Bab 2
Serina mengangkat sebelah alisnya. Dengan ekspresi datar dan tanpa emosi dia berkata, "Aku memutuskan untuk meneleponmu, itu berarti aku sudah membuat keputusan."
Sandara tersenyum sambil menjalankan mobil lalu berkata, "Aku sudah lama ingin kamu meninggalkan Aldi. Kamu sudah susah payah menyembuhkan kakinya, tapi dia malah berselingkuh dengan adikmu yang tinggal jauh di luar negeri. Benar-benar pria rendahan! Lebih baik fokus pada urusan bisnismu!"
Serina tidak bisa menahan tawa kecilnya saat melihat Sandara makin kesal dan mobilnya melaju makin kencang.
"Tenanglah, aku tak ingin masuk kuburan sungguhan setelah keluar dari kuburan pernikahan."
Melihat Serina masih ingin bercanda, Sandara akhirnya menghela napas lega lalu dengan ragu bertanya, "Apa rencanamu selanjutnya?"
Jika Serina tidak menghubungi Sandara, tampaknya tidak akan lama sampai Sandara mencari Serina sendiri.
"Mari kita istirahat dulu. Bagaimana kabar perusahaan akhir-akhir ini?"
Selama tiga tahun terakhir, Serina telah mengabdikan semua perhatiannya pada Aldi. Dia menyerahkan manajemen perusahaan pakaiannya, Madelinne, yang dia dirikan sepenuhnya kepada para pemegang saham. Selama tiga tahun, Serina tidak terlibat dalam hal apa pun dan hanya mengambil dividen.
Serina tidak pernah memeriksa berapa banyak uang yang ada di rekeningnya. Namun, selama para pemegang saham melanjutkan operasional perusahaan sesuai rencana bisnis yang telah dia susun sebelum dia pergi, seharusnya tidak ada masalah yang signifikan.
Mendengar ini, ekspresi Sandara berubah. Dia menghela napas lalu berkata, "Mari kita tunggu sampai kamu cukup istirahat sebelum kita membicarakan masalah ini ...."
Serina mengangkat sebelah alisnya. Melihat tanggapan Sandara, sepertinya situasinya tidak begitu baik.
Namun, sekarang Serina sedang tidak berniat mengambil alih perusahaan, jadi dia mengangguk lalu berkata, "Oke, kamu bisa mengantarku langsung ke bandara."
"Kamu mau pergi ke mana?" tanya Sandara.
"Aku belum memikirkannya. Aku akan memilih tujuanku saat waktunya tiba," jawab Serina.
Serina meletakkan tangannya di pintu mobil dan mengetuknya berulang kali. Matanya terlihat acuh tak acuh, tapi dia tidak bisa menyembunyikan rasa lelah di sekujur tubuhnya.
Sandara menghela napas dalam-dalam secara perlahan. Sepertinya bahkan orang sehebat apa pun dapat kehilangan akal sehat ketika berurusan dengan perasaan.
Setelah tiba di bandara, Serina keluar dari mobil lalu memandang Sandara sambil berkata, "Tolong kirimkan barang-barangku ke rumahku di bagian utara Kota Sangria."
"Oke. Kira-kira berapa lama lagi kamu akan kembali?" tanya Sandara.
"Sekitar sebulan," jawab Serina.
"Oke, aku tunggu!"
Serina melambai ringan, berbalik lalu berjalan ke dalam bandara.
....
Satu bulan kemudian.
Cabang Grup Barata, Kota Pandora.
Di ruang konferensi.
Aldi sedang mendiskusikan perencanaan cabang untuk kuartal berikutnya dengan manajer departemen, saat ponselnya tiba-tiba berdering.
Ketika melihat bahwa itu adalah ibu Aldi, Maria Hartono, dia mengerutkan kening. Setelah itu, dia berdiri sambil berkata, "Mari kita istirahat selama lima menit."
Aldi keluar dari ruang konferensi. Ketika dia menjawab telepon, suara ketidakpuasan Maria terdengar dari ponsel.
"Aldi, aku sudah beberapa kali mencari Serina rumah, tapi dia tidak pernah ada di rumah. Apakah kalian bertengkar sehingga dia sengaja bersikap acuh padaku?"
Nada bicara Maria penuh dengan kebencian juga kemarahan. Dari awal Maria memang sudah tidak menyukai Serina dan hal ini membuat kesannya terhadap Serina makin memburuk.
Aldi mengernyitkan kening, beberapa waktu ini dia sangat sibuk di Kota Pandora. Pada beberapa hari pertama, Aldi masih menunggu Serina menelepon untuk meminta maaf, tetapi dia benar-benar terlalu sibuk lalu melupakan masalah ini.
Pada saat Maria menelepon, dia menyadari bahwa Serina tidak menghubunginya selama sebulan penuh. Hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya.
"Aku akan meneleponnya nanti. Ada urusan apa Ibu mencari Serina?" kata Aldi.
Maria pun dengan nada kesal berkata, "Ulang tahun nenekmu akan segera tiba, aku berencana untuk mengajak Serina memilihkan hadiah ulang tahun darimu. Siapa sangka, dia tak pernah ada di rumah. Kalau saja dulu kamu menikahi Merina, mungkin tidak akan ...."
Aldi mengerutkan kening lalu memotong ucapan Maria lalu berkata dengan tenang, "Aku mengerti, aku akan meneleponnya dan menghubungi Ibu lagi nanti."
Setelah menutup telepon, Aldi mencari nomor ponsel Serina lalu menelepon nomor itu.
Aldi menelepon Serina beberapa kali berturut-turut, tetapi panggilannya tetap menunjukkan bahwa nomor Serina sedang sibuk.
Ekspresi Aldi tiba-tiba menjadi suram. Terlihat jelas bahwa Serina telah memblokirnya!
Aldi menahan amarahnya, lalu menoleh ke arah Andrian Manopo dan berkata, "Hubungi Serina!"
"Baik."
Andrian menelepon Serina dan tersambung, tetapi tetap tidak ada jawaban.
Melihat ekspresi Aldi yang makin muram, Andrian berkata dengan ketakutan, "Pak Aldi ... tidak diangkat ...."
Dengan ekspresi dingin Aldi berkata, "Aku tahu. Aku akan melanjutkan rapat dulu, kamu tolong hubungi pengurus rumah."
Satu jam kemudian, setelah Aldi keluar dari ruang konferensi, Andrian melangkah maju dengan gemetar.
"Pak Aldi, pengurus rumah mengatakan bahwa Nona Serina pergi dengan membawa kopernya sehari setelah Pak Aldi pergi untuk perjalanan bisnis."
Karena Aldi dan Serina menikah secara rahasia, Andrian selalu memanggil Serina dengan sebutan nona.
Sebelumnya, Aldi tidak merasa ada yang salah, tetapi saat ini, dia tanpa sadar mengernyitkan keningnya.
Sambil memaksakan untuk menahan perasaan tidak nyaman di dalam hatinya, Aldi berkata dengan nada dingin, "Cari tahu di mana Serina sekarang lalu pesan tiket pesawat pulang secepatnya."
"Baik. Apakah Nona Merina akan kembali bersama kita?" tanya Andrian.