Bab 6
Siena tampak sangat terkejut saat melihat sosok yang ada di dalam mobil tersebut.
Zane memiliki bahu yang lebar, tubuh yang sangat kekar, dan juga otot-otot yang sempurna!
Beberapa luka cakaran panjang di punggung pria itu langsung membuat Siena teringat akan peristiwa penuh gairah semalam.
"Kenapa bengong seperti itu? Apa kamu nggak pernah lihat tubuh seorang pria?"
Suara Zane yang penuh ejekan langsung menyadarkan Siena dari lamunannya.
Dengan sikap yang tenang, Siena pun langsung meletakkan dompet Zane di kursi seraya berkata, "Dompetmu jatuh."
Setelah mengucapkan kata-kata tersebut, dia segera pergi untuk menghampiri ibunya.
Zane mengencangkan kancing kemejanya, lalu menatap tajam ke arah Siena.
"Kamu sudah jadi istri Om Ashton! Jangan pernah main mata dengan pria lain atau aku akan mencungkil matamu!" ujar Zane dengan tegas.
Ancaman pria itu membuat Siena makin ketakutan dan ingin segera menghindar.
Jadi, tanpa menjawab, dia pun segera mempercepat langkahnya.
"Bu, bagaimana kondisi kaki Ibu?" tanya Siena dengan cemas seraya menghampiri ibunya dan memeriksa luka di kakinya.
Namun, Zirca menepis tangannya dan berkata dengan marah, "Kenapa kamu baru datang?"
Setelah itu, dia mengubah nada bicaranya dan beralih memuji Sarsa dan Tina. "Untungnya Bu Sarsa dan Nona Tina baik hati, jadi mereka sudah memanggil dokter khusus untuk memeriksa kakiku. Kakiku juga cuma patah tulang ringan."
Kemudian, Siena mengalihkan pandangannya kepada Sarsa dan Tina.
Karena ibunya telah bekerja sebagai pengasuh di keluarga ini selama bertahun-tahun, dia pun pernah ke sini beberapa kali dan tidak asing dengan lingkungan tersebut. Bahkan, Tina terkadang mengizinkan ibunya untuk membawa pulang pakaian bekasnya.
Meskipun Sarsa dan Tina dikenal angkuh dan dingin, tetapi pandangan mereka terhadapnya tidak pernah menunjukkan permusuhan yang mendalam. Paling-paling, mereka hanya akan memandangnya dengan tatapan merendahkan.
Akan tetapi, pada saat ini, tatapan Sarsa dan Tina terasa penuh permusuhan.
Dengan rasa bingung, dia pun menoleh kepada ibunya.
Tepat pada saat itu, Zane tiba-tiba kembali menampakkan diri.
Seketika itu juga, Tina dengan nada lembut terburu-buru berkata, "Tolong bantu Tante Zirca masuk ke dalam untuk beristirahat, ya. Hati-hati."
Siena merasa heran dengan perubahan sikap Tina yang tiba-tiba, tetapi dia tidak terlalu memikirkannya. Dia pun mengucapkan terima kasih, lalu membantu ibunya masuk ke dalam rumah.
Ketika melihat Zane sedang menatap Siena, seketika itu juga rasa cemburu muncul di hati Tina. Namun, di permukaan dia tersenyum ramah dan bertanya, "Pak Zane, apa Anda kenal mereka?"
Zane hanya mengerutkan bibirnya tanpa menjawab.
Karena tidak mendapatkan jawaban dari Zane, Tina pun kembali berkata, "Sebenarnya, saya merasa kasihan pada Tante Zirca. Beliau sudah bekerja sebagai pengasuh di keluarga kami selama bertahun-tahun demi anak-anaknya. Sayangnya, anak-anaknya kurang berbakti padanya. Ambil contoh putri sulungnya si Siena itu. Tadi, saya dengar dari Tante Zirca kalau kehidupan pribadi Siena sangat berantakan. Bahkan semalam dia berpesta dengan seorang pria sampai pagi dan membuat Tante Zirca marah besar ... "
"Nona Tina," ujar Zane yang menunjukkan ketidaktertarikannya pada persoalan Siena. Kemudian, dia mengeluarkan kalung liontin giok itu dan bertanya kembali, "Nona Tina, apa kamu masih ingat benda ini?"
Tina tersenyum manis, lalu menjawab, "Tentu saja saya ingat. Bagaimanapun, kalung itu milik saya. Tapi, tadi saya agak terkejut, jadi nggak bisa langsung merespons pertanyaan Anda. Sekarang setelah sadar bahwa kalung itu sudah nggak ada di leher saya, saya baru ingat kalau kalung liontin giok itu hilang."
"Kalung itu adalah hadiah dari ibu saya yang diperolehnya dengan susah payah di gunung. Liontin setengah lingkarannya dilapisi emas dan bagian tengahnya terbuat dari batu giok."
Saat mendengar jawabannya, keraguan di mata Zane perlahan menghilang.
Kemudian, dia berkata dengan tenang, "Aku akan menikahimu dalam waktu sebulan. Kalau kamu berubah pikiran, kamu bisa menolak pinanganku ini kapan saja."
"Saya nggak akan menolaknya," jawab Tina dengan buru-buru. Namun, dia menyadari bahwa sikapnya barusan tidak anggun, jadi dia segera berkata, "Maksud saya, pernikahan adalah hal yang sakral dan nggak bisa dianggap remeh. Jadi, setelah membuat keputusan seperti itu, saya nggak mungkin mengubahnya begitu saja."
Zane menatapnya dengan lebih ramah, lalu menyerahkan kartu namanya. "Kalau ada apa-apa, kamu bisa menghubungiku."
Setelah meninggalkan kartu namanya, dia pun langsung pergi.
Dalam perjalanan, Alan tiba-tiba berkata, "Nona Siena sepertinya bukan orang yang buruk seperti yang diceritakan Nona Tina. Apa saya perlu menyelidikinya lebih lanjut?"
"Nggak perlu. Dia bisa masuk ke keluarga Lucian karena nenekku mengharapkan dirinya bisa menjadi pembawa keberuntungan untuk Om Ashton. Kalau Om Ashton sadar kembali, dengan sifatnya yang seperti itu, dia pasti akan langsung bercerai dengan wanita itu," jawab Zane dengan tegas.
"Oke, Pak Zane," jawab Alan tanpa bisa membantah ucapan bosnya.
Kemudian, percakapan pun beralih pada urusan bisnis. Alan pun berkata, "Pak Zane, pengambilalihan lokasi proyek konstruksi sudah selesai. Anda diundang untuk makan malam bersama pihak yang bertanggung jawab di Bar Moonshine pukul delapan malam."
"Hmm."
Di tempat lain, Siena terlihat sedih saat mengganti obat ibunya. Dengan penuh kekhawatiran, dia pun berkata, "Bu, bagaimana Ibu bisa sampai terjatuh?"
"Lantainya licin, aku nggak memperhatikan sekitar," jawab Zirca dengan santai. Kemudian, dia menambahkan dengan nada gembira, "Nona Tina akan segera menikah dengan anggota keluarga Lucian yang terhormat! Aku senang sekali memikirkannya."
Begitu mendengar nama keluarga Zane, Siena langsung menghentikan aktivitasnya, "Keluarga Zane?"
"Benar! Hari ini Zane melamar Nona Tina!" ujar Zirca dengan nada penuh kebanggaan.
Siena terdiam sejenak sebelum akhirnya melanjutkan mengganti obat untuk kaki ibunya.
Zirca meliriknya, lalu memberi peringatan, "Ingat, Zane dan Nona Tina saling mencintai. Jangan coba-coba untuk menggagalkan pernikahan mereka!"
Siena menatap ibunya dengan bingung, lalu berkata, "Ibu pikir aku setara dengan mereka?"
"Syukurlah kalau kamu sadar akan kenyataan itu," ucap Zirca dengan lega.
"Tentu saja aku sadar diri. Lagi pula, aku sudah menikah, untuk apa aku memikirkan orang lain?" jawab Siena dengan nada sinis.
Saat mendengar nada kesal dalam suara Siena, Zirca pun buru-buru berkata sambil tersenyum, "Sudahlah, tutup mulutmu. Keluarga Trenz memberiku dua kotak sarang burung walet. Kamu tahu kalau makanan itu langka dan mahal, 'kan? Sana pergi dan masak sarang burung walet itu!"
Ternyata, sarang burung walet itu sudah kedaluwarsa sejak setengah tahun yang lalu. Namun, ibunya masih menganggapnya sebagai makanan yang sangat berharga dan hal tersebut membuat Siena merasa sedih.
Dia pun menundukkan kepalanya dan tidak mengatakan apa-apa lagi.
Kemudian, Zirca kembali berkata, "Keluarga suamimu sudah mentransfer uang dua miliarnya. Selain nggak mendapatkan surat nikah, mereka juga nggak memintamu untuk segera melayani suamimu yang koma itu. Aneh sekali!"
"Tapi, bagus juga kalau mereka nggak minta apa-apa padamu. Jadi, kamu bisa tinggal di rumah beberapa hari lagi. Sebenarnya, aku pun nggak mau berpisah denganmu."
Benar, sebaiknya keluarga Lucian melupakan keberadaannya.
Tepat pada saat itu, Dian tiba-tiba mengirimkan pesan padanya.
"Ada kabar baik! Bos baru proyek konstruksi akan datang ke Bar Moonshine jam delapan nanti malam. Kalau kamu mau masuk ke lokasi proyek itu, coba saja sanjung-sanjung orang itu."