Webfic
Open the Webfic App to read more wonderful content

Bab 21

Melvin dan Irene tidak memperhatikan ekspresi aneh orang-orang. Kecemasan dalam mata mereka tampak sangat jelas. "Pak Adrian, kami benaran ingin minta maaf dengan Master Cindy secara langsung. Bisa tidak biarkan kamu ketemu Master Cindy?" Adrian termangu selama beberapa saat. Lalu, Adrian menjawab dengan suara serak, "Cindy tidak di rumah." Melvin dan Irene menjadi panik. Mereka buru-buru bertanya, "Master Cindy belum pulang? Kapan Master Cindy pulang? Atau tidak kami tunggu di sini?" Kecanggungan melintas di wajah semua anggota Keluarga Kusnadi di ruang tamu. Apa yang bisa mereka katakan? Cindy sudah pindah keluar, setidaknya tidak akan pulang hari ini. Melihat orang-orang Keluarga Kusnadi terdiam, Melvin dan Irene makin cemas. "Pak Adrian!" Ketika Adrian ingin berbicara, Henri beranjak dari kursinya. "Cindy sepertinya tidak akan pulang hari ini. Kalau Paman Melvin dan Bibi Irene buru-buru, mungkin aku bisa hubungi Cindy untuk kalian. Kalau Cindy sempat, aku bisa bawa kalian ketemu Cindy." "Baguslah." Melvin sama sekali tidak berlagak sungkan. "Mohon bantu, ya." Henri mengangguk seraya tersenyum. Henri pergi ke samping untuk menelepon, lalu kembali lagi. "Cindy bilang dia sudah tahu apa tujuan kedatangan kalian. Dia akan berangkat ke rumah kalian sekarang, langsung ketemu di sana saja." Melvin dan Irene sangat girang ketika mendengar Cindy bersedia langsung berangkat menuju rumah Keluarga Sany. Mereka langsung pamit tanpa basa-basi dengan orang-orang Keluarga Kusnadi. Henri menyusul. "Biar aku antar." Melvin paham bahwa Henri khawatir Cindy akan dirundung di rumah Keluarga Sany. Melvin tidak keberatan karena situasi Liliana yang darurat saat ini. Sampai ketika mobil menghilang ke dalam kegelapan, orang-orang Keluarga Kusnadi baru sadar. "Keluarga Sany terburu-buru mau cari Cindy, jangan-jangan ada masalah dengan Liliana?" tanya Helen dengan ragu. Nada bicaranya jelas khawatir. Adrian mengernyit dengan ekspresi serius. "Mungkin terjadi masalah." Kemungkinan besar adalah masalah yang dikatakan oleh Cindy. Vila Keluarga Sany tidak terlalu dekat dengan Kompleks Vila Kejora No. 1. Setelah lebih dari setengah jam, mobil akhirnya tiba di depan vila Keluarga Sany. Begitu mereka bertiga tiba, Cindy pas sudah sampai di depan pintu. Melihat gadis yang memakai kaus dan celana jeans itu, walau Irene sudah memberitahukan umur dari cucu perempuan sulung Keluarga Kusnadi yang baru ditemukan kembali, Melvin tetap ragu karena tampang Cindy yang terlalu muda dan manis. Irene tidak lagi bersikap sungkan dan jauh seperti sebelumnya. Tatapan mata Irene sangat bergairah ketika menatap Cindy. "Master Cindy, aku mengambil keputusan terlalu cepat hari ini. Terima kasih masih mau datang." Cindy datang untuk menyelesaikan masalah sehingga sama sekali tidak berlagak sombong. "Ayo masuk dulu." Melvin dan Irene langsung menuntut Cindy ke dalam rumah sambil menceritakan kejadian hari ini. "Habis tidur sore setiap hari, Lily selalu bermain ke area bermain anak di kompleks. Master Cindy sudah peringatkan tadi pagi, tapi tidak aku anggap serius. Aku tetap biarkan Lily keluar sore tadi. Tapi entah bagaimana, Lily hilang tiba-tiba. Aku awalnya pikir Lily diculik ...." "Tapi belasan menit setelah itu, satpam menemukan Lily di dekat air mancur. Aku pikir tidak ada apa-apa. Tidak lama setelah pulang, Lily tiba-tiba pingsan dan tidak bisa bangun. Dokter keluarga sudah periksa, juga tidak ketemu apa penyebabnya ...." Irene tertegun sejenak. Nada bicaranya sangat cemas dan sedih. Lalu, Irene menoleh pada Cindy. "Lalu, dokter kehabisan akal dan mau bawa Lily ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan detail. Tapi saat gendong Lily, sesuatu jatuh dari badannya." Benda itulah yang mendorong Irene untuk mencari Cindy. Benda itu adalah jimat pelindung yang Cindy berikan sebelum pergi. Pada saat itu, Irene menyuruh pelayan membuang jimat tersebut. Tak disangka, Lily diam-diam memungut jimat yang unik di matanya dan mengantongi jimat itu. Ketika jimat tersebut jatuh dari saku Lily, Irene dan pelayan awalnya tidak mengenalnya karena jimat itu sudah hangus. Anehnya, jimat itu tidak berubah bentuk, padahal sudah hangus. Baru setelah itu, pengurus memperingatkan Irene. Itu mirip jimat pelindung yang Cindy berikan sebelum pergi. Cindy memiliki cara melipat jimat pelindung yang khusus sehingga mudah dikenali. Kemudian, Irene menyuruh pelayan memeriksa tubuh Lily. Tidak ada bekas luka bakar. Hanya jimat pelindung itu yang menjadi hangus. Irene adalah orang berpendidikan yang percaya pada sains. Irene tidak percaya takhayul, juga tidak tahu-menahu tentang hal seperti itu. Dikarenakan Nyonya Besar Keluarga Sany, Nyonya Besar Gisel mulai memercayai taoisme baru-baru ini, Irene menduga kertas jimat itu hangus karena telah menangkal makhluk jahat. Akan tetapi, Lily tetap masih pingsan. Artinya, masih ada makhluk jahat. Nyonya Besar Keluarga Sany mengatakan mereka seharusnya mengundang master. Baru pada saat itu, Irene teringat pada Cindy. Irene khawatir Cindy tidak bersedia membantu karena telah diusir olehnya hari ini, maka Irene secara khusus datang untuk meminta maaf. Melvin dan Irene mengutamakan keselamatan putri mereka. Melihat orang-orang Keluarga Sany benar-benar mengkhawatirkan Liliana, Cindy menenangkan mereka. "Jangan khawatir. Sudah kubilang, Nona Liliana memiliki takdir yang sangat teberkati dan panjang umur. Sekalipun sudah berkurang sedikit, itu cukup untuk melindunginya." Mereka sampai di kamar lantai dua vila. Begitu pintu dibuka, secercah api menderu ke arah mereka. Melvin dan Irene terkesiap. Melvin secara refleks menarik istrinya ke belakang. Henri yang berjalan di belakang juga ingin menarik Cindy ke belakangnya. Akan tetapi, sebelum Henri sempat mengambil aksi, Cindy sudah melambaikan tangan. Api itu lenyap seketika. Sebelum Melvin dan Irene sempat kagum pada gerakan Cindy, tampaklah situasi di dalam kamar. Entah dari kapan ada meja altar di dalam kamar Liliana. Di depan meja altar, seorang pria paruh baya yang memakai jubah pendeta kuning sedang menggumamkan sesuatu sambil mengayun pedang kayu ke udara. Api yang menderu ke arah mereka tadi adalah tipu muslihat pria itu. Melvin juga menebak bahwa putrinya diganggu oleh makhluk jahat, tetapi ketika melihat ritual absurd seperti itu, urat nadi di kening Melvin menonjol. Melvin menoleh pada seorang wanita tua di kamar dan bertanya dengan nada tidak berdaya, "Ibu, ada apa ini?" Wanita tua itu adalah Nyonya Besar Gisel yang katanya percaya pada taoisme. Gisel adalah nyonya keluarga elite yang bertubuh montok. Mendengar pertanyaan Melvin, Gisel maju dan menjelaskan. "Katanya Lily diganggu makhluk jahat, 'kan? Aku minta orang carikan master yang sudah dikenal. Jangan khawatir, Master bilang ini bukan masalah besar. Lily akan bangun setelah ritualnya selesai. Mungkin bisa jadi lebih pintar." Irene menjadi kesal. "Ibu, sudah dibilang aku dan Melvin pergi mengundang master, 'kan?" Meski tidak tahu tentang aturan di kalangan praktisi ilmu metafisika, Irene tahu bahwa tidak baik untuk mengundang dua master secara bersamaan. Gisel acuh tak acuh. "Memangnya kenapa kalau cari satu lagi? Aku tidak akan mau cari kalau bukan karena kalian sayang anak itu." Kemudian, Gisel menoleh pada Cindy dan Henri yang berdiri di sebelah Irene. Timbul keraguan dalam tatapan mata Gisel. Gisel mengenal Henri, cucu laki-laki sulung Keluarga Kusnadi. Henri pasti bukan seorang master, tetapi gadis di sampingnya. Gisel mengernyit. "Ini master yang kalian cari? Kenapa cari gadis begini?" Nada Gisel penuh keremehan terhadap Cindy. Cindy mengernyit. Apakah juga ada perbedaan derajat antara pria dan wanita di bidang ini?

© Webfic, All rights reserved

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.