanpa ekspresi. "Beberapa hari lagi ulang tahun Kakek Gusti. Calvin nggak terlalu peduli sama hal ini, kamu yang atur sedikit, ya," ujar Carlos.
"Ada lagi." Carlos kembali memerintahkan, "Awasi Calvin dengan baik."
Dengan bibir pucat dan suara yang agak tidak stabil, Helena menjawab, "Ya, Pak Carlos."
…
Renata menekan pedal gas menuju tempat tinggalnya yang lain. Setelah mandi dan ganti pakaian, dia mengemudikan mobilnya ke Global Mandiri.
Global Mandiri adalah perusahaan desain pakaian terkenal di Kota Bintara. Renata belajar otodidak, lalu kembali ke tanah air hingga direkrut Global Mandiri sebagai Direktur Desain.
Lift berhenti di lantai 26. Renata mengenakan kemeja satin mint hijau. Kancing di lehernya dibuka, memperlihatkan tulang selangka yang ramping dan putih, dipadu kalung emas berdesain simpel yang cocok dengan warna dan anting terbaru musim ini. Renata tampak sederhana, tetapi elegan.
Raut wajahnya yang cantik tampak makin cerah dengan riasan ringan. Rambut hitam gelombang besar yang teratur dibiarkan terurai, menambah kesan elegan di kulitnya yang putih dan halus.
Di bagian bawah, dia mengenakan celana jeans biru muda dan sepatu hak tinggi yang dipesan khusus. Meskipun penampilannya terlihat santai, setiap detail penampilannya menunjukkan kontrol dan selera estetikanya yang tinggi.
Begitu Renata masuk, dia segera menarik perhatian para rekannya. Semua orang menghentikan pekerjaan yang sedang mereka lakukan dan langsung menyapa Renata.
"Kak Renata, selamat pagi!"
"Selamat pagi semuanya." Renata tersenyum sopan sebelum masuk ke kantornya sendiri.
Asisten Adriani membawakan secangkir Americano dingin tanpa gula dan susu dengan ekstra kopi, pesanan khas Renata.
Kemudian, dia mengganti aroma pengharum ruangan di meja dengan wangi yang lebih segar.
Adriani adalah seorang gadis muda yang cerdas. Dia telah bekerja untuk Renata sejak setahun ke belakang dan memahami kebiasaan kerja Renata.
"Kak Renata, ini riset pasar untuk kuartal berikutnya," kata Adriani sambil menyerahkan setumpuk dokumen kepada Renata.
Renata meneguk sedikit kopi, lalu menyapu sorot matanya ke arah dokumen di hadapannya. Setelah itu, dia memerintah, "Selain untuk kuartal ini, buatlah analisis tren mode untuk kuartal setelahnya juga."
Saat Renata berbicara, Adriani mengangguk dan menatapnya penuh kekaguman.
Dia sangat menghargai kemampuan kerja Renata. Di bawah kepemimpinan Renata, perusahaan mereka berhasil mendapat banyak kontrak besar.
"Omong-omong." Renata bertanya, "Bagaimana kemajuan proyek dari Grup Bintang Mas itu?"
"Renny sudah pergi ke sana untuk negosiasi. Sudah satu minggu, hari ini seharusnya bisa ditandatangani," jawab Adriani.
Renata mengangguk dan memberi isyarat pada Adriani untuk keluar dan lanjut bekerja.
Sebelum Adriani pergi, rasa ingin tahu gadis kecil ini hadir, sehingga dia perlahan bertanya, "Kak Renata, aku dengar kamu sudah menikah?"
Renata mengangkat kepalanya, lalu tersenyum dan berkata, "Ya, aku sudah menikah."
Adriani melihat tangan ramping Renata yang cantik, tetapi kosong tanpa barang apa pun. "Kenapa aku nggak lihat kamu pakai cincin pernikahan? Aku kira, Kak Renata masih lajang," ujar Adriani.
"Biasanya, nggak nyaman kalau menggambar, aku merasa terganggu. Jadi, nggak aku pakai," jawab Renata.
Kebohongan semacam ini hanya bisa diucapkan ke orang luar seperti Adriani yang tidak tahu apa-apa.
Orang-orang terdekatnya tahu bahwa pernikahannya dengan Calvin hanya mengurus surat nikah, tanpa pernikahan resmi serta cincin pernikahan.
Jadi, selain beberapa orang di lingkaran mereka, tidak ada yang tahu tentang hubungan dia dan Calvin.
Setelah Adriani keluar, Renata mulai menggambar sketsa.
Baru-baru ini, Global Mandiri menerima banyak pesanan, sehingga pekerjaan di tangannya juga makin banyak. Ketika sibuk, tentu Renata melupakan semua masalah soal Calvin.
Hingga sore, saat Bi Zelia yang bertugas memasak di vila menelepon untuk bertanya apakah dia ingin pulang untuk makan malam, barulah dia menyadari bahwa waktu pulang kerja sudah dekat.
Bi Zelia berkata, "Nyonya Muda, saya nggak bisa hubungi Tuan Muda, bolehkah Nyonya menanyakan apa dia akan pulang untuk makan malam hari ini?"
Renata memasukkan pensil sketsa ke tempat pensil. Lucu juga, ada suami yang harus ditanya berulang kali akan pulang atau tidak untuk makan setiap harinya.
"Oke."
Renata mengakhiri panggilan dan membuka kontak Calvin di ponselnya. Setiap kali terpikir omong kosong yang Calvin ucap pagi tadi, hatinya merasa tidak nyaman.
Entah mengapa, dia tetap menelepon Calvin.
Telepon berdering cukup lama. Ketika telepon itu diangkat, Renata hampir memutuskan sambungan tersebut.
"Ada apa?" tanya Calvin dengan nada dingin.
Renata sontak tidak senang saat mendengar nada suaranya. "Wanita mana yang menekan tanganmu sampai baru bisa menjawab telepon setelah sekian lama?"
Di ujung telepon, tawa dingin Calvin menggema. "Kenapa? Kamu cemburu?"
"Kalau kubilang nggak, apa itu membuatmu nggak berguna?" jawab Renata.
Calvin tidak marah, justru tersenyum dan terdengar mengejek saat berkata, "Renata, mulutmu semalam nggak sekeras ini."
Lelah bekerja seharian, Renata malas berdebat dengan Calvin. Dia baru berniat menanyakan apakah Calvin akan pulang makan malam, tiba-tiba suara seorang gadis terdengar dari telepon.
"Calvin, apakah itu Renata? Sebaiknya, apa kita panggil Renata untuk datang? Kalau nggak, dia bisa salah paham dan aku nggak akan bisa bersihkan namaku, meskipun aku melompat ke Sungai Bengawan Solo."
Dari telepon, Renata bisa mendengar dengan jelas bahwa itu adalah suara Kalia.
Pria yang baru saja bangun dari ranjangnya pagi ini, sekarang tengah bersama "teman baiknya".
Nada bicaranya terdengar tanpa dosa, murah hati, dan penuh pengertian. Namun, sikapnya justru membuat Renata terlihat seperti pengganggu.
Tanpa menunggu Calvin bicara, Renata berteriak, "Calvin, kalau kamu ingin dikhianati, bilang! Kujamin akan bertemu selingkuhan yang bisa menghancurkan penuh harga dirimu!"
"Renata! Berani-beraninya kamu!"
Calvin mengeluarkan teriakan penuh amarah. Tidak perlu berpikir pun sudah tahu betapa buruk ekspresinya saat ini.
"Kamu lihat saja aku berani atau nggak!" Usai bicara, Renata langsung memutuskan telepon.
Yurina hanya bilang jangan bercerai dengan Calvin, tetapi dia tidak bilang jangan berselingkuh dari Calvin.
Baik secara latar belakang keluarga maupun penampilan, Renata adalah salah satu yang terbaik di Kota Bintara. Bahkan, banyak pria dari Francia yang ingin mengejarnya. Namun, Calvin si buta malah tidak menganggapnya menarik.
Saat Renata baru duduk di mobil, ada telepon dari Adriani.
"Gawat! Kak Renata, Renny mengalami masalah!"