Bab 1
Hari dimana Xena dibawa ke pengadilan oleh suaminya, hujan salju turun begitu lebat.
Sejak pacaran hingga menikah, selama tujuh tahun, dia selalu mengira pria itu selalu mencintainya. Rumah tangga mereka juga begitu harmonis.
Namun, semua itu sirna ketika suaminya membawa dirinya ke pengadilan hanya karena perkataan tak berdasar yang Yuna ucapkan.
Hakim menjabarkan kasus Xena yang dicurigai membawa obat-obatan terlarang. "Pada tanggal 23 bulan ini, saat razia di Jalan Baratan, ditemukan obat-obatan terlarang di dalam mobil Bu Xena. Kasus tersebut di bawa ke pengadilan hari ini."
"Penggugat, silahkan bacakan tuntutan."
Sandy berdiri, tubuhnya yang semampai mengenakan setelan jas hitam dengan sikap serius. Saat menghadap istrinya, tersirat kekecewaan dan ketidakpedulian di matanya. "Pada 23 November, saat Bu Xena mengendarai sedan putih dengan plat nomor V8861, ditemukan lima gram obat-obatan terlarang di dalam mobilnya. Berdasarkan perkataan Bu Xena sendiri, ada panggilan masuk dari Bu Yuna yang memintanya pergi ke Klub Canopus untuk menjemput suaminya, Sandy Santosa, yang sedang mabuk. Tetapi berdasarkan penyelidikan yang sudah saya lakukan, Bu Yuna tak pernah menelepon Bu Xena."
Dia menengadahkan kepala dan menatap istrinya, begitu acuh tak acuh, bahkan tampak seperti jijik kepadanya. "Pada tanggal 23 November, aku nggak pergi ke Klub Canopus dan Yuna juga nggak meneleponmu. Kenapa kamu masih berbohong? Apa kamu mau mengakui kesalahanmu dengan semua bukti kongkret ini?"
'Mengakui kesalahanmu' kata-kata ini bergemuruh seperti petir di dalam hati dan pikirannya.
Dia menatap Sandy dengan rasa tak percaya, setelah melihat mata muramnya, sisa tenaga terakhir di dalam tubuhnya menghilang dan bahkan merasa mual.
Tak disangka, setelah menjadi pengacara papan atas di Firma Hukum Prestisa, dia mengacungkan pisau ke arahnya.
Dia memaksakan senyum di wajah, tetapi tak bisa membendung air mata.
Enam tahun lalu, dia dan Sandy masih menjadi mahasiswa berprestasi di universitas hukum. Saat mereka baru bersama selama setahun dan memiliki hubungan yang erat, mentornya bilang ada kesempatan untuk belajar di luar negeri.
Waktu itu, mereka berdua memiliki kemampuan yang setara dan merupakan kandidat terbaik, tetapi hanya tersisa satu kursi saja.
Dia tahu Sandy lebih menginginkannya, jadi dia mengundurkan diri dari pencalonan. Sampai sekarang, Sandy tak tahu bahwa dia berpura-pura sakit saat hari pencalonan.
Setelah terpilih, Sandy datang untuk berbagi kebahagian itu dengannya. Melihat wajah pria itu berseri-seri, dia juga merasa senang.
Dua tahun kemudian, Sandy kembali setelah menyelesaikan studi dan melamar dirinya. Pada waktu itu, dia merasa menjadi orang paling bahagia di muka bumi ini.
Dia tak salah memilih orang.
Kisah asmara mereka dari sekolah sampai menikah, menjadi topik hangat di Firma Hukum Prestisa.
Setelah menikah, dia mengorbankan impian yang paling dicintai yaitu berkarir di bidang hukum. Berusaha sepenuh hati untuk menjadi istri yang baik, mendukung suaminya dalam perjuangan karir, dan sandaran yang kuat.
Saat Sandy menghadapi masalah dalam pekerjaan, dia akan membantu mencarikan solusi. Ketika kelelahan dan membutuhkan rumah yang hangat, dia akan menyiapkan hidangan nikmat nan lezat.
Setelah menikah setahun, karirnya mulai berjalan lancar dan namanya semakin terkenal. Pada saat itu, dia menemukan seorang asisten untuk mendampinginya.
Seorang mahasiswa hukum yang baru lulus, bernama Yuna Wiratama. Dia adalah wanita muda, cantik, dan polos yang mampu membuat siapa pun merasa ingin melindunginya.
Sandy begitu suka membawanya, suatu ketika di sebuah resepsi pernikahan teman, dia tak sengaja mendengar teman-teman Sandy memanggil Yuna 'Istri Muda'.
Saat itu, dia merasakan sakitnya dikhianati, tetapi memilih untuk tetap bungkam.
Karena dia masih mencintai pria itu.
Kemudian, Sandy menjadi mitra Firma Hukum Prestisa dan sempat dijuluki sebagai pengacara papan atas termuda paling menjanjikan. Hubungannya dengan Yuna kian dekat dan sering berpasangan, semua orang menganggap hubungan mereka sebagai hal wajar. Identitas Xena sebagai istri sah sudah diinjak-injak dan dibuang, bahkan dia tak memiliki keberanian untuk mempertanyakan hal itu karena dia hanyalah seorang ibu rumah tangga biasa yang tak memiliki kebebasan dan hanya bisa bergantung padanya.
Di dalam dunianya, hanya ada Sandy seorang.
Dia perlahan-lahan menengadahkan wajah, menatap pria yang sudah dicintainya sepenuh hati selama tujuh tahun.
Raut muka jijik dan curiga pria itu menghancurkan harapan terakhir Xena.
Dia melihat dirinya sendiri seperti seorang bajingan pengecut di mata Sandy.
Pada momen ini, hatinya benar-benar mati rasa.
Dia berdiri dan berkata dengan lantang, "Saya tak bersalah, saya tak melakukan kejahatan."
Hakim, "Apakah kamu memiliki bukti baru yang bisa membuktikan dirimu tak bersalah?"
"Ada." Xena mengeluarkan sebuah jam tangan pintar.
Saat Yuna menelepon, dia sedang berbincang dengan Wina menggunakan jam tangan pintar.
Jam tangan pintarnya memiliki fitur perekam otomatis.
Jadi setelah ponselnya 'tak sengaja' hilang, rekaman ini menjadi satu-satunya bukti yang dapat membuktikan bahwa Yuna meneleponnya pada tanggal 23, sekitar pukul sembilan malam dan percakapan mereka juga terekam dengan jelas.
"Kak Xena, Pak Sandy mabuk, tolong datanglah untuk menjemputnya. Dia sekarang berada di Klub Canopus."
"Untuk pergi ke Klub Canopus, saya harus melewati Jalan Baratan. Hari itu, kebetulan ada razia dan jelas dia mengarahkan saya ke sana." Xena tampak tenang dan tajam tanpa goyah sedikit pun, lalu berkata dengan tegas, "Saya masih memiliki bukti lain, bukti yang memperlihatkan orang lain sengaja menaruh obat-obatan terlarang di dalam mobil saya."
Dia menyebutkan bahwa pada bulan Oktober ketika mencari Sandy. Saat mobil Xena terparkir di parkiran bawah tanah kantor, pintu mobilnya dibuka oleh seorang wanita dan meletakkan sesuatu di dalamnya.
CCTV di dalam parkiran bawah tanah merekam kejadian itu dengan jelas, orang yang meletakkan obat-obatan terlarang di dalam mobilnya adalah Yuna.
Dia menatap Sandy, bukan lagi dengan tatapan obsesi seperti dulu, melainkan perasaan bangkit dari kehancuran dan keputusasaan. "Pak Sandy, kunci mobil ada dua, satu ada pada saya dan seingat saya, kunci yang lainnya ada pada Anda, 'kan? Apakah Anda pernah memberikan kunci mobil saya pada orang lain?"
Sandy menoleh ke arah Yuna yang sedang mendengarkan di samping.
Yuna yang panik, segera berdiri dan memberi penjelasan, "Bukan, bukan seperti itu …"
Hakim mengetuk palu sembari berseru, "Harap tetap tenang."
Dia kembali duduk dengan terpaksa, hatinya merasa gundah bak duduk di atas jarum. Dia menatap Sandy yang masih membela diri dengan mata berkaca-kaca. "Sungguh bukan aku …"
Pak Sandy yang terkenal dengan serangan tajam dan tenang, terlihat begitu gelisah sekarang.
Dia seperti tak menyangka gadis lembut seperti Yuna akan berbohong kepadanya dan memanfaatkan kesempatan saat berada di sampingnya untuk mengambil kunci mobil.
Dia menatap istrinya dengan tatapan rumit.
"Saya minta untuk meninjau ulang kasus ini berdasarkan beberapa bukti yang saya berikan. Kenapa Nona Yuna berbohong? Mengapa diam-diam membuka mobil saya? Dari mana dia mendapatkan obat-obatan terlarang itu?" ucap tegas Xena, lalu kembali duduk untuk menunggu hasil.
Karena Xena memberikan rangkaian bukti kongkret dan berhasil membuktikan dirinya tak bersalah, Yuna ditahan untuk penyelidikan.
Keluar dari pengadilan, hujan salju masih turun dan menutupi segalanya dengan warna putih. Dia mendongakkan wajah, butiran salju jatuh di pipinya, rasanya begitu dingin.
"Kalau memang punya bukti, kenapa nggak bilang dari awal?" Dia tak tahu sejak kapan Sandy berdiri di sampingnya.
Xena mengulurkan tangannya ke langit, butiran salju jatuh ke telapak tangan dan sekejap mencair. "Kalau aku mengatakannya, apa kamu akan percaya?"
Dia sudah menjelaskannya berkali-kali, tetapi apa jawabannya?
Dia menjawab, "Nggak mungkin Yuna bohong!"
Jadi, dia percaya orang yang berbohong di sini adalah dirinya, bukan Yuna.
Mereka masihlah sepasang suami istri, jawaban yang sangat menyayat hati.
Dia tak menunjukkan bukti di awal karena masih memiliki sedikit harapan kepada Sandy.
Mengira dia takkan benar-benar mengkhianatinya.
Namun alhasil, dia sudah salah.
Sandy sungguh memercayai perkataan Yuna dan ingin menjebloskannya ke penjara.
"Sandy, lebih baik … kita cerai."