Webfic
Buka aplikasi Webfix untuk membaca lebih banyak konten yang luar biasa

Bab 15

Sepeda selis itu sudah bergerak menjauh, sehingga Jamal hanya melihat punggung seorang wanita berpakaian kurir makanan dan mengenakan helm. "Jamal, kamu masih menganggapku sahabat, 'kan? Kenapa kamu sama dengan kurir makanan itu? Padahal, malam ini aku sudah buat rencana, mengajak semua teman merayakan kebebasanmu, bahkan sudah memesan banyak sekali makanan favoritmu, kamu nggak merasa bersalah padaku?" Chiko terus mengeluh, seolah-olah dialah korbannya. Jamal menggosok telinganya. "Di sini nggak boleh parkir. Kalau mau kena tilang, silakan tinggal di sini." Chiko langsung diam dan segera mengemudikan mobilnya pergi. Kejadian tadi, seiring suara mesin yang mereda, lekas menghilang di perempatan jalan. Setibanya di pintu masuk bar. Mobil baru berhenti, dua orang penjaga pintu berjalan mendekat dengan cepat dan membantu membukakan pintu mobil. "Tuan Jamal, Tuan Chiko." Mereka melipat kedua tangan di perut, lalu menundukkan kepala dengan hormat. Jamal dan kedua orang itu berjalan beriringan ke dalam. Ini situasi yang biasa bagi mereka. Para pelayan buru-buru menundukkan kepala, tak berani menatap langsung. "Jamal, lama sekali kita nggak ke sini. Aku dengar ada beberapa pelayan baru di sini. Semuanya mahasiswi, cantik-cantik sekali ..." Chiko memperkenalkan dengan bersemangat. Kebetulan, seorang pelayan baru saja lewat sembari membawa minuman, tanpa sadar melemparkan mata genit. Wanita yang baru memasuki dunia kerja ini terkejut dengan cara mengobrol seperti itu, sehingga nampan minumannya miring dan semua minuman tumpah ke tubuh Jamal. "Maaf, Tuan, saya nggak sengaja!" Jamal memiliki kebiasaan yang sangat bersih. Ketika seluruh tubuh basah oleh anggur merah, kemarahannya memuncak, bahkan tatapannya hampir bisa membunuh Chiko. "Nggak apa-apa, nggak apa-apa. Kamu bersihkan tempat ini, yang lain nggak perlu khawatir." Chiko justru terlihat kasihan pada wanita yang pucat pasi itu. Usai menenangkannya, dia tertawa kecil ke arah Jamal. "Jamal, ini kecelakaan, benar-benar nggak sengaja. Aku akan pergi membelikanmu pakaian baru!" "Nggak perlu! Aku bawa pakaian ganti di mobil!" Semenjak menikah dengan Hania, dia selalu menyuruh Xena untuk menyiapkan beberapa pakaian ganti di mobil, berjaga-jaga kalau pulang malam dan dicurigai. Ternyata, baru berguna sekarang. "Aku akan segera mengambilnya! Kamu ke ruang mandi saja, biar aku yang nanti mengantarkannya!" Takut dimarahi Jamal, Chiko berlari lebih cepat dari kelinci. Pukul 11 malam. Sistem memberikan Hania satu pesanan. Restoran bintang lima dengan biaya kirim senilai 140 ribu rupiah. Sekilas terlihat seperti pesanan orang kaya di sekitar sini. Setelah menyelesaikan pesanan yang sedang dipegangnya, Hania segera pergi ke restoran untuk menunggu. Pelayan restoran menyerahkan makanan yang sudah dikemas kepadanya dan berulang kali mengingatkan, makanan ini mahal, jangan sampai tumpah maupun tercecer, dan harus diantar langsung ke tangan pelanggan. Hania pun berulang kali menjamin seraya membawa tiga kantong besar makanan pesan antar naik ke sepeda selis. Dalam waktu lima belas menit, dia sampai di tujuan, Bar Holtura. Berbagai mobil mewah tampak berjejer di tempat parkir, bahkan beberapa merek pun tidak Hania kenal, tetapi sekilas terlihat sangat mahal. Hania buru-buru memindahkan sepeda selisnya agak jauh, takut menabrak kendaraan mereka. "Maaf, tidak boleh masuk kalau tidak pesan." Petugas penerima tamu menghalanginya. Hania tahu ini adalah tempat yang mewah. Jadi, dia segera menunjukkan pesanan makanan. "Pihak bar meminta saya untuk memberi makanan ini langsung ke pelanggan, tolong izinkan saya masuk." Petugas penerima tamu langsung memeriksa nama dan nomor telepon, ternyata pelanggan tetap di sini, sehingga dia tidak mempersulit Hania. "Kamar 303 adalah ruang VIP. Jangan diam berlama-lama setelah mengantar, segera keluar!" "Terima kasih!" Hania mempercepat langkahnya masuk. Cahaya berwarna-warni yang menyilaukan melintasi tubuhnya. Di panggung tengah aula, band rock sedang tampil dengan gembira hingga semua meja di bawah panggung hampir terisi. Ruangannya sangat luas, Hania sudah berkeliling satu putaran penuh, tetapi tidak menemukan lift. Akhirnya, dia langsung menghentikan pelayan yang membawa minuman. "Permisi, bagaimana cara ke ruang VIP No. 303?" "Di sana ada lift." Pelayan itu menunjuk ke suatu arah. Hania mengucapkan terima kasih dan berlari kecil ke lift. Kebetulan lift tiba di lantai satu, dia pun langsung masuk. Di ruang tertutup itu, tercium bau alkohol yang begitu menyengat. Saat lift naik, dia baru menyadari ada seorang pria mabuk berdiri di belakangnya tengah menatap Hania dengan tajam. Hania refleks agak menjauh. Akhirnya, terdengar bunyi pemberitahuan bahwa lift sudah tiba di lantai tiga. Dia langsung merasa aman dan melangkah keluar. Tidak disangka, pria itu seketika memeluk Hania, tangannya terasa meraba pinggang, dan mulutnya mendekat. "Ah! Lepaskan aku!" ronta Hania. Dia panik, mengambil bungkusan makanan yang dibawanya seraya memukul-mukul tubuh pria itu. Melihat pria itu melepaskannya, dia langsung berlari. Setelah berhasil lolos dari pria mabuk itu, Hania baru berhenti. Ketika melihat ke bawah, Hania melihat banyak kuah tumpah dari bungkusan makanannya. Setidaknya, setengah dari makanan tidak bisa dimakan lagi. "Mampuslah!" Dalam hati, dia meratapi nasib yang benar-benar sial. Saat ini, cara terbaik untuk mengurangi kerugiannya adalah segera menjelaskan kepada pelanggan dan meminta maaf, sekaligus mengganti uang makanan yang tumpah. Jika Hania dilaporkan, dia akan kehilangan lebih dari ini. Dia mengikuti nomor kamar yang tertera di depan, mulai mencari ruang VIP. Sementara itu, di Ruang VIP Nomor 303 Jamal mengambil segelas air putih, meneguknya sedikit. "Hei, Jamal, kenapa setiap kali kita keluar kamu selalu duduk di sudut dan minum air putih? Kamu benar-benar nggak gaul!" Chiko berteriak, yang lain pun ikut menyahut. "Ya, Jamal, malam ini cuma kita, bahkan penjaga pintu saja sudah kita suruh pergi. Jadi, jangan terlalu serius. Aku usul, kita minum sampai mabuk malam ini!" Yang berbicara adalah Yusuf, Direktur Utama Grup Delta, teman kuliah Jamal sekaligus sahabat baiknya selama bertahun-tahun. Selain Yusuf, ada juga sepupu Jamal, Tania, serta dua teman dekat lainnya. Semuanya adalah orang-orang yang dipercaya Jamal. "Jamal, Chiko sudah cerita sama kita, kamu salah pilih orang dan menikahi wanita matre. Wah, ini pertama kalinya kamu salah memilih orang!" "Menurutku, harusnya kamu nggak sembarangan mencari wanita untuk dinikahi. Di zaman sekarang ini, mencari wanita yang tulus itu sulit sekali, apalagi yang datang dari situs kencan." "Sudah-sudah, Jamal sudah cukup sedih, jangan makin diperkeruh suasananya!" "Ayo, kita bersulang untuk Jamal, semoga dia cepat sadar akan wajah asli wanita itu dan kembali membujang!" Mereka semua mengangkat gelas, lalu berjalan mendekatinya. "Aku katakan sekali lagi, kita hanya minum malam ini!" Chiko merebut gelas dari tangan Jamal, lalu memindahkan gelas berisi minuman itu ke tangannya. Tepat saat itu, pintu ruang VIP terbuka. Mereka semua terkejut dan menoleh ke arah pintu. Sebentar, tadi mereka sudah berpesan pada pelayan agar tak ada yang mengganggu. Hania berdiri di pintu, menyaksikan semua yang terjadi. "Maaf, tadi saya sudah ketuk beberapa kali, tapi tidak ada yang menjawab. Jadi, saya buka pintu sendiri. Saya datang untuk mengantar pesanan ..." Ucapannya terhenti di tengah kalimat, matanya terpaku ke arah wajah yang tidak asing itu. "Pak ... Pak Jamal?"

© Webfic, hak cipta dilindungi Undang-undang

DIANZHONG TECHNOLOGY SINGAPORE PTE. LTD.