Kenangan Bersama Dean
Jijik, hanya itu yang dirasa Chloe. Tubuhnya sudah dinodai pendosa besar.
Namun, Chloe tidak mampu berbuat apapun. "Jika saya pergi dan membatalkan pernikahan, saya yang rugi," ucapnya pada diri sendiri, "saya sudah melangkah sejauh ini." Chloe tidak boleh mundur walau semua harga dirinya dicabik paksa, bahkan sekarang dia berubah menjadi gadis pencinta uang dan harta.
Chloe memilih tidur, hingga tengah malam dirinya membuka mata perlahan akibat sebuah sentuhan yang membuatnya melenguh tanpa sadar. Erland sedang melucuti pakaian tidurnya, tapi tampaknya kesadaran pria itu sedang terombang-ambing hingga mudah untuk Chloe menghindar. "Saya bukan maniak sepertimu, saya tidak suka melakukannya setiap malam!" hardik gadis ini pada Erland yang terbaring lemas dengan posisi sembarang.
Bau alkohol dari napas Erland mengingatkan Chloe pada masa kelam malam itu. "Kau, si bejat tidak tahu belaskasihan, sampai kapanpun saya akan membencimu!"
Malam ini Chloe tidur di sofa, dirinya tidak sudi terlentang bersisian dengan Erland seperti malam yang sudah-sudah.
Pagi harinya dering gawai di saku jas Erland mengusik mimpi. Chloe mengerjap-ngerjapkan matanya. Nada itu tidak asing di telinganya. "Itu ... seperti panggilan handphoneku."
Chloe menyisir ruangan dengan langkah sedikit terseok-seok akibat pusing khas bangun tidur, dia mencari-cari sumber suara dan berhasil menemukannya. Erland masih tampak lelap saat tangan berani Chloe merogoh saku jas berwarna navy itu.
Layar datar berukuran sedang menuliskan nama seorang pria. Segera Chloe bergegas ke dalam kamar mandi. "Mau apa Dean menelepon?"
Tampaknya panggilan Dean harus diabaikan, tapi pria itu tidak menyerah hingga memaksa Chloe menggeser ikon hijau. "Iya?"
"Chloe, kamu di mana, sejak kemarin saya mengunjungi rumahmu, tapi tidak ada siapapun?" cerocos Dean. Dia adalah anak kenalan ayahnya yang sudah bertunangan dengan Chloe. Usia mereka berbeda tiga tahun saja.
"Hah, di depan rumah, kamu sudah pulang?"
"Iya, kemarin," ucap Dean dengan semangat, kemudian suaranya melemah, "maaf, saya tidak datang ke acara pemakaman orangtuamu karena saya tidak bisa tiba-tiba pulang."
Chloe bergeming, mendengar kata orangtua selalu membuatnya sedih. "Tidak apa."
"Mari bertemu," ajak Dean.
Tidak mampu menjawab ajakan Dean, Chloe hanyut dalam bayangan kelam bersama Erland. Mana bisa saya bertemu Dean dalam keadaan seperti ini, lirihnya dalam hati.
"Chloe, kamu baik-baik saja?" panggil Dean karena tidak kunjung mendengar suara kekasihnya.
"Iya, saya baik-baik saja."
"Katakan kamu di mana? Biar saya menjemputmu." Suara Dean terdengar excited, menunjukan semangatnya. Wajar saja, sudah satu tahun pria ini tidak bertemu dengan tunangannya.
Klik!
Pintu kamar mandi dibuka oleh Erland, pria ini segera merampas handphone di dalam genggangaman Chloe, kemudain menonaktifkannya. "Salahku semalam mengaktifkan nomormu," cetusnya.
Sejak pertama masuk ke dalam rumah ini Chloe kehilangan handphonnya, rupanya benda elektronik itu berada di tangan Erland. "Kembalikan!" pinta garang Chloe.
"Tidak!" Erland mengembalikan benda berbentuk pipih itu ke dalam saku jas, "sejak kemarin seorang pria bernama Dean menelepon dan tidak pernah saya angkat, lalu mengirim chat, mengatakan rindu." Sekarang wajah Erland mendekat, hingga wajah Chloe mundur seiring jarak yang dikikis Erland, "siapa pria itu, pacarmu?"
Chloe tidak berani menjawab iya, agar Dean selamat dari Erland. "Bukan, dia hanya teman biasa." Tatapannya segera mengarah pada sisi kanan bawah.
"Benarkah, pantaskah seorang teman biasa mengatakan rindu?" Selidik Erland. Pria ini merasa sudah menguasai Chloe seutuhnya. Jadi, hidup gadis ini hanya untuk mengabdi padanya dan berada di bawah kendalinya.
"Menjauh dariku!" Alih-alih menjawab, Chloe mendorong dada Erland cukup bertenaga hingga si empu menyingkir.
Tanpa peduli, Chloe langsung menghilang dari area kamar mandi walau masih ingin mengenggam handphonenya. "Apa yang harus saya lakukan? Bisa-bisa Erland mencari tahu tentang Dean!"
Erland berdehem, cukup membuat bahu Chloe melonjak. "Saya sudah memutuskan, kita akan menikah secepatnya. Dua minggu terlalu lama untukmu!" Pria ini menunjukan senyuman licik.
"A-apa! Mengapa dipercepat, bahkan ...."
Erland menyela, "Untuk apa mengundur jika jodohku sudah di depan mata?" Dagu Chloe diangkat dengan sentuhan sensual, mengusap garis bibirnya dengan senyuman misterius.
Pasti karena Dean! terka Chloe.
Memang tidak ada salahnya cepat menikah, tapi Chloe akan sangat menyakiti hati Dean dan keluarganya. Ingatan gadis ini berkelana pada masa-masa bahagia satu tahun lalu.
"Selamat ya, sayang ...." Sebuah pelukan hangat seorang wanita mendarat di tubuh Chloe.
"Terimakasih, ma ...."
Malam ini adalah pesta pertunangan Chloe dan Dean. Acaranya sangat mewah karena keduanya berasal dari keturunan terpandang-pengusaha ternama.
Setelah bertukar cincin, Dean mengajak Chloe ke tengah taman. "Kapan kita menikah?" godanya.
"Heuh, baru saja saya masuk kuliah." Chloe tampak keberatan.
"Hahahaha, bercanda sayang." Dean adalah sosok romantis. Lima bulan berpacaran, pria ini langsung mengambil langkah jauh walau dirinya juga masih melanjutkan pendidikan di luar negeri, tinggal bersama kedua orangtuanya.
"Dean, besok kamu akan pergi lagi?" Sendu dilukis Chloe setelah banyak tersenyum.
"Lusa, saya sengaja mengundur waktu buat kamu," jawaban Dean mengembalikan senyuman indah Chloe.
"Benarkah, bukan karena ingin lebih lama bersama teman-temanmu?" goda Chloe.
"Jangan berkata seperti itu, satu-satunya temanku adalah kamu," rayu Dean.
Chloe tersenyum tipis. "Gombal!"
Namun, sekarang raga mereka berjauhan dan Erland yang akan menggantikan posisi Dean. "Lepaskan!" Chloe menepis kasar tangan Erland.
Erland tidak mengeluarkan pendapat apapun tentang sikap buruk Chloe, pria ini hanya memakluminya karena dia pikir Chloe berasal dari keluarga tidak berada yang tidak mampu menyekolahkan anak gadisnya dengan layak. "Mandi, bersihkan dirimu dan berdandan. Hari ini kita akan memilih gaun pengantin!" titahnya mengakhiri obrolan.
Erland keluar dari kamar seraya memegangi dahinya yang masih berdenyut akibat alkohol. "Pelayan, pijat tubuhku. Rasanya pegal sekali dan ambilkan obat sakit kepala!" titahnya cukup lantang, kemudian Erland pergi bersama satu pelayan paruh baya.
Chloe berdecak di dalam kamar. "Mau saja mereka melayani tuan tidak memiliki hati!" ejeknya untuk para pelayan yang hanya mampu berkata iya selagi menunduk di depan Erland.
Tanpa sadar kedua tangan Chloe meraba saku celana. "Ah sial, handphoneku kan dirampas Erland!" Padahal benda itu satu-satunya penghubung kepada Dean.
"Dean, saya ingin meminta maaf karena saya tidak bisa melanjutkan hubungan kita." Itu, kalimat yang ingin disampaikan Chloe pada tunangannya walau terdengar kejam, tapi gadis ini harus melakukannya sebelum luka di hati Dean semakin melebar.
Bersambung ....