Bab 17
Polisi membawa Yeni ke rumah sakit untuk pemeriksaan.
Yeni duduk di mobil sambil menenangkan sang putri seraya bertanya pada Leira, "Penyiar, kalau aku nggak datang tadi, apakah ibu mertuaku benar-benar akan menjual anakku?"
Leira mengangguk.
Mata Yeni tampak merah hingga menitikkan air mata. "Pantas saja. Awalnya, dia nggak suka bayi ini, lalu sikapnya beralih sangat berbeda. Dia sangat baik dan selalu membawa bayi ini keluar untuk bermain. Ternyata …"
Yeni pun mengira ibu mertuanya sudah bisa menerima kenyataan.
Ternyata, bukan karena pikirannya sudah terbuka, tetapi ada motif lain di baliknya.
"Terima kasih, terima kasih telah menyelamatkan putriku. Terima kasih telah mencegah seorang ibu terpisah dari anaknya."
Ponselnya berdering saat itu. Dia tidak mematikan siaran langsung, lalu mengangkat telepon.
Terdengar suara suaminya yang marah dan putus asa dari ujung telepon, "Ibu meneleponku dan bilang kalau kamu melapor ke polisi untuk menangkap Ibu. Apakah itu benar?"
Yeni tak menjawab, pikirannya terasa begitu jernih. "Penyiar, apakah suamiku tahu kalau ibu mertuaku ingin menjual anaknya?"
"Tahu."
Yeni marah sekali mendengar ini dan mengumpat di sambungan telepon, "Bukan cuma ibumu yang akan kulaporkan ke polisi, kamu juga! Biar kukirim kalian semua ke penjara."
"Harimau saja nggak akan mengunyah anaknya. Kamu lebih buruk dari binatang buas."
Yeni membentak dan menutup telepon.
Sekali lagi, dia berterima kasih kepada Leira sebelum menutup siaran langsung.
"Wah, sebelumnya, aku hanya lihat orang tua menjual anak-anak di televisi. Ini kali pertama aku lihat mertua yang menjual cucunya."
"Benar-benar aneh, bahkan ibunya juga begitu. Satu keluarga isinya orang aneh semua."
"Zaman sudah modern begini, masih ada orang yang lebih suka anak laki-laki daripada anak perempuan. Memangnya mereka punya takhta kerajaan yang harus diwariskan? Beberapa generasi cuma ingin punya anak laki-laki. Kalau sampai punya anak perempuan, berarti garis keturunannya berakhir. Aku justru kesal!"
"Kalau ini cuma skenario, perilaku laki-laki tadi terlalu nyata. Aku merasa sakit melihatnya."
"Kalau generasi tua berpikiran begitu, nggak heran karena mereka kurang pendidikan. Tapi, ayah dari anak ini ikut setuju … dasar jahanam!"
Sudut bibir Leira menyimpul senyuman tatkala melihat ruang siaran langsung yang ramai.
Dia baru menyadari, Kekuatan Spiritual tubuhnya berangsur-angsur pulih.
"Kalau begitu, siaran langsung hari ini berakhir di sini dulu, ya. Sampai jumpa di siaran langsung berikutnya."
Usai menutup siaran langsung itu, Leira menatap Satria yang melayang-layang di sebelahnya. "Bagaimana kamu tahu kalau mereka ada di Mal Luminara?"
Satria menjawab, "Ada banyak pusat perbelanjaan di kota Jiandra. Tapi, pusat perbelanjaan paling ramai di selatan cuma Mal Luminara karena banyak kampus di sekitarnya."
Dia terdiam sejenak. "Aku bosan hari ini, makanya aku melihat peta Kota Jiandra," lanjut Satria.
Leira pun terdiam usai mendengar analisis Satria.
Sebelumnya, dia mengira Satria adalah anggota Sekte Xermen yang dapat menghitung posisi lebih akurat daripada dirinya.
Ternyata, informasi itu karena Satria memiliki otak cemerlang. Bukan hanya mengingat setelah satu kali membaca peta, tetapi bisa menemukan lokasi yang tepat berdasarkan analisisnya.
Apakah ini keistimewaan anak pilihan Langit?
Apakah Alam Semesta ini begitu tidak adil?
Memberikan wajah tampan, keluarga kaya raya, bahkan menganugerahkan otak yang begitu cerdas kepadanya.
Sistem berkata, "Tuan punya aku, takdir juga cukup memihak padamu."
Leira membantah dalam hati, "Memangnya apa fungsimu? Kamu bisa menyebutkan lokasi mana pun di Jiandra setara akurasinya otak Satria, nggak?"
Sistem menjawab, "Ya ... nggak bisa."
Leira mendengus sarkas.
Sistem itu diam, lalu menutup sendiri.
Sementara itu, di Kuil Megantara.
Sadra melihat siaran langsung yang baru ditutup sambil merapikan janggutnya dengan tangan. "Pahlawan muda yang hebat. Kalau ada kesempatan, bagus juga bisa bertemu dengan teman kecil berbakat luar biasa itu."
Candra mematikan ponselnya. "Menurut Guru, dia sangat hebat?"
"Sejauh ini, perhitungan fengsuinya tampak sangat hebat. Sepanjang hidupku, hanya kepala Biara Bahtera Suci yang memiliki kemampuan ini."