Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 1

"Wenny, sejak kamu kecil, keluarga kita sudah menjodohkanmu. Sekarang 'kan penyakitmu sudah hampir sembuh, apa kamu nggak mau pulang ke Kota Jintara dan menikah?" "Kalau kamu tetap nggak mau, aku akan bicara lagi sama ayahmu untuk membatalkan perjodohan ini." Di dalam kamar yang remang-remang, Wenny Sanjaya hanya bisa mendengar keheningan. Saat orang di ujung telepon hampir menyerah untuk membujuknya lagi, tiba-tiba dia berkata, "Aku mau pulang untuk menikah." Bu Maya tertegun di seberang telepon, seperti tidak menyangka. "Kamu ... kamu setuju?" Wenny menjawab dengan tenang, "Ya, aku setuju. Tapi, aku masih butuh waktu untuk menyelesaikan urusanku di Kota Hanis. Aku akan kembali dalam dua minggu. Ibu, kalian siapkan saja dulu pernikahannya." Setelah mengucapkan beberapa pesan tambahan, dia menutup telepon. Begitu telepon terputus, terdengar suara musik keras dari lantai bawah, dan samar-samar terdengar juga suara orang yang sedang menyanyikan lagu ulang tahun. Itu adalah pesta ulang tahun yang diadakan oleh Yoga dan Sandro untuk Hana. Tiba-tiba terdengar langkah kaki dari luar. Entah sejak kapan, Hana sudah berjalan masuk sembari tersenyum dan membawa sepotong kue black forest. Matanya yang indah berkedip beberapa kali, wajahnya yang cantik dihiasi riasan yang halus, tetapi ada sedikit noda krim yang agak mencolok. Dia pun berkata, "Kak Wenny, ayo turun dan main denganku?" Wenny yang bisa melihat jelas ada topeng di balik wajahnya, berkata dengan suara dingin, "Masih ada pekerjaan yang harus aku lakukan, jadi aku nggak bisa ikut. Selamat bersenang-senang." Seketika, mata Hana penuh dengan air mata. "Kak Wenny, apa kamu nggak suka padaku, makanya kamu menolak?" Wenny refleks mengerutkan dahinya. Dia tidak melakukan apa-apa, tetapi kenapa malah kelihatannya seperti dia yang menyakiti Hana? Dalam hati, dia tersenyum sinis, tidak ada niat untuk terus mendengarkan omong kosongnya. "Simpan saja pertunjukan ini untuk Yoga dan Sandro, nggak ada gunanya untukku." Begitu selesai berbicara, dia langsung ingin menutup pintu. "Kak Wenny, jangan ... " Tiba-tiba Hana mengulurkan satu tangannya untuk menahan pintu. Akibatnya, seluruh tangannya terjepit dengan keras pada saat pintu tertutup. Seketika muncul bercak kebiruan pada punggung tangannya yang putih. "Sss … " Yoga dan Sandro kebetulan naik ke lantai atas, dan mereka langsung melihat kejadian ini. Kedua pria itu hampir bersamaan berlari mendekat, satu di antaranya memeluk Hana dengan penuh kasih, dan memeriksa tangannya dengan hati-hati. Melihat luka di punggung tangan Hana, Sandro ikut merasa cemas hingga matanya mulai merah. Dengan kepribadiannya yang agak kasar, Sandro langsung menyalahkan Wenny. "Kalau kamu nggak suka Hana, ya sudah. Kenapa harus melakukan hal rendahan begini? Wenny, sejak kapan kamu berubah jadi begini?" Yoga yang biasanya dingin, saat itu menatap Wenny dengan mata yang juga penuh kekecewaan. "Wenny, hari ini ulang tahun Hana, nggak seharusnya kamu bersikap berlebihan." Namun, ketika dia menundukkan kepala melihat Hana, nada suaranya langsung berubah. "Hana, masih sakit nggak? Biar aku antar kamu mengambil obat." Melihat Yoga menggandeng tangan Hana sambil pergi, Sandro juga mengejar Hana dan buru-buru ikut menghiburnya, "Hana, jangan sedih, mobil sport baruku akan aku berikan padamu. Setelah pesta selesai, aku akan bawa kamu jalan-jalan, biar suasana hatimu jadi lebih baik!" Dikelilingi oleh dua pria yang memanjakannya, akhirnya Hana berhenti menangis, hanya suaranya masih sedikit tersendat. "Terima kasih, Yoga." Setelah mengucapkan terima kasih kepada Yoga, dia kembali menatap Sandro. Dengan mata berkaca-kaca, dia memohon, "Sandro, jangan pergi balapan, itu sangat berbahaya, aku akan khawatir." Melihat Hana berhenti menangis dan tersenyum, Sandro segera menjawab, "Baik, baik, Nona Besar, asalkan kamu senang, apa pun yang kamu bilang aku turuti!" Melihat mereka menuruni tangga, Wenny berdiri di depan pintu, sejenak merasa seolah-olah dia berada dalam mimpi. Dia masih ingat dulu, orang yang berdiri di antara Yoga dan Sandro adalah dirinya. Sejak kecil tubuhnya lemah dan sering sakit-sakitan, juga menderita asma. Sayang sekali, Kota Jintara yang lembap dan sering hujan tidak cocok untuk kesehatannya. Pada usia lima tahun, orang tuanya mengirimnya dari Kota Jintara ke kota pesisir yang selalu cerah, Kota Hanis, untuk dirawat di rumah tantenya yang bekerja sebagai dokter. Di sanalah Wenny mengenal Yoga dan Sandro yang tinggal di sebelah rumah tantenya. Mereka bertiga tumbuh bersama, menjadi sahabat masa kecil. Begitu melihatnya pertama kali, kedua anak laki-laki itu langsung terpesona. Setiap hari mereka selalu ada di dekatnya, menjadi kesatria yang melindunginya. Dulu, mereka mengantarnya pergi dan pulang sekolah setiap hari, membelikannya sarapan, membawakan susu, merobek semua surat cinta yang diterimanya, dan melarang pria mana pun mendekatinya. Setelah dewasa, salah satu dari mereka menjadi CEO dari bisnis keluarga yang diwarisinya, sementara yang lainnya menjadi pembalap internasional terkenal. Meskipun keduanya sibuk dengan pekerjaan masing-masing, mereka sama-sama membeli rumah di kedua sisi rumah Wenny. Mereka menghubungkan rumah-rumah itu lalu tinggal bersamanya, memasak untuknya setiap hari. Bahkan ketika Wenny sudah makin pulih dari penyakitnya dan keluarganya mendesaknya untuk kembali ke Kota Jintara, dengan mata berkaca-kaca, mereka memohon agar dia tidak pergi. Jika tidak, mereka juga akan meninggalkan segalanya di kota ini dan ikut pergi bersamanya. Mereka selalu berkata, di mana pun Wenny berada, mereka akan ikut. Karena mereka berdualah, Wenny menunda kepulangannya ke Kota Jintara meskipun kondisi kesehatannya sudah stabil. Namun, sejak kehadiran Hana Susilo, segalanya berubah. Hana adalah anak magang di bawah bimbingan Wenny. Hari pertama Hana mulai bekerja, dia merasa canggung dan tidak mau bergabung dengan teman-teman lain untuk makan siang. Itu berlangsung setiap hari, sampai Wenny bertemu dengannya saat dia sedang mengunyah roti kukus dan acar sayuran, sendirian di salah satu sudut kantor. Setelah ditanya, barulah dia tahu bahwa Hana berasal dari desa terpencil dan berhasil lulus ujian untuk masuk ke kota besar. Kondisi keluarganya sangat terbatas, sehingga dia mencoba menghemat sebanyak mungkin. Sebagai putri sulung keluarga Sanjaya, Wenny tumbuh dalam lingkungan yang serba mewah. Setelah mendengar cerita itu, dia merasa kasihan dan dengan kebaikan hatinya, dia pun selalu berusaha menjaga dan merawat gadis itu. Kadang-kadang saat makan dengan Yoga dan Sandro, dia juga mengajak Hana ikut. Karena itulah, Hana bisa mengenal Yoga dan Sandro. Yoga yang biasanya tenang, tidak menyukai pesta yang ramai seperti ini, sekarang melanggar prinsipnya untuk Hana. Begitu juga Sandro. Satu kalimat sederhana dari Hana, cukup untuk membuat Sandro yang sangat mencintai balap mobil dan tidak mudah dipengaruhi itu menyerah. Hal seperti ini sudah berulang kali terjadi dalam sebulan terakhir. Dulu, mereka tidak pernah menyembunyikan perasaan mereka terhadap Wenny, dan sering kali mereka membuat suasana tegang dengan memaksa Wenny untuk memilih salah satu di antara mereka. Wenny memang pernah merasa tertarik pada mereka dan berpikir untuk memilih salah satu dari mereka. Namun, sekarang dia menerima perjodohan yang sudah diatur oleh keluarganya sepertinya tidak buruk juga. Wenny tersenyum tipis dan mengatur hitung mundur keberangkatannya di ponselnya. Mulai sekarang, dia tidak akan mengganggu mereka bertiga lagi.
Bab Sebelumnya
1/29Bab selanjutnya

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.