Bab 2
Wenny menutup pintu, lalu memakai earphone, dia tidak ingin mendengar keramaian di luar.
Karena sudah memutuskan untuk pulang dan menikah, maka pekerjaannya di sini harus dia tinggalkan. Namun, dia tetap ingin menyelesaikan tugas-tugasnya agar tidak merepotkan orang lain.
Dia duduk di depan jendela besar, menyelesaikan pekerjaannya sendirian.
Matahari di luar mulai tenggelam, langit pun perlahan menjadi gelap.
Wenny melepas earphone-nya, bangkit dan meregangkan tubuh. Setelah sekian lama, akhirnya pekerjaannya selesai.
Suasana di lantai bawah kini benar-benar sudah hening.
Secara refleks dia membuka ponselnya untuk bersantai sejenak.
Saat itu, muncullah pesan dari Hana. Wenny pun langsung membukanya.
[Kenapa kamu nggak kasih 'like' di postinganku?]
Baru satu menit pesan itu dikirim, pesan lainnya masuk.
[Maaf ya, Kak Wenny, aku salah kirim, jangan marah ya?]
Wenny membuka akun media sosial Hana, ingin melihat apa yang dia posting.
Yang terlihat di depan mata adalah kolase foto dalam format sembilan kotak.
Semua foto itu menampilkan hadiah-hadiah dari Yoga dan Sandro.
Sebuah gaun putri berwarna merah muda yang sangat mewah terbentang, seperti hamparan awan merah muda.
Untuk melengkapi gaun itu, Yoga juga memberikan sepasang sepatu kristal bertabur berlian. Kilauan berlian itu memantulkan cahaya yang memesona, memberikan kesan mewah.
Kemudian, mobil sport merah di foto itu, jelas-jelas adalah hadiah dari Sandro.
Di foto bagian tengah, Hana berdiri di antara Yoga dan Sandro, kedua tangannya memeluk kedua pria tersebut sambil tersenyum manis.
Keterangan fotonya: [Yay, hari ini aku juga jadi seorang putri.]
Wenny tahu bahwa Hana sengaja mengunggah ini untuk memancing kemarahannya.
Dulu, dia mungkin benar-benar kesal melihat tingkah Hana yang penuh manipulasi ini. Dia juga tidak tahan melihat Yoga dan Sandro memberikan perhatian khusus yang seharusnya hanya untuknya, kepada Hana yang baru mereka kenal sebulan.
Namun, sekarang dia sudah akan pergi, jadi tidak ada lagi yang perlu dia pedulikan.
Kemudian, dia menyentuh layar ponsel dengan ujung jarinya, ikon hati merah langsung menyala.
Mulai sekarang, hubungannya dengan Yoga dan Sandro hanya sebatas teman biasa saja. Pilihan sulit itu kini akan menjadi beban Hana.
Keesokan harinya, Wenny mengajukan surat pengunduran diri ke kantor.
Setelah pulang ke rumah, dia mengumpulkan semua foto mereka bertiga bersama.
Mereka sudah saling mengenal selama lebih dari dua puluh tahun. Jumlah foto bersama mereka tidak terhitung banyaknya, sampai memenuhi lebih dari sepuluh album tebal.
Saat dia membuka album itu, ada foto masa kecil di mana Yoga dan Sandro menemaninya bermain rumah-rumahan.
Ada juga foto saat mereka bertiga memenangkan penghargaan di masa SMP.
Termasuk foto perjalanan mereka bertiga saat kuliah …
Wenny melihat satu per satu foto itu. Semua kenangan itu terasa begitu nyata dalam pikirannya.
Namun, sekarang semua itu tidak lagi penting.
Satu per satu foto itu dia bakar, lalu dibuang ke tong sampah, membentuk tumpukan api kecil.
Lidah api terus melahap gambar di foto itu, sampai hanya abu yang tersisa.
Yoga dan Sandro tiba hampir bersamaan, dan kebetulan melihat hal ini.
Setelah melihat dengan jelas apa yang dia lakukan, Yoga segera berjalan mendekat, suaranya sedikit bergetar, "Apa yang kamu lakukan!"
Wenny meliriknya sekilas dan menjawab dengan tenang, "Aku nggak melakukan apa-apa. Foto-foto ini sudah berjamur, jadi aku bakar saja."
Refleks, Sandro mencoba merebut foto yang tersisa di tangan Wenny, tetapi tidak disangka Wenny malah sengaja menggoyangkan tangannya, menjatuhkan semua foto yang tersisa ke dalam api yang menyala.
Api dengan cepat menyebar, sama sekali tidak memberi mereka kesempatan untuk menyelamatkan apa pun.
Sandro masih mencoba meraih foto yang belum habis terbakar, tetapi suhu yang panas membuatnya menarik kembali tangannya.
"Meski sudah berjamur, nggak perlu dibakar! Semua ini punya kenangan!"
Dia berbicara dengan penuh kesedihan, matanya sudah berkaca-kaca.
Yoga juga menatap api dengan rasa kehilangan, tetapi tidak bisa melakukan apa pun.
Mendengar itu, Wenny merasa agak lucu. Meski dia, yang hidup dan nyata, berdiri tepat di depan mereka, kedua orang itu bisa berulang kali menyakiti dirinya demi Hana.
Sementara sekarang, hanya karena sekumpulan foto ini saja, mereka bisa terlihat sangat terpukul.
Tiba-tiba dia penasaran, jika mereka tahu bahwa dia telah memutuskan untuk pulang dan menikah, bagaimana reaksi mereka?