Bab 10
Setahun setelah kecelakaan pesawat yang menimpa Selina, Desi menikah, lalu bercerai tiga tahun kemudian.
Hingga sekarang, dia masih hidup sendiri. Selina mengenal suami Desi, Beni Lumawa, yang juga teman kuliah mereka berdua.
Setelah bercerai, Desi fokus pada kariernya hingga berhasil menjalankan Perusahaan Kosmetik Bintang dengan sukses.
"Tahun kedua setelah perceraiannya, Desi mengusulkan untuk membeli kembali saham atas namamu," kata Kenzo.
Desi menggunakan nama Selina untuk memanfaatkan ikatan emosional mereka, mengatakan bahwa ini adalah harapan Selina dan sebagainya. Kenzo pun menyetujuinya.
"Selama bertahun-tahun ini, dia telah mendapatkan banyak keuntungan dariku," lanjut Kenzo.
Dia merangkul Selina, mengusap pipinya dengan manja, lalu suaranya berubah menjadi penuh kesedihan, "Setiap kali dia meminta sesuatu, dia selalu menyebutkan namamu, menceritakan hal-hal tentang kamu yang nggak aku ketahui."
"Dia berpikir telah menyembunyikan niat untuk mencari keuntungan dengan baik, tapi aku hanya berpura-pura nggak tahu, karena aku ingin mendengar cerita tentangmu," jelas Kenzo.
Selama 15 tahun terakhir, segala sesuatu yang berkaitan dengan Selina adalah penyembuhan bagi Kenzo.
"Selina, aku memberitahumu tentang Desi karena aku ingin kamu siap secara mental. Kamu tetaplah kamu, tapi teman-teman di sekitarmu mungkin nggak sama seperti yang kamu ingat," ujar Kenzo.
Semua yang terjadi itu hanya pembuka. Kenzo memberi tahu Selina dengan cara yang lembut bahwa dia harus berhati-hati dengan teman-temannya sekarang.
Setelah mendapat masalah, Kenzo terus merasa takut selama sepuluh tahun. Kenzo tidak berani mengatakannya secara langsung karena dia takut dengan amarah Selina.
Dia hampir dicampakkan saat itu karena masalah dengan teman-temannya!
Sederhananya, Kenzo tidak suka dengan semua teman laki-laki Selina. Meski Selina sama sekali tidak menunjukkan ketertarikan kepada mereka, Kenzo tetap merasa cemburu tanpa alasan.
Pada awalnya, Selina mencoba menenangkan Kenzo, menganggap hal itu sebagai bumbu dalam hubungan mereka. Namun, makin lama Kenzo makin berlebihan, Selina pun berhenti menoleransinya.
Kenzo masih ingat dengan jelas apa yang dikatakan Selina waktu itu.
"Kenzo, aku mencintaimu. Tapi kalau cinta ini harus mengorbankan diriku sendiri, cintaku padamu akan kehilangan maknanya, hingga akhirnya aku pun nggak akan mencintaimu lagi."
Selina mengatakannya dengan santai, tapi Kenzo merasa sangat terkejut. Sejak saat itu, dia tidak berani mengomentari kehidupan sosial Selina lagi.
Jadi ketika membahas Desi, sahabat Selina semasa kuliah, Kenzo membicarakannya dengan sangat hati-hati. Dia memilih kata-kata dengan cermat.
Dia bahkan tidak berani bersikap keras.
"Aku tahu, aku sudah melihat apa yang ada di internet," kata Selina.
Selina mengelus wajah Kenzo, lalu menyerahkan ponselnya. Di layar, terlihat pesan pribadi dari Desi.
"Aku nggak mau dimanfaatkan lagi olehnya."
Selina bersandar di pelukan Kenzo, suaranya terdengar sedih.
Bagi Selina, baru beberapa hari yang lalu dia dan Desi masih makan bersama, tapi sekarang semuanya berubah dalam sekejap.
Selina menyadari bahwa selama 15 tahun ini, dirinya terus dimanfaatkan oleh Desi sebagai "mesin uang emosional" untuk mengambil keuntungan dari hubungannya dengan Kenzo.
"Baik, semuanya terserah padamu," balas Kenzo.
"Kira-kira, bagaimana aku bisa menjelaskan kemunculanku yang tiba-tiba? Kalau berkata jujur, orang-orang pasti akan menganggapku gila."
"Nggak perlu dijelaskan."
Kenzo merangkul Selina, menepuknya dengan lembut, lalu melanjutkan, "Kalau orang luar bertanya, kamu nggak perlu memberi penjelasan apa pun. Katakan saja kalau selama ini kamu sedang memulihkan kesehatan di luar negeri, atau alasan lain apa pun yang bisa dijadikan dalih. Nggak perlu memberi mereka jawaban apa pun."
Selina duduk tegak, memandang Kenzo sambil memegang wajahnya dengan kedua tangan, "Kalau langit runtuh ...."
"Aku yang akan menahannya."
Kenzo melanjutkan kalimat Selina. Mereka berdua saling tersenyum, mengingatkan pada hari-hari di kampus saat mereka bersantai di atas rumput lapangan, menikmati pemandangan awan yang berlalu.
"Kenzo, untung kamu nggak berubah, untung aku masih punya kamu."
Selina mendekat, melingkarkan tangannya di leher Kenzo, lalu berayun manja.
Kenzo tertawa sambil memeluknya kembali, menyembunyikan wajahnya di leher Selina. Ini menunjukkan betapa dia sangat merindukan momen ini.
Di balik bulu matanya, matanya yang dalam menyiratkan perasaan yang tak terungkap.
*
Beberapa hari terakhir, Selina sangat sibuk untuk menyesuaikan diri dengan dunia 15 tahun kemudian.
Dalam masyarakat yang sangat berkembang teknologinya, perubahan besar bisa terjadi hanya dalam tiga hingga lima tahun, jangankan lagi 15 tahun. Banyak hal yang membuat Selina merasa takjub, hingga dia tak bisa menahan diri untuk memuji kemajuan teknologi.
Seperti pemain baru dalam sebuah gim. Selina mengikuti Kenzo, yang seperti karakter NPC, untuk menjelajahi desa pemula.
Di sisi lain, Selina juga sedang menunggu kontak dari putra sulungnya. Namun, Aldo tampaknya seperti menghilang begitu saja. Ketika Selina mulai tidak sabar ingin menelepon putranya, Kenzo menghentikannya.
"Aldo sedang sibuk dengan proyek penelitian bersama dosennya," kata Kenzo.
Setelah mendengar hal itu, Selina memutuskan untuk menunggu sampai urusan putranya selesai, tak perlu terburu-buru. Dia menyadari bahwa dirinya mungkin terlalu terburu-buru.
Begitulah, waktu seminggu pun berlalu.
Nita akhirnya kembali dari luar negeri.
Sebenarnya, Nita seharusnya baru pulang dua hari lagi. Namun, dia pulang lebih awal agar bisa mengejutkan ayahnya dan wanita itu, sehingga mereka tidak sempat bersiap-siap.
Nita masih terkejut karena ayahnya menolak permintaannya untuk memberikan uang 16 miliar. Dia tidak pernah menyangka ayahnya akan menolak memberikannya uang.
Nita terbiasa hidup boros, tidak punya kebiasaan menabung. Biasanya, ketika uangnya habis, dia akan meminta lagi dari Kenzo, yang selalu memberinya uang untuk dibelanjakan.
Jadi, ketika ingin membeli mobil dengan harga 16 miliar, dia hanya bisa meminta "bantuan dana" dari ayahnya, karena uang di tangannya tidaklah cukup.
Saat dia masih tidak mengerti alasan mengapa ayahnya menolak, Nita menerima telepon dari bibinya. Bibinya memberi tahu Nita bahwa ayahnya punya kekasih baru. Nita merasa inilah alasan dia tidak bisa mendapatkan uang.
Selama seminggu terakhir, Nita tidak bisa tidur dengan nyenyak.
Dia mendengar dari teman-temannya bahwa banyak orang dalam lingkarannya mengalami masalah serupa. Ayah mereka menikah lagi, lalu ibu tiri mereka melahirkan anak, mulai memecah-belah keluarga dengan berbagai cara. Mereka melakukan banyak hal yang kotor.
Nita merasa tidak tenang. Dia merasa harus segera pulang untuk melihat situasinya sendiri.
Setelah tiba di bandara, bahkan sebelum sempat pulang ke rumah, Nita menerima telepon dari Henri Chandra.
Begitu telepon diangkat, suara asing terdengar dari telepon.
"Ruang VIP di lantai dua Restoran Melati. Henri akan pincang dalam waktu kurang dari satu jam."
"Apa? Berani-beraninya kalian! Aku akan datang sekarang!"
Nita tampak panik. Dia segera memesan taksi dengan mata yang memerah hampir menangis.
*
"Aku sudah memblokirnya. Dia pasti mengira kamu yang melakukannya. Pokoknya, aku nggak mau berurusan dengannya lagi."
Selina sedang berbaring di kursi goyang di lantai dua, terlihat sedang memakan anggur dengan manja.
Di telepon, Kenzo mendengarkannya. Setelah beberapa hari beristirahat bersama Selina, pekerjaan di perusahaan sudah menumpuk. Jadi dia harus kembali bekerja.
Pemimpin perusahaan yang punya banyak waktu luang hanya ada di novel atau drama TV. Kenyataannya, seorang presdir punya banyak sekali pekerjaan! Mengelola kehidupan para karyawan di seluruh perusahaan bukanlah pekerjaan ringan.
Hari ini, Kenzo harus pulang terlambat karena lembur.
Mereka sedang berbicara tentang Desi lagi. Karena pesan pribadinya tidak dijawab, Desi mengirim pesan melalui WhatsApp ke Kenzo. Kenzo tidak ingin membalasnya, jadi bertanya pada Selina apakah dia boleh memblokir kontak Desi.
Selina tentu saja tidak keberatan. Dia sudah memblokir Desi sejak lama!
Setelah berbicara dengan Kenzo selama beberapa saat, Selina menutup telepon, lalu kembali ke dalam untuk tidur siang.
Baru saja dia berbaring, kepala pelayan mengetuk pintu.
"Bu, Nona Nita sudah pulang dari luar negeri. Polisi di Wilayah Sinan menelepon, mengatakan kalau Nona Nita perlu dibebaskan dengan jaminan."
Karena Kenzo memberi wewenang kepada Selina untuk mengurus urusan rumah, kepala pelayan memutuskan untuk meminta petunjuk dari majikan baru ini.
Begitu mendengar ini, Selina segera bangkit dari tempat tidur. Rasa kantuknya hilang seketika.
Kembali dari luar negeri? Kantor polisi? Jaminan?
Kombinasi kata-kata ini benar-benar membuat seseorang merasa sangat tidak tenang!
"Bu, apakah aku perlu memberi tahu Pak Kenzo tentang ini?" tanya kepala pelayan.
Selina menggelengkan kepalanya. Kenzo pasti akan tetap membebaskannya, jadi tidak ada bedanya jika dia yang melakukannya.
Selama beberapa hari terakhir, Selina sudah memikirkan rencananya. Karakter ketiga anak ini berbeda-beda, jadi caranya mendekati Aldo tidak akan cocok untuk dilakukan pada si kembar.
Selina berani bertaruh, meski dia menarik semua rambutnya untuk melakukan tes DNA, si kembar tidak akan memercayainya. Meski laporan DNA ada di depan mereka, mereka mungkin akan menganggapnya palsu.
"Nggak perlu, biar aku yang mengurusnya."
Dia akan pergi untuk melihat apa yang terjadi terlebih dahulu.