Bab 45
Pria itu menatapnya dingin. "Kamu tahu berapa lama dia menanti seorang cucu? Apa kamu nggak menganggap anak itu penting, Nadira?"
Nadira tertegun, dia terdiam seribu bahasa.
Anak dalam perutnya datang terlalu tiba-tiba, seperti dipaksa melakukan sesuatu tanpa persiapan. Nadira memang belum punya banyak perasaan terhadap janin ini ...
"Anak nakal, kenapa kamu marah padanya? Lihat, mata Nadira sudah ingin menangis karena kamu memarahinya." Ibu mertua Nadira membuka matanya.
Nadira segera berlari ke sana, menggenggam tangan wanita tua itu. Dia merasa sangat bersalah. "Ibu, maafkan aku. Aku nggak memikirkan hal ini, aku telah membuat Ibu khawatir."
"Aduh, bukan begitu. Tekanan darahku tinggi, makanya suka naik tiba-tiba dan membuatku pusing. Nggak separah yang dikatakan anak itu. Jangan dengarkan dia!" Ibu mertuanya mengelus wajah Nadira.
Wanita itu menyayanginya sepenuh hati, Nadira benar-benar merasa begitu bersalah. Setelah ibunya meninggal, tidak ada lagi yang memberi kehangatan sepert
Klik untuk menyalin tautan
Unduh aplikasi Webfic untuk membuka konten yang lebih menarik
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda
Nyalakan kamera ponsel untuk memindai, atau salin tautan dan buka di browser seluler Anda