Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 10

Dia menelepon Lorenzo. Panggilan itu segera tersambung dan suara Lorenzo terdengar lembut. "Valen, apa kamu suka dengan ketiga gaun itu?" "Ya." Valencia berkata, "Menurut Kakak, set mana yang paling bagus?" Di ujung telepon, Lorenzo sepertinya tertawa pelan. Suaranya penuh kasih sayang. "Bukannya aku sudah bilang, kalau suka, beli saja semuanya? Aku sudah meminta asisten untuk memesannya semua." "Secepat itu? Aku baru saja mempostingnya tadi." Lorenzo: "Aku takut terlambat dan kehabisan, ini semua 'kan edisi terbatas." "Hmm, kalau gitu terima kasih, Kak Lorenzo." "Valen, kamu sekarang adalah tunanganku. Kita ini keluarga, nggak perlu bilang terima kasih segala." Apa yang dia katakan memang benar, tetapi Valencia belum sepenuhnya merasa dirinya berada di posisi sebagai tunangan. Dalam hatinya, Lorenzo tetaplah kakak tetangga sebelah yang sabar mengajarinya belajar. "Oh, ya, Valen, aku dengar di Kota Celestia kamu susah dapat taksi. Aku sudah membelikanmu sebuah mobil. Baru saja selesai diurus surat-suratnya. Beri aku alamatmu, biar aku suruh orang mengantarkannya ke sana." Mendengar ini, hati Valencia dipenuhi rasa tidak nyaman. Dulu, demi menghindari perjodohan dengan Lorenzo, dia sampai kabur dari rumah. Akibatnya, William memblokir kartu banknya. Lorenzo jelas tahu tentang ini. Di Kota Celestia, dia memang tidak punya mobil atau rumah, hidupnya seperti pekerja kantoran biasa. Meski kedua sahabatnya pernah bercanda mau "menafkahi" dia, Valencia menolak. Hanya di dua bulan pertama dia pernah menerima sejumlah uang dari sahabatnya untuk bertahan hidup. Setelah pekerjaannya stabil, dia tidak pernah lagi menerima uang mereka. Bahkan uang yang dipinjam dulu, sudah dia cicil dan lunasi setelah menerima gaji. Padahal dia kabur ke Kota Celestia untuk menghindari perjodohan ini, tetapi Lorenzo tidak menyalahkannya dan malah membelikan mobil untuknya. Hati Valencia dipenuhi rasa malu. Dia menggenggam erat ponselnya. "Nggak perlu, aku merasa naik taksi lebih praktis." Suara Lorenzo terdengar agak terluka meski nyaris tidak terdeteksi. "Valen, kamu bersikap sesopan padaku. Apa ini karena dalam hatimu kamu masih nggak mau menjalani perjodohan ini?" Valencia refleks menggelengkan kepala. Namun, sesaat kemudian dia sadar, mereka sedang berbicara di telepon. Lorenzo tidak mungkin melihat ekspresi atau gerakannya. Dia menjelaskan dengan suara lembut, "Bukan begitu, Kak Lorenzo. Kalau aku sudah setuju untuk bertunangan, tentu saja aku mau. Hanya saja aku berpikir, beberapa hari lagi aku akan kembali ke Kota Emberton, jadi rasanya nggak perlu membeli mobil sekarang." Lorenzo menjawab, "Nggak apa-apa. Kalau nanti kamu kembali ke Kota Emberton, aku akan menyuruh seseorang mengantarkan mobilnya ke sana." "Ini ... " Valencia masih ingin menolak. "Kamu beberapa hari lagi harus pergi ke kota sebelah untuk sidang, 'kan? Kalau pakai mobil akan lebih praktis." Valencia agak terkejut. "Kenapa Kakak bisa tahu kalau aku akan pergi ke kota sebelah untuk sidang beberapa hari lagi?" "Dua bulan lalu aku lihat di postingan Instagrammu." Valencia tertegun sejenak. Sidang itu memang sudah dijadwalkan dua bulan lalu. Tanggal 25 September, bertempat di pengadilan menengah kota sebelah. Saat itu, dia iseng memposting sebuah status di Instagram-nya, bercanda kalau itu adalah perjalanan dinas gratis. Setelah sidang, dia ingin makan semangkuk mi pedas favoritnya dan mengunjungi tempat wisata terkenal di sana. Suara Lorenzo terdengar lembut dengan sedikit tawa. "Kalau punya mobil akan lebih praktis. Setelah sidang, kamu bisa jalan-jalan ke tempat wisata di sekitar." Saat ini, Lorenzo berdiri di depan jendela besar di kantor CEO di puncak gedung perusahaan. Dia memandang keluar ke lautan cahaya dari rumah-rumah di bawah, matanya penuh dengan kelembutan. Langit tahu betapa dia ingin membelikan mobil, rumah, dan mengirimkan uang kepada Valen saat dia mengetahui kalau tiga tahun yang lalu Valencia hidup begitu sulit di Kota Celestia. Namun, dia tidak punya identitas yang cukup untuk melakukan itu. Kalau dia tiba-tiba memberikan hadiah tanpa alasan yang jelas, Valencia pasti tidak akan menerimanya. Untungnya, sekarang semuanya berbeda. Valencia telah setuju untuk menikah dengannya dan dia akhirnya punya status yang sah untuk memberikan hadiah padanya. Valencia sempat tertegun mendengar kata-kata Lorenzo, hatinya tersentuh. Perasaan itu seperti sebuah kerikil kecil yang jatuh ke danau hatinya, menimbulkan riak-riak lembut. Status postingan Valencia di Instagram hanya bisa dilihat dalam waktu tiga hari. Terkadang, dia sendiri bahkan lupa apa yang telah dia posting, tetapi Lorenzo justru mengingatnya dengan begitu jelas. Sebaliknya, Miguel sama sekali tidak peduli dengan apa yang dia posting. Terkadang, bahkan setelah dia memberi tahu Miguel terlebih dulu kalau dia akan pergi ke luar kota untuk dinas, Miguel tetap akan meneleponnya di hari keberangkatannya dan bertanya kenapa dia tidak ada di Kota Celestia. Dia juga pernah berkali-kali mengatakan pada Miguel tempat-tempat yang ingin dia kunjungi, tetapi Miguel tidak pernah memperhatikan. Tempat yang dia ingin kunjungi bersama Miguel dua tahun lalu, hingga sekarang masih belum dia datangi. Ternyata, diperhatikan oleh seseorang rasanya seperti ini. Valencia tidak lagi menolak, dia menyebutkan alamat vila Miguel. Lorenzo berkata, "Besok pagi kamu ada di vila, 'kan? Aku akan suruh orang mengantar mobil ke sana pagi-pagi." "Ada." Tidak lama setelah telepon ditutup, Miguel pulang bersama Molly. Saat mereka masuk, Valencia sedang duduk di ruang tamu lantai satu menonton televisi. Valencia melirik mereka sekilas tanpa berkata apa-apa. Miguel juga tidak mengatakan apa-apa, tetapi Molly yang lebih dulu menyapa, "Nona Valencia, kita bertemu lagi." Valencia bersandar santai di sofa, matanya tetap terpaku pada acara hukum di televisi. Dia tidak menjawab. Molly tidak marah. Dia tersenyum dan berjalan mendekat, lalu duduk di sofa. "Nona Valencia, biasanya kamu suka menonton acara yang seperti ini, ya?" Miguel berkata, "Aku mau mandi." Kemudian, dia naik ke atas. Tidak jelas dia berbicara kepada siapa. "Kamu sudah lihat video itu, 'kan?" Begitu Miguel pergi, Molly langsung menyimpan senyumnya dan menunjukkan wajah dingin. "Orang yang dicintai Miguel itu aku." Valencia tidak peduli siapa yang dicintai Miguel. Dia hanya mengangguk tanpa menoleh sedikit pun. "Ya, aku tahu." Sikap tidak pedulinya ini membuat Molly kesal. Dia sama sekali tidak menyembunyikan penghinaan di matanya. "Kamu memang pandai berpura-pura tenang. Aku ingin lihat kamu bisa bertahan berapa lama." Valencia menjawab dengan suara dingin, "Aku nggak sepandai kamu." "Hmph." Molly mendengus sinis, lalu bangkit menuju lantai atas. "Miguel, aku akan mandi bersamamu." Setelah itu, dia berbalik menoleh ke arah Valencia dengan senyum menantang. Sayangnya, Valencia tidak memandangnya sama sekali. Saat makan malam, Miguel dan Molly duduk di satu sisi, sementara Valencia duduk sendirian di sisi lain. Bi Sara meletakkan sepiring sayur rebus di meja. "Semua masakan sudah disajikan." Valencia mengerutkan kening padanya. "Bi Sara, kenapa hari ini semuanya hanya ini?" Sayur sawi putih, selada, kangkung, caisim, brokoli, dan mentimun salad dingin. Semuanya sayuran hijau, tidak ada satu pun hidangan daging. Miguel berkata dengan nada datar, "Semua ini adalah makanan kesukaan Molly. Dia suka makan sayuran." "Suka makan sayuran?" Valencia tertawa samar. "Apa maksudmu itu mau bilang kalau aku diselingkuhi?" "Valencia! Kegilaan apa lagi yang kamu lakukan sekarang?" Wajah Miguel memerah karena marah. "Kamu boleh asal makan, tapi jangan asal bicara!" Valencia menatap leher Miguel, di mana bekas ciuman terlihat sangat mencolok. Molly jelas sengaja meninggalkan bekas itu untuk membuatnya melihatnya. Valencia tersenyum cerah pada pria yang wajahnya sudah penuh amarah itu. "Apa aku asal bicara, kamu sendiri yang tahu, 'kan?" Wajah Miguel menjadi makin kelam. "Makan atau nggak terserah kamu. Selain itu, Molly nggak punya tempat tinggal, jadi dia akan tinggal di sini beberapa hari. Mungkin kita akan sering makan sayuran. Kalau kamu nggak tahan, masak sendiri saja." Padahal ada pembantu di vila, tetapi untuk membuat dua hidangan tambahan saja Miguel tidak mengizinkan. Setahu Valencia, Miguel bukan orang yang suka makan sayuran. Ini jelas untuk mempermalukannya. Untuk membuatnya merasa tidak nyaman, Miguel rela makan sayuran setiap hari bersama Molly. Benar-benar seperti peribahasa, "melukai diri sendiri seribu kali demi melukai musuh seratus kali". Valencia tahu Miguel masih marah tentang jam tangan itu, tetapi dia sama sekali tidak berniat menjelaskan, apalagi meminta maaf. Dia tidak merasa dirinya salah. Dia meletakkan sumpitnya dan bangkit meninggalkan meja. Kalau tidak makan, ya tidak makan. Memangnya dia tidak bisa pesan makanan lewat aplikasi? Keesokan harinya, Lorenzo menyuruh seseorang mengantarkan mobil ke vila.

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.