Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Niat Vian

Di sisi lain, Vian menyeringai puas. "Pasangan seperti apa kalian ini, kasihan sekali Chloe. Dia gadis baik, tapi mengapa harus menikah dengan Erland?" Heran Vian, "sorry girl, saya harus mencampurkan obat perangsang di minumanmu agar kau bisa menikmati hubungan suami dan istri. Setidaknya malam ini kau tidak akan tersiksa." Vian mampu melihat kesedihan mendalam yang dirasakan Chloe dan tragedi yang pernah menyiksanya. Semua tampak jelas di dalam bola mata indah itu. "Apa saja yang kamu lewati, gadis cantik? Saya peduli padamu, tidak seperti Erland." Pun, Vian mengetahui perlakuan Erland pada Chloe, masih dari sorot matanya dan wajah datar Chloe. Pria ini tahu jika mereka tidak saling mencintai dan Vian tertarik untuk merebut Chloe dengan cara halus. Vian adalah sahabat Erland, bahkan lebih dari itu, mereka pernah seperguruan. Keduanya belajar bisnis bersama, tapi di bidang yang berbeda. Vian lebih tertarik pada dunia malam, tidak seperti Erland yang sejak dulu menginginkan posisi CEO di dalam gedung tinggi bersama dasi kejaan dan duduk di atas kursi kerajaan. Kedua pria ini tidak pernah memutus kontak, mereka bagai dua saudara kembar dengan kepribadian berbeda. "Saya tertarik pada Chloe, jika Erland tidak mampu membahagiakannya saya akan melakukannya, saya akan memancing Chloe bersandar di pundakku." Niat Vian baik, tapi bermaksud merebut milik Erland-sahabatnya sendiri sekaligus bisa menjadi boomerang. Malam ini Vian berjoget, merayakan kenikmatan yang dirasakan Chloe malam ini. Erland dan Chloe melakukannya berulang kali sampai efek obatnya habis. "Sialan, siapa yang berani memasukan obat perangsang!" rutuk Erland dengan napas masih terengah-engah. "Apa itu obat perangsang?" tanya Chloe yang sedang terbaring lemas. "Jangan berlaga polos!" Erland memilih memunggungi Chloe. Pasti gadis itu yang memasukan obat perangsang, apa dia berencana melakukannya bersama Vian? Sial, dia licik. Bulan madu berakhir hari ini juga! Esoknya Erland mengemas barang. "Cepat pakai bajumu!" "Tapi ini masih pukul lima pagi, kita akan pergi kemana?" ringisnya. Chloe masih merasakan efek akibat peperangan semalam, seluruh tubuhnya pegal bahkan pinggangnya terasa sakit kala digerakan. "Pulang. Bulan madu berakhir!" "Hah!" Sebenarnya rencana dadakan Erland bukanlah hal aneh, tapi di kondisi Chloe sekarang tubuhnya tidak memungkinkan dipakai berjalan, "tunggu satu jam atau dua jam lagi, tubuhku sakit ..." Lagi, ringisan itu keluar seiring memijat pinggang di bagian paling sakit. "Jangan manja, kau istri Erland, istri Erland harus cekatan! Kau pikir mengapa Erland bisa sukses?" Koper besar sudah ditarik ke dekat pintu. "Tapi pinggangku sakit! Kecuali jika kau menggendongku." Erland melirik tajam. "Jangan harap!" Sebuah handuk putih dilempar, tepat mengarah ke dada Chloe, "mandi dan berdandan yang cantik, kau harus tetap terlihat sempurna. Saya tidak ingin berjalan bersama gadis kucel!" Erland keluar dari kamar setelah bertitah. Namun, alih-alih menurut pada perintah yang akan menyiksanya, Chloe memilih membalut tubuhnya kembali. Tidak peduli apa yang akan terjadi selanjutnya, selimut tebal ini lebih menggiurkan dari pada memijakan kaki di lantai yang dingin dengan tubuh seakan remuk. Satu jam berlalu, Chloe hanyut dalam mimpi kala Erland memeriksa. "Astaga, gadis ini tidak memiliki masa depan, bangun pagi saja tidak mampu!" jengkelnya. Namun, setelah mendekat, terlihat banyak tanda merah di leher Chloe. "Sepertinya dia sangat kelelahan meladeniku semalam, tapi itu salahmu. Jangan coba berhianat!" Akhirnya, Erland membiarkan Chloe selama dirinya menemui Vian. "Kau sudah tahu kan, bagaimana gadis itu?" "Gadis yang mana? Banyak gadis bersamaku." Vian dan Erland sedang menyesap kopi latte. "Chloe." "Hm, istrimu baik hati." Senyuman misterius ditunjukan Vian. Mata Erland segera memicing menyelidik. "Apa yang dia berikan sampai kau menganggapnya baik hati?" "Semua." Santai Vian. Erland mendengus berang dan mulai membenci Vian. "Hahahaha, ada apa denganmu? Saya hanya bercanda." Vian tertawa puas, "istrimu sangat baik, dia bukan pemabuk, bahkan tidak mengenal dunia malam. Beruntung sekali dirimu mendapatkan gadis impianku." "Kau tidak tahu saja." "Tentu, bagaimana saya bisa mengetahui dengan insten, kami baru saja bertemu." Vian kembali menyesap latte art miliknya, "kenapa pagi-pagi begini menemuiku dan penampilanmu rapih sekali?" "Bulan madu kami berakhir." Datar Erland seiring menatap dingin ke arah Vian. "Secepat ini?" Dahi vian berkerut. "Iya. Dia tidak cocok di sini." Erland sudah menghapus kecugiaan pada Vian, tapi akan tetap membawa Chloe dari sini. "Baiklah, saya doakan semoga kehidupan rumah tangga kalian bertahan lama." Vian meragukannya, tapi tetap berpura-pura mendoakan. "Tidak perlu repot-repot begitu, saya bersamanya hanya sampai mendapatkan bayi," bongkar Erland sebagaimana pada seorang sahabat. Dia menyesap latte art seujung lidah, "saya tidak mencintainya, tapi saya memerlukan seorang bayi untuk penerus keluarga." Vian manggut-manggut. Rupanya menyenangkan mendapatkan kepercayaan Erland, dia tidak perlu repot-repot mencari informasi tentang Chloe. "Chloe tidak merasa keberatan?" Bibir Erland menyungging mencibir, "Tentu tidak, saya menukar bayi itu dengan uang." "Alasan clasik." Datar Vian, kemudian kembali menyesap minuman berwarna coklat dengan sentuhan putih. "Chloe memang tidak jauh berbeda dengan pengemis," hina Erland membuat Vian geram. Sejak pengakuan pertama Erland, Vian mampu menebak sikapnya pada gadis itu. "Saya setuju pada pendapatmu jika memang tujuannya uang," balas Vian seolah mendukung Erland. "Kau memang sahabatku yang paling mengerti keadaanku." Erland seolah sedang berterimakasih, padahal pria di hadapannya adalah musuh di dalam selimut. Matahari semakin naik, tapi Chloe tidak kunjung membuka matanya. Sudah berulang kali Erland mendengus kasar seraya menatapnya, berdiri geram di sisi ranjang. "Gadis ini memang menjengkelkan. Pasti dia pengangguran, maka bisa bangun hingga siang hari." Jarum jam di pergelangan tangan Erland sudah berhenti di angka sembilan. Erland menyalakan ponsel Chloe untuk mengisi waktunya selama menunggu gadis itu terjaga. [Chloe, saya akan menunggumu pulang. Saya tidak akan mengganggu bulan madumu, tapi saya sangat menantikan penjelasan.] Chat kemarin pagi dari Dean. "Pasti pria ini kekasihnya, hanya Dean yang menghubungi nomor ponselnya. Rupanya selain pria ini tidak ada lagi yang peduli padamu, bahkan pamanmu yang kau panggil Om Edward." Kala Edward tidak mengakui Chloe sebagai sepupunya, itu sangat menandakan jika dia tidak ingin terlibat dengan Chloe, tapi saat diiming-imingi barulah dia setuju dengan percakapan alakadarnya saat bertemu Chloe. "Saya penasaran pada silsilah keluargamu, pasti kalian memiliki rahasia besar hingga terpecah." Seringai hadir menyeramkan di wajah Erland. Bersambung ....

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.