Bab 4
"Ke … kenapa kamu berkata kayak gitu? Apa kamu tahu sesuatu?"
Sebelumnya, dia juga berpikir seperti ini setelah mengamati lingkungan pulau ini.
Tapi dia memaksa dirinya untuk tidak memikirkan arah itu.
Apa Elena juga menyadarinya?
…
Sambil menahan tenggorokan yang kering, setelah memakan beberapa suap daging ikan, Elena menepuk dadanya dan berkata, "Kalau kamu mau memberiku ikan, berarti kamu bukan orang jahat. Sebaliknya, kamu itu orang yang baik. Tentang istrimu ... lebih tepatnya calon mantan istrimu, dia bukan orang yang baik."
"Apa maksudmu menatapku kayak gitu? Kamu nggak senang karena aku menghina calon mantan istrimu?"
Carlos menambahkan beberapa kayu bakar ke dalam tumpukan api.
Kemudian berkata dengan dingin, "Kamu pikir aku akan marah? Sekarang aku cuma mau mendengar hal-hal yang kamu tahu."
Elena tersenyum sejenak, lalu tiba-tiba dia menatap Carlos dengan serius.
"Apa kamu tahu kenapa kapal pesiar itu menabrak karang dua kali?"
"Sebenarnya ini sangat aneh. Kapal pesiar besar yang kita naiki pasti punya sistem radar yang sangat canggih, tapi anehnya malah menabrak terumbu karang dua kali. Yang pertama kali menabrak terumbu karang di dasar laut, tapi yang kedua kalinya bahkan lebih aneh, langsung menabrak terumbu karang yang seperti gunung."
"Waktu itu aku lagi memotret pemandangan di atas kapal pesiar dengan manajerku. Tiba-tiba aku mendengar suara kapten dan nakhoda dari dalam ruang kemudi. Mereka terdengar sangat ketakutan. Mereka bilang kapal pesiar ini masuk ke dalam suatu medan magnet makanya semua radar mati dan semua instrumen kapal pesiar juga mati dengan cara yang aneh."
"Karena itu juga kapal pesiar jadi nggak terkendali, menabrak batu karang, dan tenggelam."
…
Carlos mengerutkan keningnya dan berkata padanya, "Maksudmu daerah laut ini punya medan magnet yang aneh, yang bisa memengaruhi radar dan peralatan mekanik?"
Elena menggelengkan kepalanya, lalu memasukkan daging ikan yang sedang dipegangnya ke dalam mulutnya.
Dia berkata, "Nggak tahu. Waktu itu kapten dan nakhoda bilang gitu dan mereka sangat ketakutan. nakhoda itu bahkan berteriak kalau mereka nggak akan bisa pergi keluar."
"Kenapa kamu setenang ini? Kamu nggak panik sedikit pun?"
…
Carlos berpikir sejenak, lalu berkata dengan wajah serius, "Itu karena aku nggak meragukan kata-katamu. Aku juga punya dugaan seperti itu sebelumnya. Pantai di pulau ini sangat bersih dan nggak ada sampah sedikit pun. Ini benar-benar hal yang nggak mungkin."
"Entah pulau ini pernah didatangi manusia atau karena arus laut, pasti akan ada sampah manusia di pulau ini. Kalau nggak ada, berarti cuma ada satu kemungkinan, sebelumnya nggak ada seorang pun yang pernah datang ke sini dan arus laut juga nggak bisa membawa sampah ke sini."
"Kamu sudah hampir selesai makan, sebaiknya kamu kembali."
"Kembali? Kembali ke mana? Aku sama sekali nggak berpikir untuk kembali."
Elena menguap dan berbaring di samping api unggun dengan tangan menopang kepalanya.
Dia menatap Carlos dan berkata, "Aku bukan wanita-wanita bodoh seperti itu, terutama calon mantan istrimu yang berpura-pura berharap tim penyelamat bisa datang menyelamatkan mereka."
"Kalau tim penyelamat nggak datang, berarti kita harus tinggal lama di pulau ini. Sebagai seorang wanita, aku nggak akan berpikir kalau aku bisa melakukan segalanya dan bertahan hidup sendiri di pulau ini. Mereka juga sama."
"Aku ini orang yang sangat percaya diri dan rasional. Aku sangat tahu kelebihan dan kekuranganku. Sebagai satu-satunya pria di antara kami, aku cuma bisa bertahan hidup kalau mengikutimu. Api unggun dan ikan ini sudah membuktikannya."
"Jadi aku nggak akan kembali. Mulai sekarang aku akan mengikutimu."
Carlos mendengkus dingin.
Dia menatap Elena dan berkata, "Sepertinya kamu salah paham. Kamu kira aku ini tipe pria yang akan langsung tergila-gila begitu melihat wanita cantik? Kamu benar-benar nggak mengerti pria yang sudah menikah."
"Selain itu, cuma dengan memberimu ikan bukan berarti aku wajib menanggung hidupmu. Biaya hidup untuk dua orang di pulau terpencil ini jauh lebih tinggi daripada hidup sendiri."
Tentu saja dia tahu apa yang dipikirkan oleh Elena, tetapi dia tidak punya minat apa pun.
Bagaimanapun juga, hidup bersama dengan seseorang akan membuatnya lebih lelah.
Bulu mata panjang Elena berkedip. Wajahnya tidak terlihat panik sedikit pun dan malah tersenyum dengan memesona.
"Kamu nggak perlu menanggung hidup orang asing sepertiku dan aku juga nggak merasa punya hak istimewa sebagai seorang wanita. Sebaliknya, di pulau terpencil ini, lebih sulit bagi wanita untuk bertahan hidup."
"Tapi apa kamu nggak ingin balas dendam ke calon mantan istrimu? Sejujurnya, kalau suamiku berselingkuh dan merasa kalau itu hal yang wajar, aku akan menyiksanya dan membuat hidupnya menderita."
"Kalau kamu membiarkanku tinggal, dia akan melihat aku hidup denganmu dengan baik. Aku rasa ini akan lebih menyakitkan untuknya daripada membunuhnya. Aku seorang wanita dan aku yang paling mengerti wanita. Selain itu, kalau kita benar-benar nggak bisa kembali, apa kamu nggak ingin ada seorang wanita yang selalu menemanimu? Apa kamu benar-benar ingin menjadi seorang biksu seumur hidupmu?"
"Menurutku, kamu nggak mungkin bisa menahannya."
Carlos mengerutkan keningnya sambil menatap wajah Elena yang tersenyum dengan penuh keyakinan. Dia merasa wanita ini sangat cerdas dan memahami dirinya dengan baik.
Sejak awal, Carlos menyadari kalau Elena bukanlah orang biasa karena saat Elena mengatakan kalau dia tidak bisa kembali, dia tidak menunjukkan sedikit pun ketakutan atau kepanikan.
Kemampuan untuk tetap tenang dalam menghadapi situasi ini bahkan lebih hebat daripada dirinya sebagai seorang pria.
Carlos tidak menjawab. Dia berbaring di samping api unggun dan bersiap tidur.
Elena sudah menebak apa yang ada dalam hatinya dan hal-hal yang mungkin terjadi di masa depan, jadi tidak ada lagi yang bisa Carlos katakan.
Angin laut terus bertiup dari laut, membuat api unggun menyala dengan lidah api yang terus-menerus miring sambil memancarkan nyala biru.
Dalam keadaan setengah tertidur, Carlos merasa ada tubuh yang lembut menempel di punggungnya.
Secara refleks, dia mengulurkan tangan dan langsung merasakan kaki yang halus dan lembut.
Carlos langsung terbangun. Dia langsung merasakan lengan Elena yang berada di lehernya, memeluk lehernya dengan erat, sementara satu kaki Elena yang panjang juga berada di pinggangnya.
Sementara dadanya, menempel erat di punggung Carlos, memberikan perasaan lembut yang terus-menerus terasa di punggungnya.
Carlos mengerutkan keningnya, lalu mencoba melepaskan tangan Elena yang memeluk lehernya dengan erat, tetapi tidak bisa melepaskannya.
Dia berbalik untuk mendorong Elena yang sedang tertidur, tetapi Elena justru langsung memeluknya dengan lebih erat sehingga kedua tubuh mereka saling menempel.
Carlos menatap wajah tidur Elena yang cantik, dewasa, dan menawan. Bibir merah seksi Elena berada di dekat mulutnya. Carlos menelan air liur dan suara dalam kepalanya menyuruhnya untuk mendekatkan bibirnya.
Bibir merah seksi Elena makin dekat ke arah mulutnya. Namun, saat hampir bersentuhan, dia menghela napas, menutup mata, dan tidur.
Dengan mata tertutup, Elena langsung melepaskan batu yang dipegangnya. Dia tersenyum, memeluk Carlos, dan kembali tidur.
…
Sebelum matahari terbit, Carlos memecahkan kelapa, meminum airnya, dan memakan dagingnya sebagai sarapan. Semalam dia tidak bisa tidur dengan nyenyak karena ada banyak nyamuk dan seorang wanita cantik memeluknya dengan erat sehingga membuatnya merasa sangat tidak nyaman.
Elena datang, menyikat giginya dengan arang kayu dan air kelapa, meminum sisa air kelapa, lalu menatap Carlos.
Dia berkata, "Pertempuran untuk menghukum calon mantan istri sudah dimulai. Kamu nggak mau lihat seberapa menderitanya dia?"