Bab 11
Api menerangi lubang dan menghangatkan tubuh mereka.
Namun, di saat yang sama, hati mereka tetap terasa sangat dingin seolah terjebak dalam lubang es.
Apa mereka benar-benar harus menunggu di sini sampai mati?
Saat Carlos sedang menghangatkan tangannya di dekat api, dia tiba-tiba menyadari kalau Callista entah sudah sejak kapan berdiri di sampingnya.
"Aku nggak menyangka kalau Angelina itu tipe orang yang kayak gitu. Aku benar-benar buta karena sebelumnya membela dia."
"Sekarang, akhirnya aku mengerti kenapa kamu sangat marah hari itu. Aku benar-benar nggak menyangka kalau Angelina akan sejahat ini."
"Dia bukan orang yang baik!"
Callista berkata dengan murung sambil memeluk bahunya.
"Heh, hari itu kalian semua berbicara dengan percaya diri kalau dia cuma menemukan orang yang dicintainya dan aku nggak seharusnya membunuhnya. Sekarang kenapa nggak bilang kayak gitu lagi?" kata Carlos dengan sinis.
…
Callista terlihat sangat malu. "Waktu itu aku sama sekali nggak tahu kalau sifat asli Angelina sejahat ini. Dia sama sekali bukan orang yang baik."
"Sayangnya, sekarang sudah terlambat untuk mengetahuinya, kita akan mati di sini."
"Oh, ya, Carlos, aku boleh minta satu hal padamu nggak … "
Wajah cantik Callista diterangi oleh cahaya api. Dia terlihat ragu, ingin mengatakan sesuatu tetapi menutup mulutnya lagi.
…
Callista membuka mulutnya, tetapi akhirnya tidak mengatakannya.
"Ada apa? Katakan saja."
Carlos berkata dengan tenang.
Callista kembali membuka mulutnya. Kali ini wajahnya sudah menjadi merah sebelum dia berbicara, bahkan telinganya juga merah. Dia menatap Carlos dengan malu-malu.
"Sebenarnya mau apa?"
"Ah! Kamu ini sangat nggak peka! Sudahlah, lupakan saja."
Callista sudah melupakan rasa malu saat dia membela Angelina sebelumnya. Dia meremas perutnya yang sakit.
"Karena kita berdua terjebak dalam lubang yang sama, ini pasti takdir. Kita nggak perlu saling membunuh, melainkan harus bersatu biar punya kemungkinan untuk bertahan hidup."
"Sepertinya kamu akhirnya mengerti," kata Carlos sambil meliriknya.
Callista menutup perutnya sambil tersenyum canggung, kemudian dia mendekat dengan hati-hati, menggenggam lengan Carlos dan menggoyang-goyangkannya.
"Karena sekarang aku sudah mengerti, kamu bisa carikan aku makanan, nggak?"
"Aku belum makan semalaman dan cuma minum sedikit air sampai sekarang. Aku sangat lapar."
Setelah mendengar itu, perut Carlos juga ikut berbunyi.
Perutnya mulai sakit karena tidak makan dalam waktu yang lama.
Dia menyuruh Callista untuk terus mematahkan cabang pohon dan melemparkannya ke dalam api unggun agar api tidak padam.
Sementara dia mulai mencari makanan di lubang ini.
Carlos berpikir untuk mencari makanan dari air dulu, berharap apa ada ikan kecil atau siput.
Dia mencicipi airnya dulu dan langsung mengeluarkan suara desahan ringan.
Air itu sangat jernih seperti air mineral yang diminumnya sebelum kecelakaan terjadi. Air ini bahkan terasa manis.
Setelah minum air, Carlos mulai mencari makanan.
Sayangnya, kolam kecil ini sangat jernih, jadi tidak ada ikan dan hanya ada beberapa siput yang menempel di dinding.
Carlos melemparkan siput-siput itu ke dekat api untuk dipanggang. Siput-siput itu akan menjadi sumber protein yang baik.
Namun, jumlahnya terlalu sedikit.
Carlos mencari di sekitarnya lagi, tetapi tidak menemukan makanan yang bisa dimakan.
Saat tenaganya hampir habis, dia tiba-tiba mendapatkan ide. Dia membalikkan batu besar di samping kolam dan melihat banyak lumut tumbuh di atasnya!
Menurut blogger bertahan hidup di TikTok, lumut juga bisa dimakan!
Selain itu, lumut yang tumbuh di tempat yang sangat bersih tidak akan menyebabkan diare meski dimakan.
Dalam situasi seperti ini, asalkan bisa dimakan tanpa membuat perut mual atau sakit, itu adalah makanan yang baik!
Carlos mengumpulkan semua lumut yang ditemukannya, mencucinya di dalam air, lalu kembali ke samping api unggun.
Dia mencari beberapa daun pohon yang bersih, meletakkan lumut di atas daun pohon, dan langsung memasukkannya ke dalam mulut.
Rasa dan teksturnya sudah tidak penting lagi sekarang, yang terpenting adalah mengisi perut.
Carlos memakannya dengan lahap. Setelah memakan beberapa lumut, perutnya tidak berkontraksi lagi dan tubuhnya juga mulai berenergi.
Dia mengambil beberapa potongan kecil lagi dan memasukkannya ke mulutnya dengan semangat. Saat dia memakannya, dia malah merasa rasanya juga tidak terlalu buruk.
Saat Carlos sedang makan lumut dengan lahap, Callista terkejut melihatnya sampai tercengang.
Setelah beberapa saat, akhirnya Callista tersadar kembali dan berkata dengan mata terbelalak, "Apa yang kamu makan?"
"Lumut. Aku mengambil banyak, makanlah kalau kamu lapar."
Carlos menjawabnya setelah memakan lumut terakhir. Akhirnya perutnya sudah terisi makanan.
Sebelumnya, Callista adalah seorang travel blogger. Meski bukan blogger papan atas, tetapi karena cantik, berbicara dengan lembut dan manja, dia menjadi gadis idola banyak penggemar pria. Dia menghasilkan banyak uang sehingga belum pernah makan makanan yang sesederhana ini.
Saat mendengar kata lumut, Callista menunjukkan ekspresi mual di wajahnya.
"Ini bisa dimakan? Kelihatannya kotor banget."
Carlos meliriknya sekilas. "Aku sudah memeriksa tempat ini. Di sini nggak ada apa-apa kecuali lumut. Kalau kamu mau mati kelaparan, teruslah bersikap manja, aku nggak akan menghalangimu."
Sambil berbicara, Carlos mengambil siput yang sudah dipanggang dan memakannya tiga sekaligus.
Saat merasa lapar dalam waktu lama, bahkan siput pun terasa sangat lezat.
Callista sempat bersikap manja sebentar, tetapi akhirnya dia tidak tahan lagi dan mengambil dua genggam lumut lalu memasukkannya ke dalam mulutnya.
Namun, dia tidak mengunyahnya sama sekali, melainkan langsung berlari ke tepi kolam dan meminumnya untuk menelan lumut itu seperti menelan obat.
Bagaimanapun juga, pada akhirnya Callista menghabiskan lumut yang tersisa.
Setelah makan dan minum hingga kenyang, di sekitar api unggun masih terasa hangat, akhirnya mereka berhasil melarikan diri dari kejaran maut untuk sementara ini.
Namun, tidak lama kemudian, Carlos mulai mencari cara untuk keluar dari lubang karena mereka tidak mungkin terus tinggal di sini.
Cabang pohon yang dia tarik hanya bisa terbakar sampai besok pagi.
Kalau besok tidak bisa keluar, dia hanya bisa menunggu sampai mati di sini!
Carlos menyuruh Callista mengikuti di belakangnya dan keduanya mulai mencari jalan keluar di dalam lubang.
Lubang ini terlihat sangat besar dan suara mereka juga bergema.
Dia mengajak Callista menjelajahi setiap sudut lubang itu. Setelah berkeliling, mereka baru menyadari kalau setiap pintu keluar adalah jalan buntu. Mereka tidak bisa keluar sama sekali.
Setelah menyadari hal ini, keduanya terdiam.
Carlos tahu betul. Kalau mereka tidak menemukan jalan keluar dan tidak ada orang yang datang, mereka pasti akan mati.
Tentu saja, Callista juga menyadari hal ini.
Namun, kali ini dia tidak mengatakan apa-apa, hanya wajahnya yang tampak pucat. Dia mendekati Carlos dan menempelkan tubuhnya yang lembut ke lengan Carlos.
Setelah berkeliling, keduanya kembali ke tempat api unggun.
Kali ini keduanya tidak berbicara. Carlos berbaring ke belakang, menyandarkan kepala di kedua tangannya, dan bersiap untuk tidur.
Saat dia hampir tertidur, tiba-tiba dia mendengar suara tangisan.
Dia membuka matanya dan melihat ke arah suara itu. Ternyata Callista sedang menangis.
"Kenapa kamu menangis? Belum tentu kita akan mati. Besok siang kita masih bisa mencari jalan keluar."
Carlos mengerutkan keningnya dan berkata dengan agak kesal.