Bab 22
Beberapa menit yang lalu, Jamal mendapat telepon dari Nenek.
Sang nenek menuduhnya telah memperlakukan cucu menantunya dengan buruk dan memarahinya habis-habisan.
Jamal, yang sudah dipusingkan dengan urusan perusahaan, tentu merasakan suasana hatinya makin keruh usai dimarahi tanpa alasan.
Mendengar penjelasan Hania sekarang, dia pun paham. Rupanya, Hania telah mengadu di belakangnya.
Kalau tidak, mana mungkin dia tiba-tiba makan mi instan sembari melakukan panggilan video dengan Nenek?
"Masih ada 18 juta rupiah lebih dalam kartu yang kuberi tadi pagi. Seharusnya, kamu nggak sampai makan mi instan, 'kan?"
"Uang di kartu itu nggak aku pakai. Aku berniat menyimpannya dulu buatmu. Saat jumlahnya cukup, bisa dipakai untuk melunasi utangmu. Lagi pula, aku makan mi instan karena gajiku dipotong dari pekerjaan sampingan. Jadi, uang biaya hidupku agak turun …"
"Cukup!"
Jamal memotong perkataannya dengan nada tidak sabar, merasa sikap pura-pura Hania sudah berlebihan.
Sekalipun uang di kartu it
Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda