Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 3

Sebelum dia selesai bicara, Aryan sudah melepaskan tangannya dari pinggang Yuna dan berjalan ke arah Meira. Meira gemetar kesakitan, tetapi ada hal penting yang harus dia sampaikan pada Aryan, jadi dia harus bisa menahannya. "Aryan, tolong lepaskan keluargaku. Kakakku sekarang sudah pincang, dia juga mengalami tekanan dari industri ini. Kalau kamu terus mendesaknya, dia nggak akan bisa bertahan." Aryan pikir Meira akan mengatakan sesuatu yang lain, ternyata hanya ini. Kalau wanita itu bisa memikirkan keluarganya, kenapa dia tidak memikirkan kakaknya? Kakak Aryan meninggal dengan tragis, sebelum mati bahkan sempat dipermalukan. Foto-foto itu bagaikan mimpi buruk yang menghantuinya setiap malam. Orang tua Aryan sudah meninggal sejak lama. Hanya tinggal seorang kakak perempuan berusia lima belas tahun yang hidup bersamanya. Saat itu, seluruh Keluarga Guswara ingin merebut posisinya. Dia masih berusia enam tahun, siapa pun bisa mengendalikannya. Kakaknya yang melindunginya dari segala badai sampai dia dewasa, lalu menyerahkan seluruh perusahaan kepadanya. Dia merasa sangat berutang budi pada kakaknya. Belum sempat dia membalas budi, kakaknya sudah meninggal dengan tragis karena wanita yang paling dia cintai. Dia benci sekali pada Meira, sekaligus benci pada dirinya sendiri. Aryan mencibir. "Baru terasa menyakitkan saat kamu sendiri yang mengalaminya, bukan? Sebaiknya kamu berdoa agar bisa hidup lebih lama, kalau nggak, mereka akan jauh lebih menderita daripada sekarang." Dalam sekejap, cahaya di mata Meira meredup. Ternyata permohonannya sama sekali tidak ada artinya. Dalam perjalanan pulang, Meira melewati taman. Dulu, tempat ini dipenuhi mawar yang didatangkan dari berbagai negara. Agar tetap mekar, seluruh taman dilengkapi pengatur suhu, jadi meskipun cuacanya tidak optimal, mawar tetap bermekaran dan harumnya semerbak. Dia paling suka bunga mawar. Aryan juga pernah menggambarkan Meira sebagai mawar paling indah, yang akan selalu mekar di hatinya. Embusan angin malam menghapus kenangan indah itu. Kini, taman ini hanya menyisakan aroma rerumputan. Meira merapatkan pakaiannya dan tanpa ragu masuk ke dalam gua buatan. Tidak ada yang tahu, di bawah gua buatan ini ada terowongan bawah tanah yang mengarah ke luar. Rahasia ini dibagikan oleh kakak Aryan kepadanya. Kakak yang baik dan lembut itu, bukan Meira yang membunuhnya. Kenapa Aryan tidak pernah percaya padanya? Saat hampir keluar dari terowongan, Meira tiba-tiba menyentuh sebuah kotak kecil. Terowongan ini sempit dan gelap, jadi dia harus merangkak sampai keluar dulu baru bisa melihatnya. Begitu keluar, terbentang hutan yang gelap dan menyeramkan di hadapannya. Tak ingin berlama-lama, Meira langsung bergegas menuju jalan utama sesuai ingatannya, lalu naik taksi ke tempat tujuan. .... Di depan vila. Begitu melihat Meira, Susi Sandoro hampir menangis saking terharunya. Dia langsung memeluk Meira erat. Meira tersenyum malu. "Pinjam uang taksi dulu, ya? Aku nggak bawa uang." Susi mengeluarkan dompetnya dengan santai dan memberikan setumpuk uang pada sopir taksi. Begitu berbalik, dia melihat Meira hampir jatuh. Cepat-cepat dia menahan Meira dan baru sadar kalau tubuh wanita itu tinggal tulang, tanpa sedikit pun daging. "Kenapa kamu kurus banget?" Meira memaksakan senyumannya, wajahnya pucat seperti kapas. Susi buru-buru membantunya masuk ke vila dan menyeduhkan segelas susu hangat. Meira tak sempat berbasa-basi, dia langsung mengutarakan tujuan kedatangannya. Setelah mendengar cerita Meira, Susi langsung naik darah. "Aryan sudah gila, ya? Bertahun-tahun menekan keluargamu masih belum cukup? Dia mau memaksamu mati dulu baru puas?" Suaranya cukup keras hingga menarik perhatian orang tuanya. Begitu melihat Meira, ekspresi orang tua Susi berubah tidak senang. Dulu, mereka memperlakukan Meira seperti anak sendiri. Sampai akhirnya Meira dituduh membunuh kakak Aryan, dan Aryan mengamuk, menekan semua orang yang dekat dengan Meira. Keluarga Sandoro pun ikut jadi sasaran. Kalau mereka tidak punya koneksi kuat dan mengurung Susi agar tidak bertemu Meira, Keluarga Sandoro mungkin sudah hancur seperti Keluarga Lindarta. Melihat Meira lagi sekarang, ibu Susi langsung berkata tajam, "Kenapa kamu masih mau berhubungan dengan putriku? Kamu nggak takut akan mencelakakannya juga?" Kata-kata sapaan yang sudah ada di bibir Meira langsung tertelan. Dia berdiri, tidak tahu harus berbuat apa. "Maaf, aku akan pergi sekarang juga." Susi menahannya dan berbalik menatap ibunya. "Ibu, Meira sudah cukup menderita. Jangan sekejam itu ...." "Kejam? Kalau dia nggak membunuh Nona Yanita, apa Pak Aryan akan bersikap seperti ini padanya?" "Kalau ayahmu nggak bertindak cepat saat itu, keluarga kita sudah lama habis!" "Kamu masih mau bergaul dengannya? Kamu mau jadi korban selanjutnya seperti Nona Yanita?" "Kamu tulus sama dia, tapi dia belum tentu tulus sama kamu. Bisa saja dia sedang merencanakan sesuatu di belakangmu." Ibu Susi memarahi Susi, tetapi jelas maksudnya adalah menyindir Meira. Meira menggigit bibir, matanya merah, lalu menggeleng. "Aku nggak pernah mencelakai siapa pun ...." Ibu Susi menatapnya dengan sinis. "Masalahmu nggak ada hubungannya denganku. Aku hanya ingin kamu menjauh dari putriku. Dia sedang berada di tahap terpenting dalam hidupnya. Kalau kamu sampai menghancurkan pernikahannya, aku nggak akan tinggal diam." Susi langsung membantah, "Ibu, sudah berkali-kali aku bilang, aku nggak mau perjodohan itu! Laki-laki itu punya banyak kasus kriminal di luar negeri. Sudah ditangkap polisi lebih dari dua puluh kali! Ibu juga tahu, kenapa masih mau menjebloskanku ke dalam neraka?" "Keluarganya sudah berjanji. Kalau kamu melahirkan anaknya, kamu akan jadi nyonya besar di sana. Ini pernikahan terbaik yang bisa kami atur untukmu!" Melihat keduanya akan bertengkar, Meira menarik lengan Susi, memberi isyarat agar mereka jangan bertengkar. Akhirnya, Meira hampir diusir keluar. Susi kembali dikurung. Berdiri di pinggir jalan, Meira sadar bahwa dia tidak punya tempat tujuan. Saat itulah, sebuah mobil mewah berwarna hitam berhenti di belakangnya. Terdengar sebuah seruan dengan nada terkejut. "Meira? Itu kamu?"

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.