Bab 9
Terdampar di pulau terpencil sendirian di malam hari sangatlah berbahaya.
Di pulau ini terdapat ular yang merayap di mana-mana dan serangga yang berkeliaran di bawah kaki. Banyak yang beracun, jadi kalau digigit, nyawa akan melayang.
Selain ancaman ular dan serangga, ada hal yang lebih penting, yaitu makanan.
Saat malam, sulit untuk mendapatkan makanan sehingga akhirnya kehabisan energi dan pingsan.
Carlos menatap ke langit dan melihat matahari sudah mulai terbenam. Saat matahari benar-benar terbenam, dia juga akan berada dalam bahaya.
Pergi atau tidak?
Saat Carlos ragu-ragu, terdengar suara rintihan dari bawah celah.
"Sakit banget! Apa kakiku patah?"
Suara Callista terdengar.
Suara ini tiba-tiba membuat Carlos tersadar kembali.
Dia mencoba mengingat. Meski Callista bukan orang yang baik, tetapi dia juga bukan orang jahat.
Paling-paling, dia hanyalah gadis kecil yang gampang merasa iba dan kurang bisa membedakan antara yang benar dan yang salah.
Kalau dia meninggalkan Callista sendirian di sini, Callista pasti akan mati.
Selain itu, saat Carlos baru saja naik ke pulau, Callista yang menolongnya dari laut.
Setelah memikirkan ini, Carlos membuang pikiran untuk meninggalkan Callista sendirian.
Pada saat ini, Callista di bawah celah juga sadar.
"Carlos, kamu masih di sini?"
"Carlos, Carlos? Jangan-jangan kamu sudah pergi?"
"Dasar b*jingan! Kamu benar-benar meninggalkanku sendirian. Hiks, hiks, aku sangat takut."
"Apa aku akan mati? Aku nggak mau mati."
Saat Callista mulai menangis, Carlos akhirnya berbicara.
"Ngapain nangis? Aku belum pergi."
"Kamu belum pergi?"
Carlos berkata dengan lambat, "Nggak cuma nggak pergi, aku juga mendengarmu mengumpatku b*jingan."
"Ugh."
Callista merasa agak canggung, lalu langsung berteriak, "Syukurlah kamu belum pergi. Cepat, keluarkan aku dari sini, aku nggak mau tinggal lebih lama di tempat yang menyeramkan ini!"
Langit menjadi makin gelap dengan cepat. Carlos tidak membuang-buang waktu dengan Callista dan segera mulai mencari cara untuk menyelamatkan Callista.
Pada awalnya, Carlos ingin langsung merangkak di celah dan menarik Callista dengan tangannya.
Namun, dia langsung menyadari kalau cara ini tidak berhasil.
Celah itu selalu terkena air terjun sepanjang tahun sehingga daerah sekitarnya sangat licin dan sangat mudah terjatuh kalau berjongkok di atasnya.
Selain itu, saat Callista jatuh, kakinya terluka sehingga sekarang dia tidak bisa berdiri dengan stabil, apalagi meraih tangan Carlos.
Setelah mencoba beberapa kali, Callista kembali terjatuh dengan kecewa. Suaranya terdengar seolah menangis.
"Aku harus gimana? Apa aku akan mati di sini?"
"Duduk dulu untuk menghemat energimu dan minum sedikit air. Aku akan mencari cara lain."
Sambil berbicara, Carlos berlari ke hutan di sebelahnya, memanjat batang pohon, dan menendang cabang pohon terpanjang dengan sekali tendang.
Kemudian dia menyeret cabang pohon kembali ke depan air terjun dan meletakkan salah satu ujung cabang pohon itu ke bawah.
"Callista, pegang cabang pohon ini. Pegang yang erat, aku akan menarikmu naik."
Carlos menurunkan cabang itu, dan segera terdengar jawaban dari Callista. Dia menarik cabang itu dan berteriak.
Carlos berdiri di luar celah dan mulai menarik dengan keras ke atas.
Cara ini ternyata cukup efektif. Melihat Callista yang perlahan-lahan naik, Carlos juga makin percaya diri!
Namun, takdir tidak bisa ditebak. Cabang pohon segera mengeluarkan suara retakan dan Callista langsung jatuh sedikit ke bawah!
Callista terkejut dan berkata dengan suara menangis, "Apa yang terjadi? Carlos, apa cabang pohonnya akan patah?"
Carlos memeriksa situasinya. Ternyata cabang itu mulai retak, untungnya retakannya berada di dekat sisi Carlos.
Oleh karena itu, Carlos melangkah sedikit ke depan dan terus menarik Callista ke atas.
Saat melihat Callista hampir ditarik ke atas, cabang pohon itu mengeluarkan suara retakan lagi!
Carlos secara refleks melangkah ke depan.
Namun, tiba-tiba dia terpeleset!
Setelah itu, tiba-tiba semuanya terasa berputar kencang!
"Si*lan!"
"Aduh!"
Terdengar suara benturan keras dua kali. Saat Carlos membuka matanya, dia menyadari kalau dirinya juga jatuh ke dalam lubang ini bersama dengan cabang pohon.
Tiba-tiba ada rasa sakit dari pantatnya. Dia mengusap pantatnya sambil berdiri, melihat ke kiri dan kanan, lalu baru menyadari kalau dia terjatuh bersama dengan cabang pohon.
Carlos berbalik dan menatap mata besar Callista.
"Kamu juga jatuh … " kata Callista dengan suara gemetar.
"Ya."
Carlos mengusap pelipisnya yang sakit.
Callista menelan air liur. "Kalau tebakanku nggak salah, kecuali ada orang yang datang menemukan kita, kita nggak akan bisa keluar dari sini."
"Ya. Apa kamu pernah memberi tahu orang lain kalau ada sumber air tawar di sini?"
"Nggak pernah."
Kedua orang itu terdiam. Dalam sekejap, suasana di dalam lubang sangat sunyi hingga terasa mencekam.
Apa mereka akan mati di sini seperti ini?
Melihat matahari sudah terbenam, lubang di dalam juga menjadi gelap. Tiba-tiba perut Callista mengeluarkan suara keroncongan.
"Aku lapar … "
Callista memeluk bahunya dan tiba-tiba menangis. "Carlos, semua ini salahmu."
"Kalau kamu nggak tiba-tiba muncul dari belakang dan membuatku terkejut, aku nggak akan jatuh."
"Ini semua salahmu! Kamu yang membuatku jadi gini!"
Saat ini, Carlos juga merasa lapar.
Dia menatap lubang dan menyadari kalau dinding di sekelilingnya sangat licin, tidak ada pijakan sama sekali sehingga mustahil untuk memanjat ke atas.
Seketika, suasana hatinya menjadi makin buruk.
Mendengar Callista yang menangis sambil mengeluh, Carlos mencibir tanpa segan.
"Oh, ya? Aku nggak melompat keluar dari belakang untuk menakutimu, melainkan cuma mengatakan sesuatu, tapi kamu malah terkejut sampai kayak gitu."
"Apa ini bukan karena kamu merasa bersalah?"
"Kalau kamu nggak menyembunyikan sumber air tawar sendiri dan memberi tahu semua orang, kamu nggak akan merasa bersalah. Jadi mana mungkin kamu akan jatuh karena kata-kataku?"
"Dengan kata lain, kalau kamu memberi tahu mereka, seenggaknya kita masih punya kesempatan untuk diselamatkan."
"Bukannya semua ini terjadi akibat perbuatanmu sendiri? Jadi jangan salahkan aku."
Kata-kata Carlos sangat tajam dan langsung mengungkapkan kebohongan Callista.
Begitu Carlos mengatakan itu, suara tangisan Callista terputus-putus berhenti. Callista merasa bersalah dan tidak lagi mengatakan omong kosong itu.
Telinga Carlos menjadi lebih tenang sehingga membuatnya bisa berpikir lebih jernih.
Kalau tidak bisa keluar untuk sementara waktu, masalah yang ada di depan mata adalah mengisi perut dan menghangatkan tubuh.
Meski pulau terpencil ini beriklim tropis, tetapi begitu matahari terbenam, suhu akan turun dengan cepat. Perbedaan suhu antara siang dan malam sangat besar.
Ditambah lagi dengan uap air yang besar di dalam lubang, suhu menjadi makin dingin.
Untungnya, menghangatkan tubuh bukanlah masalah. Carlos membawa satu cabang pohon saat dia jatuh tadi.
Selama cabang pohon itu dinyalakan, mereka bisa menyalakan api unggun untuk menghangatkan diri.
Hal yang lebih penting lagi, kalau teman-teman melihat cahaya api di sini, mereka bisa diselamatkan!
Carlos mematahkan beberapa ranting, mengeluarkan korek api, dan menyalakan api unggun dengan cepat.
Begitu api dinyalakan, asap tebal langsung keluar.
Asap tebal menyebar di dalam lubang dan segera membuat kedua orang itu terbatuk-batuk.
Carlos segera mengambil beberapa daun dan menyatukannya, lalu mengipaskan angin dengan keras sambil mengubah bentuk api unggun.
Setelah beberapa saat, akhirnya asap hitam berhasil naik ke atas dan keluar dari lubang.
"Bagus, dengan begini, begitu mereka melihat asap tebal, mereka akan datang menyelamatkan kita."
Callista mendekati api unggun untuk menghangatkan diri sambil menggosok-gosokkan tangannya.
Waktu berlalu perlahan. Hanya terdengar suara api yang menyala dan percikan kayu yang terbakar di dalam lubang, sementara sisanya adalah keheningan yang mencekam.
Terlalu sunyi, sampai membuat orang merasa gelisah.