Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 9 Melanggar Batas

Dia buru-buru menoleh, melihat pria yang entah sejak kapan muncul di belakangnya. "Paman, kenapa Paman ada di sini?" Tristan menatap mata Chyntia yang memerah karena menangis dan berkata dengan suara berat, "Siapa yang mengganggumu?" "Nggak ada. Cuma ada pasir yang masuk ke mata." Chyntia tergesa-gesa mencoba menghapus air matanya. Namun, saat mengangkat tangan, lukanya malah tertarik, menyebabkan rasa sakit hingga dia tidak tahan dan menarik napas dalam-dalam. Tadi Susan sengaja mencubit lukanya yang sudah dibalut, dan membuatnya kembali terbuka. Sebuah tangan menyodorkan tisu ke hadapannya. Tristan sudah berdiri di depannya, dengan jarak ujung kaki mereka hampir bersentuhan, perlahan menyeka air mata dari wajahnya. Chyntia merasa tegang, tubuhnya kaku. Dia merasa jarak mereka terlalu dekat. Dia bahkan bisa dengan jelas mencium aroma kayu pinus yang dingin dari tubuh pria ini. Tindakan menyeka air mata itu juga terlalu akrab. "Paman, biar aku sendiri yang melakukannya." Chyntia mundur selangkah, mengulurkan tangan untuk mengambil tisu dari tangan Tristan, tetapi pria itu segera menggenggam tangannya. "Jangan bergerak," katanya dengan suara rendah. "Kamu masih mau punya tangan, 'kan?" Chyntia tidak berani bergerak. Kehangatan dari ujung jari pria itu menyentuh pergelangan tangannya, membuat telinganya agak memanas. Tristan perlahan menyeka air matanya, menatap matanya yang sembab serta bulu matanya yang basah. Bibir Tristan terkatup rapat, kemudian berkata dengan suara dingin, "Apa Bernard yang menindasmu?" Ekspresi Chyntia berubah. Dia mendongak menatap pria itu dan langsung bertemu dengan sepasang mata yang dalam. Chyntia menggeleng pelan dan berkata, "Nggak, sungguh cuma pasir yang masuk ke mata." "Chyntia, kalau mau bohong, setidaknya carilah alasan yang lebih masuk akal. Dari mana ada pasir di restoran?" Suara dingin itu membongkar kebohongannya yang payah. Chyntia menggigit bibirnya. Dia memang tidak ingin menceritakan masalah antara dirinya dan Bernard kepada orang lain, terlebih lagi Tristan juga bagian dari Keluarga Gunawan. Jika diceritakan, dia hanya akan membela Bernard. "Paman, ini urusan pribadiku. Aku nggak mau membahasnya." Chyntia menarik napas dalam-dalam dan menjawab. "Kalau aku bersikeras ingin tahu?" Tristan tiba-tiba melangkah mendekatinya, mempersempit jarak di antara mereka. Suaranya tetap tenang dan stabil, seperti danau yang dalam tanpa riak, tetapi membawa tekanan yang sulit diabaikan. Di belakang Chyntia ada wastafel, sehingga dia tidak bisa mundur. Tangannya masih digenggam erat oleh Tristan. Tubuh pria itu yang tinggi menjulang membuatnya merasa seolah-olah terkurung dalam dunia pria itu, tanpa jalan keluar. Jantung Chyntia berdetak lebih cepat. Dia yang biasanya sangat menjaga batas dengan orang lain, merasa bahwa langkah Tristan barusan telah melanggar batasnya. Meskipun dia memanggil Tristan dengan sebutan "paman," sesungguhnya usia pria itu hanya lima tahun lebih tua darinya. Chyntia merasa bingung, tetapi beberapa detik kemudian dia memaksakan diri untuk tenang dan berkata, "Paman, aku menghormati Paman sebagai orang tua. Berdiri sedekat ini nggak pantas, 'kan?" "Aku peduli pada generasi muda. Apa yang ada di benakmu?" Tristan tersenyum tipis sambil menatapnya. Mata hitamnya seolah-olah membawa sedikit ejekan halus. Wajah Chyntia langsung tersipu. Dari sudut matanya, dia tiba-tiba melihat beberapa orang mendekat dari sudut ruangan. Wajahnya berubah, dan dia berkata dengan suara rendah, "Lepaskan tanganku." "Kamu belum menjawab pertanyaanku." Tristan berkata dengan suara rendah, tanpa tanda-tanda akan melepaskan tangannya. Chyntia melihat sepasang pria dan wanita makin dekat ke arah toilet. Dia menggertakkan giginya, menarik tangan Tristan dan masuk ke toilet di samping, lalu menutup pintu. Beberapa detik kemudian, suara Bernard terdengar dari luar. "Chyntia, aku tahu kamu di toilet. Keluar." Ketika Chyntia melihat Tristan tampaknya ingin membuka pintu, Chyntia segera memeluk pinggang pria itu, menghentikannya. "Jangan buka pintu. Aku nggak mau melihatnya." Tristan tiba-tiba merasa tubuhnya dipeluk oleh sesuatu yang lembut. Rambut halus menyentuh dagunya. Matanya menjadi lebih gelap, dan jakunnya bergerak naik turun.

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.