Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Sebuah Jebakan

Erland memerhatikan sikap tegas dan ketus Chloe. "Nyonya besar," ucapnya dengan senyuman sangat misterius. Erland dan Chloe makan malam dengan tenang. Perubahan sikap gadis ini membuat si pria ingin mengusiknya. "Cara makanmu berantakan, tidak anggun sama sekali," ucapnya memprovokasi. Chloe menyahut dengan lirikan sekilas, "Papa dan mama sering berkata, jangan bicara saat makan kecuali membahas hal penting." Chloe masih memertahankan sikap tenangnya seiring menyuap. Chloe berasal dari keluarga terpandang, dia mengetahui semua sikap orang-orang berkelas, termasuk cara makan, hanya saja masa depan yang tersisa sudah dihancurkan Erland maka, baginya sekarang tidak apa menjadi seseorang yang buruk di mata netizen toh gadis ini sudah tidak mempunyai hal untuk dibanggakan. Usaha Erland mengusik Chloe gagal, tapi dia mempunyai seribu taktik. "Bagaimana hubunganmu dengan pamanmu?" Untuk yang ini Chloe menghentikan suapannya dan menatap Erland. "Kau menghubungi Om Edward?" "Tidak." "Om Edward yang menghubungi?" Wajah penasaran Chloe sangat kental. "Tidak." "Lalu, apa maksudmu bertanya seperti itu?" Chloe mulai kesal. "Hanya ingin tahu dan kau belum menjawab." Sebelah bibir Erland miring sesaat. Chloe kembali mengisi sendoknya setelah sempat tertunda. "Hubungan kami baik-baik saja, tapi sudah cukup lama Om Edward sulit dihubungi dan saya kaget saat Om Erdward datang. Bagaimana kau bisa tahu tentang pamanku?" Sendok yang sudah terisi masih digenggam jemarinya. Sebelah bibir Erland kembali miring sesaat. "Mudah bagiku menemukan seseorang." Andai kau tahu jika pamanmu tidak menginginkanmu, saya ingin melihat reaksi kecewa itu! Batin Erland mulai merancang hal jahat baru. "Saya harus menghubungi Om Edward!" ucap Chloe dengan tegas. "Silahkan." "Mana handphoneku?" Telapak tangan Chloe tengadah. "Nantiku beri nomor pamanmu." Chloe tidak menanggapi, tapi lebih memilih melanjutkan makan malamnya, kemudian kembali ke kamar untuk memeriksa hadiah pemberian Vian. "Cincin yang indah." Senyuman melengkung sempurna karena pemberian Vian diterima dengan senang hati oleh Chloe. Cincin itu segera melingkar di jemari kirinya, di jari tengah tempat cincin tunangannya dulu. "Dean, saya minta maaf." Benda bulat itu tersimpan di dalam kamar Erland, tapi gadis ini yakin Erland tidak akan menemukannya. Sekarang cincin pemberian Vian sudah melingkar sempurna. Di atas kotak itu terdapat sebuah kartu ucapan 'Don't forget to be happy.' Seulas senyuman kembali melengkung indah. "Andai saya memiliki seseorang yang siap mendengarkan keluh kesah ini." Chloe hendak menyimpan secarik kertas dan kotaknya. Namun, sebelum menutup kotak berwarna merah itu. Sesuatu menyembul dari bawahan bantalannya, seperti sebuah kertas. Jika kurang teliti maka Chloe tidak akan melihatnya. Dibukanya bantalan cincin. "Hah, apa ini?" Deretan nomor dilihatnya, "nomor handphone?" Sebuah pemikiran tersirat, "apa Vian ...." Klik Bunyi handle pintu mengagetkan hingga Chloe cepat-cepat menyimpan kertas itu ke tempat semula. Erland masuk dengan tatapan tajam. "Benda apa di tanganmu?" "Kotak cincin, Vian memberiku cincin." Erland segera memeriksa jari Chloe. "Pas sekali ukurannya." Chloe bergeming karena dirinya juga tidak mengetahui mengapa Vian bisa mengetahui ukuran jarinya. "Kau akan memakainya?" Chloe mengangguk yakin, Erland tidak menyahut. Pria ini segera mengganti pakaiannya dengan pakaian tidur. "Mulai malam ini saya akan berhenti minum dan merokok dan akan memerhatikan asupan gizi agar mendapatkan bibit yang baik untuk membuat bayi," tuturnya seiring mengaitkan satu persatu kancing baju tidur, "kau juga harus menjaga pola hidup sehat, cucu untuk mama dan papa tidak boleh gagal. Saya tidak akan mentoleransi anak cacat!" Chloe sedikit terganggu dengan ucapan Erland yang terakhir. "Berdoa saja." Disimpannya kotak cincin di dalam laci, "saya belum mengantuk, saya ingin berjalan-jalan di taman." "Pergilah." Izin Erland. "Apa maksud Vian memberikan nomor handphonenya?" gumam Chloe yang sedang berdiri di sisi taman. Namun, apapun maksud Vian sulit untuk Chloe mengetahuinya. Gawainya selalu berada di tangan Erland, tapi Chloe tidak akan menyerah sebelum mengetahui maksud Vian. "Apa Vian tahu jika saya dan Erland hanya menjalani pernikahan sesaat? Erland memberitahukannya?" Di tengah-tengah pertanyaan tentang Vian, Dean kembali hadir. "Bagaimana perasaan Dean? Dia merindukanku, tapi saya tidak bisa membalasnya bahkan hanya akan memberinya kabar buruk." Saat memikirkan kekasihnya, Edward muncul, "Om Edward juga, mengapa datang hanya saat pernikahan, tapi di mana Om Edward saat mama dan papa meninggal?" Jalan Chloe seakan buntu, dunianya seakan terbatas karena sangkar yang dibuat Erland. Gadis ini harus hidup di bawah aturannya dan mengikuti semua rencana serta langkahnya. Chloe duduk gelisah di bangku taman. "Saya harus bersabar, saya tidak boleh gegabah menghadapi Erland dan semoga saja Erland tidak mencari tahu tentang Dean." Namun, doa Chloe tidak terkabul. Erland membalas pesan Dean yang baru-baru ini masuk. [Kau di mana, biar saya menemuimu?] [Kamu sedang berbulan madu untuk apa menemuiku?] [Saya juga merindukanmu.] Chat Erland mengatas namakan Chloe. "Saya harus tahu siapa pria ini dan jelas mereka tidak boleh bertemu!" Seringai devil mengembang di wajah Erland. Pagi harinya Erland mengajak Chloe mengunjungi gedung tinggi-sebuah hotel bintang lima. "Untuk apa kita kesini?" Heran Chloe, kamar Erland sudah cukup mewah dan besar, tapi masih saja mencari tempat lebih mewah dan besar. "Bulan madu. Masuklah." Erland dengan baik hatinya membukakan pintu untuk Chloe. Chloe masuk ke dalam kamar mewah yang sudah dipersiapkan oleh Erland. "Tunggu sebentar, saya harus mencari sesuatu," ucap Erland seiring menutup pintu kamar, mengunci Chloe dari luar. "Hei, buka pintunya!" protes Chloe karena seakan dijebak. Sementara, Erland kembali ke lantai bawah, masuk ke dalam kafe eklusif. Handphone Chloe diaktifkan. [Kau di mana?] Chat itu dikirimkan pada Dean. Dean langsung membacanya, tapi chat itu terlihat aneh. "Apa ini Chloe?" Panggilan yang Chloe gunakan berbeda dari biasanya karena biasanya Chloe menggunakan kata 'Kamu bukan kau' sebenarnya hal itu sudah Dean sadari sejak semalam, tapi dia tetap datang ke tempat yang dijanjikan. Dean berhati-hati kala membalas. [Di cafe yang kita janjikan.] Pun Erland, pria ini juga sangat hati-hati karena sedang menyamar menjadi Chloe. [Bisakah kau memberiku petunjuk khusus agar saya bisa menemukanmu?] [Kamu lupa padaku?] Selidik Dean. [Tidak, hanya agar mudah ditemukan saja. Cafe ini ramai.] [Saya duduk di meja nomor 30 A. Kamu melihatnya?] Itu chat terakhir yang dikirim Dean karena seorang pria berwajah tidak asing menghampiri nomor meja yang baru saja disebutkan Dean, pria itu tidak lain adalah Erland. Siapa yang tidak akan mengenal pengusaha terkenal ini, ditambah dengan acara pernikahan megah yang sengaja dipublikasikan sehingga menjadi konsumsi orang kelas bawah hingga atas. Dean memerhatikan tidak jauh, dia berada di kursi nomer 35 A, sedangkan yang duduk di nomor kursi 30 A adalah seorang pria asing. "Selamat pagi, Tuan Dean," sapa Erland pada pria yang entah siapa. "Maaf, anda mencari siapa?" "Saya mencari Tuan Dean." Senyuman ramah ditunjukan Erland. "Maaf, anda salah orang. Saya bukan Dean." Ramah pria ini. Bersambung ....

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.