Bab 7
Meskipun sudah keluar rumah hantu, Giselle masih syok dan terus menepuk-nepuk dadanya. Pikirannya terus terngiang-ngiang dengan para hantu yang mengerikan tadi.
Teringat ciuman yang baru saja dia terima, wajahnya langsung merona merah. Dia memelototi Jordan dengan sorot mata kesal nan manja.
"Jordan, kamu terlalu impulsif. Aku paham kamu khawatir, tapi nggak seharusnya melakukan ini di depan pacarmu. Pasti dia berpikir yang macam-macam."
Tadi, Jordan kelewat panik dan tidak mengetahui reaksi Selina sewaktu lihat kejadiannya. Dia pun tidak yakin, sehingga dia hanya bungkam.
Melihat pintu tertutup rapat, Giselle terus mengomel.
"Misi ini terlalu sulit, deh. Selina bisa melewatinya sendiri? Dia nggak akan asal minta ciuman sama orang lain juga, 'kan?"
Jordan menggeleng sambil menjawab, "Nggak mungkin."
Saking yakinnya pria itu, Giselle sampai terkejut saat menatapnya.
"Seyakin itu?"
"Ya, dia terlalu mencintaiku, nggak akan melirik orang lain sama sekali."
Kebetulan, Selina sudah mendekati ambang pintu saat mendengar hal ini, membuat senyuman pahit mengembang di sudut bibirnya.
Artinya, Jordan tahu.
Mengetahui bahwa Selina mencintainya bagai sakit tanpa penyembuh, sehingga Jordan berani menyakitinya tanpa belas kasihan?
Selina merapikan rambutnya yang basah kuyup akibat keringat dingin, membuka pintu, dan berjalan keluar.
Melihatnya keluar, Giselle bergegas mendekati Selina sembari meraih tangannya dengan akrab, lalu bertanya penuh perhatian.
"Selina, kamu keluar pakai cara apa?"
Selina menghindar beberapa langkah ke samping sebelum menjawab dengan suara tenang.
"Gampang, tinggal menyerah. Mereka akan melepas para pemain yang menyerah."
Mendengar begitu ringannya ucapan Selina, membuat Giselle menatap Jordan dengan mata terbelalak.
"Ada pilihan menyerah juga? Kalau begitu, kita tadi ..."
Tanpa menunggu Giselle menyelesaikannya, Jordan refleks menyela.
"Aku terlalu mengkhawatirkanmu, maaf."
Rona merah di wajah Giselle masih belum hilang seraya menoleh ke arah Selina. Terdapat nada ragu-ragu di balik suaranya.
"Aku nggak masalah selama kamu nggak keberatan, Selina. Waktu kami kecil, sudah sering main rumah-rumahan dan berciuman. Main-main saja dan nggak pernah serius, kok."
Melihat kedua orang itu sangatlah kompak, Selina tidak bisa memberi balasan apa pun, sehingga dia memutuskan untuk berjalan ke pintu keluar tanpa suara.
Dua orang itu pun merasa lelah setelah melewati ketegangan akibat rasa takut, sehingga Giselle pamit dan pulang sendirian.
Usai menyaksikan taksi itu menghilang dari pandangan, Jordan segera mengalihkan perhatiannya kepada Selina.
"Kamu pasti capek hari ini. Kita makan, yuk. Mau makanan barat?"
Melihat betapa aktifnya Jordan seharian ini, benar-benar berbeda dari biasanya. Selina menduga dia merasa bersalah karena ciuman itu dan ingin menebus kesalahannya lewat cara ini.
Sejujurnya, Selina sudah tidak terlalu memikirkan hal-hal kecil seperti itu, sehingga dia berpura-pura menganggap tidak ada yang terjadi sebelum mengiakan.
Lalu, mereka pergi ke restoran makanan Perancis terdekat. Jordan juga sengaja mengambil lantai 2 untuk memesan ruang pribadi.
Kali ini, makan malam romantis dihiasi cahaya lilin serta ditemani pemandangan malam yang indah dari jendela. Wajah Selina masih terlihat tanpa ekspresi, terpaku pada mawar kuning di vas.
Jordan sedang mencari topik pembicaraan ketika sebuah pesan masuk di ponselnya.
Seketika, dia bangkit berdiri.
"Aku ada urusan mendadak, Selina. Nggak masalah kalau kamu makan sendiri, 'kan?"
Selina meliriknya, lalu mengangguk kecil tanpa bertanya lebih lanjut.
Jordan mengambil jaketnya dan cepat-cepat pergi ke lantai bawah. Seorang pelayan datang membawakan makanan yang baru saja dipesan.
Pelayan itu mengamati sekeliling dengan heran. Selina tidak bicara apa-apa, hanya mengambil pisau dan garpu, lalu mulai menikmati makanan malamnya.
Setelah makan, tepat pukul tujuh malam, dia mengeluarkan ponsel untuk memesan taksi. Lantas, dia membuka status WhatsApp, membunuh kebosanannya menunggu taksi.
Jari Selina menggulir layar dengan lembut, menampilkan status terbaru Giselle di hadapannya.
Status itu berlatarkan rumah sakit, memperlihatkan kaki dengan betis terbungkus kain kasa yang diwarnai bekas darah samar.
"Sial ... pulang main malah dapat kecelakaan beruntun. Baru pulang dari luar negeri, sudah masuk rumah sakit."