Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa
Tuanku Manja KaliTuanku Manja Kali
Oleh: Webfic

Bab 5

Tatapan Jason jatuh pada Jessica yang mengenakan pakaian bernoda darah yang sangat dikenalnya. Sebagai orang yang cerdas, dia langsung memahami apa yang sebenarnya terjadi. Tampaknya, dia sudah benar-benar meremehkan wanita itu! Jelas sekali bahwa setiap langkah ini sudah diperhitungkan dengan matang oleh wanita itu. Bagus, sangat bagus. Permainan ini makin lama makin menarik! Wanita itu sebaiknya berdoa agar tidak tertangkap olehnya! Jason memerintahkan orang-orangnya untuk menutup semua pintu keluar. Dia ingin pergi? Sama sekali tidak mungkin. Di tempat parkir bawah tanah, saat Gisel dan Jordy sedang berlari, pintu lift nomor 2 terbuka. "Mereka di sana, cepat kejar!" Beberapa pria yang melihat Gisel dan Jordy langsung bergegas mengejar mereka. Pada saat yang sama, lift nomor 1 juga berhenti di lantai basement. Pintu lift terbuka, lalu Jason melangkah keluar. Pada saat itu, Gisel sudah sampai di depan pintu mobil. Sebuah pilar kebetulan menghalangi garis pandang langsung antara Gisel dan Jason yang keluar dari lift nomor 1. Jordy melihat wanita yang berlari lebih cepat darinya dengan sudut bibir yang berkedut. Apakah ini yang namanya potensi yang terpicu oleh bahaya? Jordy membuka kunci mobilnya dari jarak jauh, sementara Gisel langsung membuka pintu mobil, melesat masuk secepat kilat. Jason melangkah melewati pilar, tetapi yang terlihat hanyalah satu kaki Gisel yang belum sepenuhnya masuk ke dalam mobil. Jordy masuk ke mobil, langsung memundurkan mobil dengan sekali gerakan. Dengan sebuah gerakan yang indah, mobil itu melesat seperti anak panah. Sebagai seorang penggemar balap mobil, keahlian mengemudinya benar-benar tidak perlu diragukan. Para pengejar langsung tertinggal jauh, tentu saja termasuk Jason. "Beres!" kata Jordy dengan penuh semangat. Wajahnya tampak berseri-seri, memancarkan kegembiraan dan rasa puas. Ini sungguh menegangkan. "Tunggu sampai kita keluar dari hotel baru bisa bilang begitu." Gisel tidak seoptimis Jordy. Dia sudah melihat sendiri betapa hebatnya pria itu. "Maksudmu, masih ada orang yang berjaga di pintu keluar?" Jordy tertegun sejenak, lalu segera memahami maksudnya. "Bukannya nggak mungkin." Saat lift berhenti di lantai dua tadi, Gisel dengan jelas mendengar mereka mengatakan bahwa semua pintu keluar hotel sudah dijaga. Dia tidak tahu apakah yang dimaksud termasuk pintu keluar tempat parkir bawah tanah atau tidak. Namun, pada jam seperti ini, seharusnya sulit bagi pihak hotel untuk mengumpulkan begitu banyak orang. Jadi, dia masih berharap ada sedikit keberuntungan. "Lalu, kita harus keluar lewat pintu yang mana?" Ekspresi Jordy menjadi lebih serius. Dia yang biasanya sombong, kini malah bertanya pada Gisel. "Yang terdekat." Dalam situasi yang tidak pasti, dia hanya bisa memilih jalan yang terdekat. Makin cepat mereka pergi, akan makin baik. Jason melihat mobil itu melaju cepat pergi. Namun, dia tidak mengejarnya. Sebaliknya, dia mengeluarkan telepon untuk membuat panggilan. "Kak, kamu ada di mana? Aku sudah sampai di hotel. Sebenarnya apa yang sedang terjadi?" Begitu telepon tersambung, suara Sion langsung terdengar, penuh dengan rasa ingin tahu. "Berapa banyak orang yang kamu tempatkan di pintu keluar parkir bawah tanah?" Suara Jason terdengar dalam, sulit untuk membaca emosinya. Namun, entah kenapa suaranya membuat orang merasa tegang. "Nggak sedikit. Setiap pintu keluar ada enam sampai tujuh orang." Sion yang berada di seberang telepon jelas bisa merasakan tekanan dari suara Jason. Suaranya menjadi lebih pelan ketika berkata, "Kak, orangnya belum tertangkap?" "Bentley, pelat nomornya 666. Nggak peduli bagaimanapun caranya, hentikan mobil itu." Jason tidak langsung menjawab, tetapi maksudnya sudah sangat jelas. "Tenang saja, Kak. Aku jamin misi ini akan selesai dengan baik!" Sebagai kepala polisi, Sion merasa sangat percaya diri dalam hal ini. Namun, siapa sebenarnya yang bisa membuat Jason sampai mengerahkan begitu banyak orang? Dia benar-benar penasaran. "Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa ada begitu banyak orang?" Jordy melajukan mobilnya ke pintu keluar terdekat, tetapi langsung tercengang saat melihat pemandangan di depannya. Tujuh orang berdiri sejajar, membentuk dinding manusia yang sepenuhnya menutup jalan keluar. Dalam situasi seperti ini, jelas tidak mungkin menerobos. Jika mobil terus melaju sementara mereka benar-benar tidak mau minggir, konsekuensinya tidak terbayangkan. Tidak ada yang berani mengambil risiko seperti itu. Jordy secara naluriah mengurangi kecepatan. Gisel sedikit mengerutkan bibir. Sekarang di depan ada macan yang mengadang, sementara di belakang ada pengejar yang makin dekat. Dia tahu, dengan kecepatan pria itu, tidak butuh waktu lama untuk menyusul mereka. Jika mereka tidak bisa melewati pintu keluar dan pergi secepat mungkin, dia tahu bahwa jalan buntu ini berarti kematian jika sampai tertangkap. "Bagaimana kalau kita mencoba pintu keluar lain? Ini sudah tengah malam, nggak mungkin mereka bisa mengerahkan begitu banyak orang untuk menutup semua pintu keluar. Atau mungkin kita hanya sedang sial." Jordy masih berharap keberuntungan ada di pihak mereka. "Nggak akan ada gunanya. Mereka memakai seragam petugas keamanan sipil, bukan orang hotel. Petugas seperti itu berpatroli 24 jam, jadi mereka punya cukup banyak orang. Pintu keluar mana pun akan sama saja." "Sial, dendam macam apa sebenarnya ini? Apa perlu mereka mengejarmu dengan cara seganas ini?" Jordy akhirnya menyadari seberapa serius masalah ini. Jika bukan karena dia mengalaminya sendiri, dia tidak akan percaya meninggalkan sebuah hotel bisa sesulit ini. Ganas? Gisel merasa kata yang digunakan Jordy sangat pas. "Bagaimana kalau kita mundur dulu?" Jordy mulai mencari solusi dalam pikirannya. Dengan dinding manusia di depan, mereka tidak akan bisa menerobos. Jika tidak mundur, mereka hanya akan menunggu untuk ditangkap. "Nggak bisa." Gisel tahu dengan jelas bahwa mundur sekarang sama saja seperti masuk perangkap. Jordy menoleh ke arahnya, matanya penuh harap sekaligus keraguan. "Apa kamu ada ide?" "Kamu terus maju saja. Jangan kurangi kecepatan." Gisel menatap dinding manusia di depan sambil sedikit mengangkat alisnya. "Ini nggak akan mencelakai orang, 'kan?" Sekarang Jordy benar-benar merasa khawatir. Jika sampai dia menabrak seseorang, itu bukan masalah sepele. "Nggak akan." Suara Gisel terdengar tenang, tetapi nadanya tidak bisa dibantah. "Baiklah." Jordy langsung menginjak pedal gas, meningkatkan kecepatannya. Refleksnya menunjukkan kepercayaan penuh pada Gisel. Mobil melaju cepat, makin dekat ke pintu keluar. Wajah tujuh orang yang berjejer di depan berubah tegang, tetapi tidak satu pun dari mereka yang bergerak minggir. Jordy menyipitkan mata, tetapi kali ini dia tidak mengurangi kecepatan. Karena Gisel bilang semuanya akan baik-baik saja, dia memercayainya. Entah kenapa, saat ini dia memilih percaya sepenuhnya tanpa alasan pada wanita itu. Kini jarak mobil ke pintu keluar hanya beberapa meter. Gisel tiba-tiba membuka jendela atap, berdiri, lalu melemparkan sesuatu dari tangannya ke arah dinding manusia itu. "Granat tangan Negara Jarmin M-DN31. Mari kita lihat seberapa hebat kekuatannya." Granat itu mendarat tepat di depan tujuh orang yang berjejer, lalu mulai mengeluarkan asap. Harus diakui, properti dari pesta kostum memang sangat ampuh. Mata Jordy terbelalak, benar-benar terkejut dengan aksi itu. Memangnya bisa begini? Dia bisa melakukan ini? Bagaimana bisa! "Bom! Itu bom! Cepat lari!" Melihat granat yang mulai berasap di depan mereka, ketujuh orang itu langsung panik, bubar dalam sekejap. Mobil hanya dikendarai oleh manusia. Mereka tadi masih berani bertaruh bahwa pengemudi tidak akan benar-benar menabrak mereka. Namun, sekarang sebuah granat asap dilemparkan ke arah mereka. Siapa yang berani mempertaruhkan nyawa untuk melawan granat?

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.