Bab 2
Pria yang sudah merasakan kenikmatan asmara benar-benar gila!
Pada akhirnya, Teresa berbaring lemas di ranjang. Dia baru bangun siang esok hari. Arvin sudah tidak di sana.
Akan tetapi ....
Rasa pegal pada tubuh dan ... bercak darah di ranjang meluluhkan hati Teresa. Dia tahu semua itu adalah kenyataan.
Dia terlahir kembali!
Bahkan di ranjang suaminya.
Aduh!
Wajah Teresa langsung memanas.
Dari ranjang yang berantakan, dapat dilihat betapa gilanya Arvin di bawah pengaruh amarah yang kuat.
Hanya membayangkan adegan itu sudah membuat Teresa menjadi lemas!
Teresa mengambil ponselnya dan ingin menelepon Arvin. Arvin seharusnya sudah berangkat ke perusahaan. Dia ingin menanyakan bagaimana kondisi lukanya.
Lebih penting lagi ... dia sepertinya agak merindukan Arvin. Baru berapa lama, dia sudah merindukan Arvin!
Mengapa dia begitu manja sekarang?
Senyuman tersungging di wajah Teresa. Tiba-tiba, pintu kamar diketuk dan seorang pelayan berseru, "Nyonya Muda, Nona Mela datang."
Mela Wisra datang.
Senyuman Teresa membeku. Tak disangka wanita sialan itu akan datang secepat ini. Bagus juga, tidak perlu repot-repot lagi!
Terbersit kedinginan di mata Teresa. "Aku langsung turun!"
Teresa turun dari ranjang dan pergi ke ruang pakaian dengan emosi.
Melihat cupang di lehernya yang terpantul di cermin, lalu teringat akan rasa cinta Mela terhadap Arvin, Teresa sengaja memakai gaun berkerah v.
Di depan tangga.
Teresa mendengar Mela yang berada di lantai bawah memerintahkan pengurus seperti nyonya rumah, "Tambahkan sayuran hijau lagi untuk Sasa, dia suka!"
"Baik. Nona Mela benar-benar teliti."
"Lalu, iga asam manis yang Arvin suka sudah kusimpan di kulkas. Panaskan di microwave dulu kalau makan."
Suara yang lembut dan sikap elegan seperti itu tentu disukai semua orang.
Seingat Teresa, di kehidupan sebelumnya, seluruh Keluarga Hisno sangat menyesali mengapa bukan Mela yang punya janji pernikahan dengan Arvin.
Malah dia, Teresa Wisra.
Namun, mereka tidak tahu bahwa Mela-lah yang mendukung Teresa untuk membuat onar.
Sekarang Teresa ingin muntah ketika melihat wanita munafik itu. Apa yang salah dengan dirinya di kehidupan sebelumnya sampai percaya Mela adalah orang yang paling baik padanya di Keluarga Wisra?
"Nyo, Nyonya Muda?" Begitu melihat Teresa, senyuman pelayan itu membeku dan sikapnya menjadi sungkan. melihat
Mela menolehkan kepala.
Ekspresi mata Mela menjadi suram ketika melihat gaun panjang hitam yang Teresa kenakan. Jika tidak salah ingat, gaun itu baru didesain oleh Arvin untuk Teresa pada tahun ini.
Desain kerah v menonjolkan tubuh Teresa yang jangkung, tetapi juga mengekspos cupang di lehernya.
Mela tanpa sadar mengepalkan tangan, walau harus memasang senyuman lembut di wajah. "Paman Anto, ada yang ingin kubicarakan dengan Sasa."
"Baik, Nona Mela."
Pengurus rumah tersenyum hormat, lalu pergi bersama pelayan lain. Sikapnya sangat patuh, seolah-olah Mela adalah nyonya rumah.
Begitu mereka berbalik badan, Teresa berseru, "Tunggu!"
Semua orang berhenti di tempat dan berbalik badan dengan enggan.
Teresa menyeringai sambil memandang mereka semua, lalu perlahan menuruni tangga.
Saat Teresa melewati Mela, Mela langsung meraih tangan Teresa, tetapi dielakkan oleh Teresa. Mata Teresa penuh rasa jijik terhadap Mela.
Mela termangu. "Sasa, Kakak langsung datang begitu dengar kejadian tadi malam. Kamu bagaimana? Nggak terluka, 'kan?"
Suara Mela yang lembut membuat semua orang mengira Teresa membuat onar.
Teresa mendengus. Dia langsung duduk di sofa dan menyilangkan kaki, penuh wibawa sang nyonya majikan. "Pak Anto!"
"Ya, Nyonya Muda!"
Anto membungkuk dengan hormat, tetapi nada bicaranya tidak. Sikapnya juga berbeda jauh dengan sikapnya terhadap Mela barusan.
Teresa menyeringai. "Kamu dipecat."
Semua orang terkejut.
Anto juga menoleh pada Teresa dengan kaget. "Nyonya Muda ...."
"Ternyata kamu tahu siapa nyonya muda di rumah ini?"
Sindiran Teresa bagaikan tamparan keras yang menampar Mela.
Wajah Mela menjadi masam, tetapi segera kembali seperti semula.
Sambil berusaha memasang senyuman, Mela maju dan memegang tangan Teresa dengan lembut. "Sasa, ada apa? Paman Anto dipindahkan dari kediaman besar. Kamu nggak boleh begini!"
"Bagaimana Kakak bisa tahu Pak Anto dipindahkan dari kediaman besar? Kakak dekat dengan Pak Anto?" Teresa menoleh pada Mela dengan tatapan jijik.
Mela punya banyak kejanggalan di kehidupan sebelumnya, tetapi dia buta dan tidak menyadari apa-apa.
Mungkin dia hanya tidak peduli pada saat itu. Di kehidupan ini, dia tidak akan dikelabui lagi oleh wanita sialan itu.
"Sasa? Kamu ...." Mela terkejut ketika bertemu dengan mata Teresa yang tegas. Dia bergegas menenangkan diri. "Sudah, jangan nakal."
"Sudah belasan tahun Paman Anto melayani di Keluarga Hisno. Kamu nggak boleh keterlaluan!"
Detik berikutnya!
Tatapan semua orang terhadap Teresa berubah!
Hati Teresa makin dingin. Di kehidupan sebelumnya, Mela selalu membangun citra diri yang baik menggunakan kata-kata. Sementara itu, Teresa yang dihasut oleh Mela terkenal akan keburukannya dan jatuh ke neraka pada akhirnya.
Itu adalah taktik andalan Mela!
Akan tetapi ... itu di kehidupan sebelumnya!
Sekarang Teresa tidak akan meladeni Mela yang suka bersandiwara. "Keterlaluan?"
"Ada yang lebih keterlaluan lagi!"
Teresa langsung mengentakkan tangan Mela.
Mela menatap Teresa dengan heran. Teresa masih mematuhinya kemarin, apa yang salah?
Sebelum Mela mendapat jawaban, Teresa beranjak dari sofa dan menamparnya.
Suasana pun membeku!
Semua orang menatap Teresa dengan tidak percaya.
Kelembutan Mela membeku. Rasa perih di pipi membuat kelembutan di matanya berkurang.
"Sasa, kamu ...!"
Masih bersandiwara? Teresa menggosok telapak tangannya yang mati rasa. "Bawa mukamu yang munafik itu pergi dari rumah ini!"
Nada bicara Teresa dingin dan agresif!
Mela berusaha keras menekan kemarahan di hatinya. Ketika dia ingin mencabik-cabik Teresa, terdengar suara langkah kaki yang kuat dan cepat dari arah pintu.
Tak lama kemudian, sosok Arvin yang tampan dan jangkung datang membelakangi cahaya.
"Arvin." Mela maju sambil memegang pipinya. Matanya berkaca-kaca dan penuh kesedihan.
Hati Teresa gemetar tak terkendali ketika bertemu dengan mata Arvin yang gelap dan tegas. Reaksi refleks Teresa tentu dilihat oleh Arvin.
Suasana menjadi lebih dingin.
Arvin mengernyit ketika melihat pipi Mela yang bengkak. Matanya yang dingin menyapu semua orang. "Apa yang terjadi?"
Anto maju dan ingin menjawab, tetapi Teresa langsung melewati Anto ke sisi Arvin dan memeluk lengannya.
"Sayang, kamu akhirnya pulang," seru Teresa dengan sedih, tidak lagi agresif seperti tadi.
Cih, siapa yang tidak bisa manja dan memelas?
Mela terkejut.
Semua orang juga tercengang.
Teresa mengabaikan reaksi semua orang.
Teresa secara refleks melirik ke dada Arvin. Perban di bawah kemeja Arvin sepertinya terkena darah lagi. Seketika, hati Teresa menjadi perih.
Ketika Teresa berinisiatif menangani luka Arvin, punggung tangannya dibungkus oleh telapak tangan Arvin yang lebar!
Teresa mendongakkan kepala dan melihat pria itu menggelengkan kepala. Teresa langsung paham bahwa semua orang di sana adalah pelayan dari kediaman besar. Arvin sedang melindunginya.
Kemarahan di hati Teresa memudar separuh.
"Pak Anto!" Kelembutan di mata Arvin menghilang ketika dia memalingkan mata dari wajah Teresa.
Anto yang dipanggil langsung maju dengan berlinang air mata. "Tuan Arvin, aku nggak bisa melayanimu lagi ke depannya."
"Apa yang terjadi?"
"Aku pecat!" Teresa memeluk lengan Arvin dengan lebih erat ketika merasakan aura dingin darinya.
Arvin mengangkat alis seraya menatap Teresa.
Teresa yang marah bertatapan dengan Arvin dan menggerutu, "Nggak hanya Pak Anto, mereka semua juga kupecat!"
Detik berikutnya, aura berbahaya yang mencekam merambat di udara.
Terbersit kegirangan di mata Mela. Semua orang berpikir bahwa Teresa terlalu congkak kali ini, bahkan berani menargetkan Anto yang dipindahkan dari kediaman besar.
Arvin tidak akan memanjakan Teresa lagi kali ini.
Teresa juga berpikir demikian!
Melihat aura berbahaya di mata pria itu makin kuat, Teresa melepaskan lengan Arvin dan mengisap hidung. "Kalau mereka nggak pergi, aku pergi!"
Kejengkelan di mata Arvin makin kuat. Mata Teresa langsung memerah karena Arvin diam saja!
Apa maksud Arvin? Arvin benar-benar ingin dia pergi?