Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 2

Setelah percakapan ini, kondisi tubuh Meira makin lemah, dan dokter yang datang ke kediaman Keluarga Guswara makin banyak. Mulai dari dokter spesialis terkenal luar negeri hingga ahli pengobatan tradisional, mereka semua menggelengkan kepala setelah melihat hasil pemeriksaannya. Namun, ada seorang ahli pengobatan tradisional yang mengatakan bahwa gurunya mungkin punya cara. Namun, gurunya ini sudah berusia 109 tahun, sangat sulit untuk keluar dari pegunungan. Jadi, hanya dia yang bisa masuk untuk mencoba mendapatkan pencerahan dari gurunya. Ini memang butuh waktu, tergantung apakah pasien bisa bertahan hingga saat itu. Apa pun itu, setidaknya ada harapan. Bibi Lina menangis karena gembira, akhirnya Nyonya bisa diselamatkan. Ketika dia bersiap memberi tahu Nyonya tentang kabar baik ini, datanglah tiga tamu tak diundang. Kedua orang tua Meira datang, ditemani kakak laki-lakinya, Charlie Lindarta. Bibi Lina mengira Nyonya akan sangat senang bertemu keluarganya, jadi dia sengaja memberi ruang agar mereka bisa berbicara. Sebenarnya ini bertentangan dengan perintah Aryan, "Jangan biarkan siapa pun menemui Meira." Namun, dia bersedia menerima tanggung jawabnya. Dia telah menerima banyak kebaikan dari Nyonya, dan ketika Nyonya menderita, dia tidak ada di sana. Sekarang dia hanya bisa membalas dengan cara yang sederhana ini. Meira senang saat melihat orang tua dan kakaknya. Dia berusaha tersenyum, tetapi yang menyambutnya malah tamparan dari Maya, ibunya. "Kamu ini pembawa bencana. Kenapa harus kembali? Apa kamu nggak bisa melepaskan kemewahan dan kekayaanmu?" "Selama dua tahun kamu menghilang, akhirnya Pak Aryan berhenti mengusik keluarga kita." "Pabrik kecil kakakmu baru saja mulai berkembang. Kalau Keluarga Guswara kembali mengincarnya, dia mungkin akan bunuh diri .... Sampai kapan kamu akan terus menghancurkan keluarga ini?" Maya berkata sambil menangis tersedu-sedu, penuh dengan kebencian pada Meira. Dibandingkan dengan tamparannya, kata-kata ibunya lebih menyakitkan bagi Meira. Ayah Meira selalu menyayangi Meira, tetapi hidup yang sulit selama beberapa tahun ini membuatnya sangat kecewa pada putrinya ini. Semua penderitaan Keluarga Lindarta disebabkan oleh putrinya yang paling dia sayangi. Membencinya salah, tidak benci pun tak mungkin. Pada akhirnya, yang bisa dia lakukan hanyalah menganggap seolah-olah putrinya ini tak pernah ada. Charlie datang dengan kaki pincang dan langsung berlutut di depan tempat tidur Meira. "Nyonya Guswara, aku mohon padamu, jangan biarkan Pak Aryan terus menekanku." "Pabrik ini dibangun dari uang patungan teman-temanku. Sekarang, satu kakiku cacat, aku nggak bisa lagi melakukan pekerjaan berat. Industri ini pun sudah mencoret namaku. Aku nggak punya pekerjaan lagi. Pabrik inilah satu-satunya kesempatan bagiku untuk bertahan hidup." Sebutan "Nyonya Guswara" membuat mata Meira memerah. Orang yang paling dia sakiti adalah keluarganya sendiri. Keluarga yang dulu sangat menyayanginya kini berusaha menjauh darinya. "Maafkan aku ...." "Kenapa kamu masih hidup? Kalau kamu mati, semuanya akan lebih baik." Kata-kata itu seperti kutukan, bergema di dalam ruangan besar itu. Setelah cukup lama, akhirnya Meira menjawab, "Seperti yang kalian inginkan." Sepertinya mereka datang hanya untuk mengucapkan kata-kata ini. Kurang dari sepuluh menit setelahnya, mereka pergi. Meira sangat ingin bicara dengan mereka, mulutnya terbuka berkali-kali, tetapi dia tidak punya cukup keberanian untuk memanggil mereka. Malam itu. Meira datang ke kamar Aryan dengan tubuh lemah. Sialnya, Aryan sedang mabuk, dan Yuna yang membantunya pulang. Melihat Meira, Yuna mengangkat alisnya, bersikap seolah-olah dialah sang nyonya rumah. "Dengar-dengar kamu sudah kembali. Nggak disangka, kamu masih berani muncul, kali ini kamu mau menipu siapa lagi?" Meira tidak ingin berbicara dengannya, dia memanggil Aryan, "Ada yang ingin aku bicarakan denganmu." Aryan mengabaikannya, tangannya memegang pinggang Yuna, sambil membisikkan beberapa kalimat ke telinga Yuna, membuatnya tersipu malu. Mereka berbicara penuh cinta di hadapannya tanpa rasa malu sedikit pun. "Aryan, jangan lupa, aku masih istrimu. Seharusnya kamu menghormatiku sedikit." Meira bertahan sekuat tenaga, berharap Aryan lebih menghargainya sedikit. "Waktu kamu pura-pura mati dan kabur dengan pria asing, apa kamu ingat bahwa kamu istri Aryan?" "Saat kamu membunuh Kak Yanita, apa kamu ingat dia satu-satunya keluarga Aryan di dunia ini? Wanita jahat kayak kamu lebih baik mati." Begitu Yuna selesai bicara, Meira tak bisa bertahan lagi. Dia terjatuh ke lantai, keringat dingin bercucuran. "Kamu masih memakai cara hina seperti ini untuk mendapatkan simpati Aryan, benar-benar menjijikkan ...."

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.